A homepage subtitle here And an awesome description here!

Minggu, 24 November 2013

[Bukan] Pernikahan Sandiwara




“Ify! Kita kan udah lulus, jadi gimana? Nikahnya jadi dong?!” Teriak seorang pria yang memberikan seringai nakal kepada gadis manis didepannya.
Gadis itu melotot marah.
Enak saja pria ini berbicara. Siapa bilang ia mau menikah dengan pria usil seperti dia? Lagipula, dimana sejarahnya 'kucing dan tikus' bersatu dalam ikatan suci pernikahan?

“Hehh! Lo---” Ucapan Ify--gadis itu, terhenti di udara saat pria usil itu menghampirinya secepat kilat, dan merangkul lehernya. Membuat jarak diantara mereka semakin terhapus.

”Kenapa sayang? Kamu ingin secepatnya?” Tanya nya dengan nada menggoda.
Ify yang masih belum mengerti akhirnya dihadapkan pada sesosok pria dimasa lalunya yang tengah menatap tajam pada mereka.
Dalam hati ia menggumam, oh cuma sandiwara...

•••

Sandiwara?
Yah, awalnya Ify pikir semua hanya sandiwara. Tapi siapa sangka, hal yang ia anggap sandiwara itu ternyata membawanya pada situasi yang sebenarnya. Situasi dimana ia dan pria usil itu akan bersatu.
Jadi begini, disaat Rio--nama pria usil itu, 'melamarnya' dengan background wajah tak terbaca sang mantan, ternyata kedua orang tua mereka --orang tua Ify dan Rio tentunya-- menyaksikan adegan itu. Bukannya marah atau apalah, mereka justru bertepuk tangan, dan melangkah ceria pada putra-putri mereka yang tanpa sadar mulai memisahkan diri saat mendengar tepukan orang tua mereka tersebut.
Semakin tak diduga, ternyata kedua orang tua mereka bersahabat dan memang telah membuat perjanjian konyol untuk menjodohkan putra-putri mereka dimasa mendatang, dulu.
Terlambat.
Ingin meluruskan, nyatanya kedua orang tua mereka justru menyeret Ify dan Rio --yang masih mengenakan seragam SMA lengkap dengan corat coret pilox khas kelulusan-- menuju tempat makan terdekat, untuk merayakan 'lamaran' spontan Rio.

“Ify, jadi kamu mau pake kebaya, atau gaun aja?” Tanya Mama yang asyik melihat-lihat booklet gaun pengantin. Ify menatap Mamanya dengan tampang tak mengerti.

”Lebih baik, Ify menggunakan kebaya pas akad saja, jeung. Dan gaun pada saat resepsi.” Mama Rio yang ikut mendampingi Ify dan Mamanya melihat-lihat gaun pengantin menimpali.

Ify semakin dibuat tak berkutik dengan ucapan 'calon mertuanya'. Bagaimana ini? Saat dimana ia harus menyibukkan diri dengan segala persiapan memasuki jenjang perkuliahan, keadaan justru menjebaknya dalam situasi, sibuknya menyiapkan pernikahan.
Oh God!

•••

”Gila, man! Kita baru lulus SMA nggak nyampe 2 bulan, dan tiba-tiba lo udah mau merried aja?” Alvin, salah satu teman se-alumni Rio menanyakan hal yang sebenarnya Rio pun tak tahu harus menjawab apa.

”Gue nggak bisa bayangin, apa jadinya rumah kalian ntar. Secara, lo berdua kayak kucing sama tikus.” Cakka, temannya yang lain ikut berceloteh.

Rio mendengus. Mau tak mau ucapan Cakka membuatnya berpikir.
Benar juga. Bagaimana bisa ia menjalani kehidupan yang sejahtera dengan seseorang yang bahkan menganggapnya musuh abadi?

”Gue terjebak, man. Nggak sengaja.” Keluhnya jujur.

