Rabu, 15 Februari 2012

-- Memories -- Part 7

-- Memories --


Part 7


"Pandangan pertama...awal aku berjumpa~" senandung Dayat sambil mesem-mesem. Jelas sudah ia menggodaku, apalagi saat ku perhatikan ternyata saat ini posisiku bisa dibilang berhadap-hadapan dengan Alvin meskipun dibangku yang berbeda. Aku duduk dikursi yang terletak disamping kiri sedangkan Alvin disamping kanan dan ditengah-tengah kami ada Dayat yang sedang bernyanyi.

Anehh..nggak biasanya Alvin diam, bukan hanya diam malah, tapi juga terkesan..malu-malu?

-----

Aaahhh..tiba-tiba aku merindukan senyum itu. Senyum yang hampir tak pernah ku lihat, apalagi dalam kondisi sedang 'diejek' seperti waktu itu.

Rintik hujan yang sedari tadi deras mulai mereda. Aku sempat menadahkan tanganku untuk menampung air hujan. Lalu...

Cessss..
Air itu ku cipratkan ke arah depan. Setelah puas bermain air hujan, aku berlari menerobos rintik hujan itu menuju sebuah kelas yang berada disebrang kelas tempat ku berdiri saat ini.
Yahhh..ini dulunya adalah kelas IXe. Kelas unggulan -lagi-. Aku semakin berbangga hati begitu mengingat soal kelas unggulan ini, pasalnya dari awal kelas VII aku sudah menempati kelas unggulan hingga kelas IX, kelas IX itu baru aku tempati pada semester kedua.
Aku membuka pintu kelas itu secara perlahan, kemudian pandanganku menyapu isi kelas yang mulai mengalami beberapa perubahan. Salah satunya warna cat dan beberapa hiasan kelas yang -mungkin- merupakan buah tangan penghuni kelas pada tahun ini.

Aku kembali menuju bangku yang pernah menampungku saat kelas IX dulu, deretan pertama dekat pintu dan paling depan.
Sebuah gitar yang terletak dibangku pojok paling belakang mengingatkan ku pada....

.......

Jrenggg...suara petikan gitar itu mulai terdengar hingga ke kelasku. Aku, Shilla dan Sivia yang tadinya sibuk bergosip, karena memang jam pelajaran yang kosong mengalihkan perhatian ke suara petikan gitar tersebut. Shilla clingukan ke jendela kelas, ingin memastikan siapa yang sedang menggenjreng gitar saat itu.

Tetttt...Tettttt....
Bertepatan dengan itu, bel tanda istirahat berbunyi, kami pun memutuskan untuk beristirahat. Berhubung Zahra dan Angel belum kembali dari toilet, maka kami bertiga menunggu didepan pintu kelas.
Dari kelasku, aku bisa melihat segerombolan murid laki-laki yang sedang berkumpul ditaman kosong yang memisahkan kelas IXd dan IXc.
Pasti suara tadi berasal dari mereka. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Zahra dan Angel telah bergabung bersama kami, dan kami pun memutuskan untuk segera menuju warung samping sekolah, warung langganan kami.

"Eh..eh..kayaknya gue nggak jadi ikut bareng kalian deh.." ujar Sivia tiba-tiba, kami memandang Sivia dengan tatapan bertanya.

"Kenapa Vi?" tanyaku mewakili yang lain.

"Gue ada janji sama Bu Dina, jadi kayanya gue jajan dikantin sekolah aja deh." aku mengangguk.

"Kalau gitu, gue nemenin Sivia aja deh yah." ujar Zahra.

"Oke...loe Shill, Ngel?" tanyaku pada Shilla dan Angel, keduanya kompak menggeleng.

"Ya udah Vi, Ra, kita pergi dulu yah. Bye!"

Aku, Shilla dan Angel pun pamit.