Alvin dan Cakka saling melirik, kemudian tertawa kecil. ”Terjebak dalam situasi yang lo buat sendiri. Makanya, lain kali hati-hati kalau mau bertindak. Bukannya bikin Debo kelabakan gara-gara lo berhasil ngegebet Ify, eh malah elonya kan, yang terjebak dalam situasi rumit itu.” Ucap Alvin.

Rio mendengus. Teman macam apa mereka, bukannya membantu mencari jalan keluar, malah meledek.

”Duhh, sekarang gue butuh saran bermutu buat ngadepin masa-masa sulit gue. Jangan di kasih ceramah kek.”

Cakka menyedot bubble tea miliknya dan bersiap untuk memberikan saran. ”Begini saudara, Rio. Lo kan udah terlanjur terperangkap nih, keluar jelas nggak bisa. Pernikahan lo sama Ify, udah didepan mata. Yo'i nggak, Vin?” Cakka mengedikkan bahunya pada Alvin, yang dibalas dengan anggukan kecil. ”Tinggal seminggu lagi! So, let it flow aja. Kali aja lo malah ketagihan tinggal serumah sama Ify.”

Rio mendengus mendengar ucapan Cakka yang dianggap tak bermutu olehnya.

”Stres gue ngobrol ama kalian. Gue balik duluan deh ya. Bye!” Setelah meraih kunci mobil miliknya, Rio segera meninggalkan cafe tempat dimana ia dan teman-temannya biasa menghabiskan waktu, nongkrong.

•••

Seminggu kemudian...

Ify memandang bayangan wajahnya dicermin dengan cemberut. Cantik sih, tapi tetap saja, absennya lengkungan manis dibibirnya membuat wajahnya terlihat kurang.

“Kok cemberut gitu sih, Fy? Bukannya seneng. Kan bentar lagi kalian resmi.” Goda mama yang membantu Ify mengenakan kebaya untuk akadnya.

Ify mendengus. Mungkinkah jujur disaat seperti ini? Ia menggeleng. Itu bukan tindakan bijak. “Hhh, nggak, ma. Aku cuma..nggak nyangka aja. Sebentar lagi, aku bakal pisah sama mama.” Ucapnya setengah berbohong.

Mama mengelus sayang rambut Ify yang disanggul. “Duhh, kayak mau pindah kemana aja. Tetep di Jakarta ini kan?” Mama mencium kening Ify cukup lama, kemudian tersenyum. “Turun yuk, bentar lagi akad nikahnya dimulai.”

-oOo-

“Behel! Sarapan pagi gue mana?”

Teriakan dengan kata-kata seperti itu sudah menjadi backsound tetap rumah bergaya minimalis ini, pasca pernikahan itu terjadi. Terang saja, penghuninya kan memiliki julukan 'tikus dan kucing'.

“Hehh! Lo bisa diem nggak sih? Nggak tau apa kalau gue ribet sama bahan OSPEK?!” Ify yang memang terlihat ribet dengan segala perlengkapan OSPEKnya mengomel.
Berbeda dengan Rio yang langsung menghandle salah satu perusahaan ayahnya, Ify justru memilih untuk melanjutkan kuliahnya. Daripada garing dirumah sendirian, ya kan?

Rio hanya menaikkan sebelah alisnya. “Itu masalah lo, derita lo! Tapi hak gue sebagai seorang suami adalah dilayani sang isteri! Jadi mana sarapan gue?” Ucapnya acuh.

Ify menggeram kemudian berlalu sambil menghentakkan kakinya. Kemudian dengan kesal ia meletakkan sepiring nasi goreng dihadapan Rio.

“Cuma sepiring? Lo nggak makan?”

“Nggak perlu! Gue buru-buru! Udah ah, gue telat nih. Gue pergi dulu..” Sahutnya sambil memungut beberapa keperluan OSPEK yang sempat ia taruh diatas meja makan.

“Assalamu'alaikum..” Ucap Rio dengan nada menyindir saat Ify hendak berlalu.

Ify menepuk keningnya kemudian berbalik arah. Diraihnya tangan Rio kemudian di cium. Gini-gini, Ify menghargai Rio sebagai suami yang harus dihormatinya. Hihiii

“Gue pergi, Assalamu'alaikum!”

“Wa'alaikum salam.” Gumam Rio pelan.

Diam-diam, Rio memperhatikan Ify yang kian menghilang dibalik ruang tamu. Dalam hati ia bergumam, kapan hubungannya dengan Ify akan berjalan senormal hubungan suami istri pada umumnya?
Mungkin dulu ia tak memiliki sedikitpun rasa untuk Ify, kecuali rasa pengen nimpukin Ify yang jahil-oh bukan tapi senang menentangnya setengah mati, itu juga jaman sekolah. Berbeda dengan sekarang, pasca sebulan pernikahan mereka, nyatanya Rio mulai menyadari ada satu rasa berbeda yang hadir dihatinya, untuk Ify. Cinta?
Rio menggeleng pelan, tak sengaja matanya menangkap beberapa lembar roti yang tersaji dimeja makan. Sambil melirik ke arah dimana Ify 'menghilang', ia mengambil dua lembar roti dan mengoleskan selai cokelat-kesukaan Ify.

Pak, habis nganter Ify masuk ke
rumah trus ke meja makan yah.
Tolong antarkan bekal yang ada disana untuk Ify.

Send!
-oOo-

“Eh, Fy..”

“Hmm..”

“Apa kabar lo sama Rio?”

Ify yang tadinya sibuk mencatat kontan mengangkat wajah saat Sivia, sahabat karibnya menyebut-nyebut nama Rio. Ah, dirumah sudah dibikin susah sama kelakuan Rio yang serba aneh, haruskah di kampus ia juga diribetkan dengan nama Rio?

“Ya gitu-gitu aja, emang mau gimana?” Jawabnya tanpa minat.

Sivia mendengus. “Ya, lo kan sama dia udah mer---“

“---ssttt.” Ify buru-buru menyela ucapan Sivia sebelum gadis itu menuntaskan ucapannya. Memang, status Ify yang telah bersuami tidak dipublikasikan. Kecuali dikalangan keluarga, dan beberapa teman dekat.

Sivia cengar-cengir menyadari kesalahan yang hampir ia perbuat. “Ups! Sorry-sorry, jadi..lo kan sama dia udah..” Diliriknya kanan-kiri, “..merried.” Kemudian mengucapkan kata itu dengan sedikit berbisik. “Nah! Masa nggak ada perubahan? Tetap menjadi kucing dan tikus wanna be. Nggak bosen?”

Ify menutup buku dan menyimpan pulpennya, kemudian sedikit membuang nafas.

“Jujur yah, Vi. Gue juga pengen..banget punya kehidupan yang normal. Rumah tangga yang harmonis, pasangan yang romantis, adem-ayem, bukan tiap pagi saling teriak ini-itu nggak jelas. Dan tidur dikamar yang terpisah.”

Sivia refleks ternganga mendengar kalimat Ify yang terakhir. “Lo pisah kamar? Kok bisa?”

“Ya, kita kan nikah sebenernya juga berawal dari ketidak-sengajaan, tanpa cinta. Jadi ya...”

Sivia masih terbengong-bengong. “Hehh! Gimana juga, dia suami lo berhak dapetin 'itu' dari lo. Lo isterinya, wajib ngasih 'itu' ke dia.” Ucap Sivia..hm..agak frontal nggak sih kalau dikantin kampus membicarakan ini?

“Ihh, itu itu itu apaan sih? Jangan spesifik gitu dong.”

“Ohh, okay. Kembali ke pembicaraan awal, apa lo nggak mau memperbaiki hubungan kalian? Kalian udah terlanjur masuk ke dalam situasi ini, mengakhiri bukan jalan terbaik menurut gue, Fy..”

“Jadi menurut lo?”

“Bukan mengakhiri, tapi belajar untuk memulai semuanya dari awal, agar bisa menjadi lebih baik, bukan membiarkannya benar-benar hancur.”