Untuk menuju warung yang letaknya disamping sekolah itu, aku, Shilla dan Angel mau tak mau harus melewati sekelompok siswa yang tak lain adalah anggota gank nya Cakka. Beuhhh..kalau Shilla mah pasti seneng. Kalau Angel...kayanya dia masih kurang nyaman apalagi disana ada Sion, seseorang yang pernah menjadi pacar Angel dalam waktu nggak genap sehari. Kalau aku...nggak tau kenapa aku malah jadi dag dig dug yah. Apa karna disana ada Rio?
Hahhhh...Rio, aku bingung kenapa sekarang aku merasa ada sesuatu yang berbeda tiap aku mengingat atau menyebut nama Rio. Bahkan sehari saja tak melihat wajahnya, aku jadi gelabakan sendiri. Belum lagi sikapku akhir-akhir ini yang kurasa mulai melunak terhadap Rio, nggak seperti dulu yang selalu membuang muka atau menatap sinis. Tapi terkadang aku justru berusaha mencari-cari perhatian didepan Rio. Oh my gosh...gue kenapa?

"Kau hancurkan aku dengan sikapmu...tak sadarkah kau telah menyakitiku~"

Lagu itu disenandungkan oleh salah satu dari segerombolan anak cowo ditaman itu. Aku yang sebentar lagi akan melewat mereka menjadi semakin deg-deg-an tak karuan.

"Lelah hati ini meyakinkanmu...cinta ini membunuhku~" pada bagian ini, lagu itu dinyanyikan dengan penuh penekanan. Seakan-akan lagu itu ditujukan untuk salah satu dari kami bertiga -aku, Shilla, dan Angel-. Bukannya GR, tapi memang hanya ada kami bertiga selain mereka disana. Dan ternyata, salah satu yang menyanyikan lagu itu adalah Rio. Tepat saat ia melantunkan bait itu, ia menatap tajam kearahku seolah berkata, "lagu ini buat loe, Fy! Buat loe!"
Ahahaa...aku GR kali yah..

-----

Air mataku meleleh, ternyata aku benar-benar merindukannya, merindukan sosok Rio yang lebih dari 3 tahun tak pernah ku temui. Hahhh...aku kangen kamu Yo, bisikku dalam hati.

Aku kembali mengamati ruangan kelas ini, aku sadar kalau ruangan ini benar-benar penuh kenangan rupanya. Terutama saat menjelang UAN, begitu banyak cerita yang terjadi saat itu. Salah satu yang ku ingat adalah saat dimana aku merasa sakit hati ketika Alvin mencurahkan isi hatinya mengenai rasa cinta yang masih tersimpan untuk sang mantan. Bukan denganku memang ia menceritakan semuanya, lebih tepatnya dengan Lintar, Debo, Ray, Dayat, Shilla, Zahra dan Angel yang memang cukup dekat dengannya..

......

Hari ini seluruh siswa/i kelas IX tidak begitu aktif dalam kegiatan pembelajaran. Berhubung UAN didepan mata dan try out kami baru saja berakhir, kami diberikan kebebasan sejenak untuk santai. Bisa dibilang ini adalah minggu tenang sebelum minggu depan kami melaksanakan UAN. Dan salah satu kebiasaan dikelasku saat jam santai seperti ini adalah, curhat massal!
Ahahaa..lucu memang, tapi kami sudah terbiasa. Kadang kami curhat dengan kelompok kecil kami, kadang juga kami curhat secara bersama-sama dengan berkumpul dipojok kelas sambil lesehan. Tak perduli mereka adalah lelaki, para siswa dikelasku pun ikut membaur dengan para siswi. Apalagi jumlah laki-laki dikelas ini hanya 6 orang, jadi para laki-laki itu sudah terbiasa bergabung dengan kami.

Ku lihat dipojok kelas teman-temanku mulai berkumpul, duduk secara asal. Ada yang dibangku, atas meja atau lesehan. Hanya aku yang memilih untuk duduk didepan kelas, bukan tak ingin berbagi hanya saja aku merasa canggung jika harus berada dalam satu kelompok bersama..Alvin..
Yahhh..disana Alvin lah yang akan mencurahkan isi hatinya.

"Gue masih sayang sama Aren.."