“Tapi susah, Vi..” Ify meringis kecil, mengingat bagaimana abnormalnya hubungan yang ia miliki dengan Rio selama ini, apa mungkin?

“Susah bukan berarti nggak bisa kan? Cinta ada karena terbiasa, masa udah sebulanan ini tinggal se rumah perasaan lo masih benci aja ke dia?”

Ya...mungkin memang perasaan Ify sudah berubah terhadap Rio. Bukan lagi benci, tapi..mungkin cinta?
Hanya ia kurang menyadari apa yang ia rasakan.
Perasaan khawatir yang tiba-tiba datang saat mengetahui Rio belum pulang dari kantor, padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Atau gelisah, saat Rio yang cukup lama mengurung diri di kamar mandi dengan kondisi muntah-muntah karena masuk angin.
Semua rasa yang timbul tanpa ia sadari itu tak pernah sedikitpun ia resapi apa maknanya.

“Jadi?”

Ify mengulum senyum. “I'll try.”

-oOo-

Rio sudah terbiasa dengan sikap cerewet Ify, kebiasaannya mengomel, sikap acuhnya saat Rio mengganggu, tapi tidak dengan sikap super manis yang 2 hari belakangan ini ia terima. Ada apa gerangan? Alih-alih membuat Ify marah, ia justru mendapatkan perhatian luar biasa dari gadis yang telah menjadi isterinya itu.

Cakka manggut-manggut seolah paham dengan apa yang Rio ceritakan padanya barusan. Saat ini, ia, dan Alvin memang memenuhi undangan Rio untuk sekedar ngopi-ngopi disalah satu cafe, disela-sela kesibukan mereka -ia dan Alvin- yang tak lain sebagai mahasiswa. ”Jadi?”

Rio berdecak, “kok malah lo yang nanya? Mestinya gue! Jadi gue mesti gimana? Lo ada kepikiran nggak, kenapa tiba-tiba dia jadi super manis gitu?”

Alvin meletakkan gelas hot cappuchinonya ke atas tatakan gelas. “Gini, bro. Jadi, my princess Sivia chub---”

“---halah, nggak pake alay gitu berapa sih?” Sela Rio dengan ekspresi agak aneh. Risih juga mendengar cowok sekeren Alvin yang terkesan cuek itu berucap demikian.

“Huuu.. Tau deh yang nggak punya panggilan sayang buat bininya sentiment mulu.“ Ledeknya yang diamini Cakka, kemudian keduanya berhigh five Ria.

“Bacot lo berdua, udah deh, jadi apaan tadi?”

“Okay, jadi..kemaren Sivia sempet cerita kalau...”

Bla bla bla..
Sebuah cerita mengalir dari mulut Alvin. Soal apa lagi kalau bukan obrolan antaran Sivia dan Ify di kantin beberapa hari yang lalu.

Cakka menepuk pundak Rio dengan tiba-tiba, membuat pria itu refleks mengumpat sambil mengelus dada. “Tuh, bro..Ify aja mencoba berubah buat kalian, kenapa lo nggak?”

“Hhh, sebenernya...dari pertama kali gue tinggal serumah sama dia, perasaan gue juga udah mulai beda kali ke dia.”

“Beda gimana?”

Rio mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. ”Ya beda, jadi...em, cinta mungkin?” Sahutnya sambil mengangkat bahu. “Tapi ya gitu, gue gengsi juga lah, Ify nya aja gitu.”

“Cupu lo..“ Ledek Cakka.

Alvin mengangguk. “Yoi, man! Cowok sejati itu berani berkata iya, nggak malu mengaku cinta, man..”

“Hidup cowok gantle!”

Rio mendelik, “apa sih lo Kka? Gaje amat.”

“Jadi, lo sekarang mau gimana?”

“Menurut kalian?”

“Shoot her!” Jawab Cakka dan Alvin bersamaan.

“Dia kan udah jadi isteri gue..“ Sahut Rio gemas.

“Halah, merried nggak sengaja juga. Tanpa cinta... Yang ini kan, lo nyatain perasaan, demi kesejahteraan hidup kalian juga. Yoi nggak, man?” Ujar Cakka melirik Alvin dengan satu tangan terangkat. Alvin menyambut tangan Cakka yang mengajak toas itu sambil mengangguk.

“Yongkru... Tunjukan kejantananmu!” Ucapnya sedikit berseru.

“Kata-kata lo ambigu, sipit!” Sahut Rio sambil menggeplak kepala Alvin.
Hhhhh, rasanya Rio mau buru-buru kabur dari cafe ini. Karena ucapan Alvin barusan membuat banyak pasang mata melirik ke arah mereka. Ambigu sih...

-oOo-

Rio mondar-mandir didepan pintu kamar. Ia sedang menanti sang isteri yang sampai sekarang belum juga pulang kuliah.
Sedikit perasaan khawatir mengisi hatinya. Memang ini bukan kali pertama Ify pulang terlambat, tapi entah mengapa, yang kali ini membuatnya tak tenang.

“Den! Den!”

Rio buru-buru mencari arah suara Bik Nah yang menyerukan namanya. Hingga akhirnya, sosok sang empunya nama muncul bersama gadis yang sedari tadi ia cemaskan.
Sedikit kaget melihat keadaan gadis itu tak baik-baik saja, Rio segera berlari menghampirinya.

“Ya ampun, Ify... Lo kenapa?”

Buru-buru Rio mengambil alih tugas Bik Nah dan mendudukkan Ify di sofa, sementara Bik Nah berlalu mencari kotak P3K.

Ify meringis sambil memegangi salah satu kakinya yang mati rasa dibagian atas, tapi cukup nyilu dibagian tumit, hm, juga terluka --yang tidak besar tapi juga tidak kecil-- disana.

“Sshhh, sakit, Yo..”

Rio panik, ia mencari-cari Bik Nah yang belum kembali. “Hahh? Iya sebentar. Bik! Bik! Kotak P3Knya mana?!”

Tergopoh-gopoh Bik Nah menyerahkan kotak putih ditangannya kepada Rio.

“Bikinin Ify teh hangat, Bik.” Suruh Rio setelah menerima kotak teresebut. Tanpa menjawab, Bik Nah segera berlalu meluluskan perintah majikannya.

“Kok bisa gini?”

“Sshh, ta..tadi, aduhh..”

“..so sorry..”

“Tadi, gue ke serempet di perempatan, yang bawa kendaraan ngebut lagi. Aw!” Ify refleks mencengkram kuat pundak Rio karena kesakitan. Rio sendiri hanya bisa menjerit tertahan karena kuku-kuku tajam Ify yang menancap dipundaknya.

“Lo jalan kaki? Kenapa? Pak Man---”

“---lo lupa? Apa emang nggak tau? Pak Man lagi cuti, dan lo! Suami yang mestinya menjaga isteri malah nggak ada perhatiannya sama sekali! Gue kuliah ngojek, pulang nggak dijemput. Tega banget sih?!” Ify mulai mengomel dengan air mata yang tanpa sadar membasahi wajahnya.
Ditengah rasa sakit karena luka di kakinya, ia juga kecewa mengingat sikap Rio yang tak ada perubahan sama sekali padahal ia telah berbuat banyak demi memperbaiki hubungan mereka.

“Maaf..” Sahutnya lirih.

“Maaf?! Kalau lo emang bener-bener ngerasa nggak bisa jalanin ini semua sama gue, lo bilang sama orang tua gue, biar kita selese sekarang! Lo pikir gue nggak capek ngadepin lo?!”

Rio terdiam. Perasaan bersalah itu mengisi hatinya. Ini memang salahnya, kenapa rasa gengsi itu tak mau berkompromi dengan rasa cintanya untuk Ify?
Dengan tenang Rio membawa Ify ke dalam pelukannya.
“Maaf..”

Ify masih sesenggukan dalam pelukan Rio. Ia sendiri tak mengerti kenapa tiba-tiba ia jadi hilang kendali seperti tadi.
“Gue udah berusaha merubah semuanya. Gue mencoba untuk memperbaiki keadaan ini. Tapi kenapa lo nggak mau bekerja sama untuk itu? Untuk kita?”