Aku bisa mendengar suara Alvin itu meski samar-samar. Jujur, aku cemburu, aku sakit hati. Aku...aku ingin teriak rasanya saat itu juga, tapi aku tak bisa..

"Tapi, loe sama Zeva belum putuskan, Vin?"

Aku tahu pertanyaan itu pasti berasal dari Shilla.

"Gue udah mau mutusin dia tapi dia nya nggak mau. Sedangkan Aren baru mau balik sama gue kalau gue udah putus sama Zeva.."

Ya Allah...aku sakit hati, aku rasa mataku mulai memanas, pandanganku mulai mengabur. Sebelum butiran kristal hangat itu benar-benar terjatuh, aku lebih dulu menengadahkan wajahku menghadap kangit-langit kelas.

"Nggak mau ikut curhat bareng Alvin, Fy?" tanya seseorang tiba-tiba, aku menatap orang yang tak lain adalah, Ray.

Aku menggeleng kecil. "Nggak." jawabku singkat, karena memang hanya itu yang dapat ku lontarkan.

"Jiahh...Alvin lagi sedih itu...mestinya loe semangatin dong, loe kan pacarnya~" ujar Ray, aku tahu dia bercanda. Lantas aku mendorong pundak Ray pelan, pura-pura kesal.

"Apadeh lo Ray, gue lagi gak mood yah buat bercanda~"

"Idihhh..siapa yang bercanda? Ya udah deh, gue gabung sama yang lain yah.." Ray pamit, aku sendiri lagi.

Hahhh...aku tak tahu mengapa tiba-tiba aku menjadi seperti ini.

Seseorang menyentuh halus pundakku, aku mengangkat wajah. Kudapati wajah Sivia yang tengah tersenyum menatapku. "Loe nangis, Fy?" tanya nya, aku menggeleng dan tersenyum tipis. Padahal aku tahu itu percuma karena Sivia cukup peka terhadapku.

"Gue tau, loe pasti sakit hati kan, denger curhatannya Alvin?" ujar seseorang yang lain, ternyata itu Shilla.

"Aduhh..gue baik-baik aja kok, beneran deh. Nih gue senyum nih.." aku berusaha meyakinkan Sivia dan Shilla yang sudah mengambil tempat duduk dikanan dan kiriku, dengan senyum yang kupaksakan untuk berkembang dibibirku. Tapi, yang terjadi pada mataku, justru berbanding terbalik dengan apa yang ditunjukkan oleh bibirku.

"Shill! sini deh!" tanpa melihat siapa yang memanggil Shilla pun aku sudah tau kalau itu suara...Alvin.

Shilla menepuk-nepuk halus pundak ku, aku beralih menatapnya, ku lihat ia menggigit kecil bibir bawahnya sepertinya ia tak enak denganku. Aku tersenyum berusaha memberitahu bahwa aku baik-baik saja.

"Udah Shill, gue nggak papa kok." ujarku, dengan enggan Shilla kembali menghampiri Alvin dan yang lainnya ke pojokan kelas.

"Percaya deh, Alvin ama Shilla cuman curhat doang kok.." ujar Sivia, aku menoleh kearahnya.

"Iya! Gue tau kok. Lagian wajar kali kalau Alvin curhat ama Shilla, Shilla kan cukup deket sama Aren ya kali aja Shilla bisa bantuin dia buat balikan sama Aren." ujarku lagi.

"Kita ke depan yuk, gue mau liat emm...Iyel lagi main basket tuh." ajak Sivia malu-malu.

Aku melayangkan sebuah toyoran kecil ke kepalanya. "Huuu..udah punya Dayat juga.." cibirku.

"Lupa loe, neng? Kisah gue ama Dayat tuh udah game-o-ver-!"

Aku baru ingat kalau dua hari yang lalu tepat sehari setelah Dayat berulang tahun, Sivia dan Dayat memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Alasannya menurutku sepele tapi entahlah...bagiku keduanya sama-sama salah. Aku menyimpulkan itu semua berdasarkan....

To be continue

•••••


0 komentar:

Posting Komentar