Hening. Rio tak berniat menjawab, hanya tangannya yang terus bergerak teratur mengusap punggung Ify.

“Gue pengen punya rumah tangga yang harmonis, suami yang romantis, kita bisa saling care, bukan ribut tiap hari. Tapi kenapa lo nggak mau ngerti?”

“Ssttt.. Maaf, Fy. Gue yang salah. Gue yang terlalu gengsi.“ Ucap Rio sambil membelai lembut rambut panjang Ify. “Gue..gue cinta sama lo...” Ucapnya lirih namun terdengar tulus.

Hening. Selain isak tangis Ify, dan hembusan nafas keduanya, tak ada lagi yang terdengar.

-oOo-

”Lo jawab apa?”

Ify menggeleng sambil menggigit bibir bawahnya sebagai jawaban untuk pertanyaan Sivia.
Pagi-pagi sekali Sivia memang telah menampakkan batang hidungnya dirumah Ify. Gadis itu memilih bolos kuliah dengan alasan solidaritas karena Ify yang terpaksa izin karena sakit.
Ify yang melihat kehadiran Sivia jelas dengan senang hati menerimanya, kemudian mengajaknya duduk santai bersama di ruang tengah dengan segelas syrup dan setoples cookies untuk menjadi teman sharing mereka. Dengan senyum merekah Ify menceritakan insiden kecelakaan yang menimpanya, dilanjut dengan kemarahannya--yang membuat ia meluahkan segala unek-uneknya terhadap Rio. Termasuk pula, pernyataan cinta Rio yang membuatnya terdiam.

“Kok nggak?”

“Eung, ya habis gue speechless. Lagian, masa iya dia bilang gitu langsung gue sahutin kalau gue juga cinta sama dia? Aneh kali.”

Sivia meringis. “Itu bukan hal yang aneh bagi dua insan yang sedang jatuh cinta.” Ify hanya terkekeh sambil mencomot salah satu cookies.

“Jadi, lo udah damai? Udah tidur se kamar?” Tanya Sivia iseng.

Ify yang tengah mengunyah cookies jadi tersedak, dengan panik ia meraih gelas syrup miliknya. “Gila lo!”

“Dihh, gue ngasih pertanyaan yang normal kok.“ Sahut Sivia sambil tertawa. “Jadi gimana? Udah?”

”Belum. Hhh, gue bingung gimana mulainya. Masa tiba-tiba gue ngajak dia tidur dikamar gue? Kan aneh. Atau malah dia bakal mikir kalau gue agresif lagi. Hiii..” Ify bergidik.

Dalam hati Sivia mengeluh, agresif dengan suami sendiri bukan suatu hal yang aneh deh.

“Emh, gini aja. Besok tanggal 24, ultah Rio kan?“ Ify mengangguk. “Jadi...” Dan Sivia mulai membisikan suatu rencana untuk ulang tahun Rio.

“Tapi, dia kan pulang paling lama jam 10, belum tanggal 24 dong..”

“Bukan masalah. Ntar gue suruh Alvin yang handle. Bereskan?” Jawabnya santai.

Ify mengangguk paham. “Jadi, kapan lo sama Alvin nyusul gue?” Tanya Ify kemudian sambil menyeringai jahil. Sivia melotot sambil mendaratkan majalah ditangannya dipundak Ify.

-oOo-

Rio mengernyit heran saat mendapati pintu rumahnya dalam keadaan tidak terkunci. Padahal semua lampunya sudah mati. Mencoba berpositif thingking, mungkin Ify atau Bik Nah lupa mengunci pintu, pikirnya.
Dengan mata merem-melek, ia berjalan meniti tangga satu persatu.
Ketika tangannya menyentuh handle pintu kamar, Rio menggerakkan kepalanya untuk melihat pintu kamar Ify yang terkunci.
Diurungkannya niat untuk masuk kamar, dan melangkah menuju kamar Ify.

Cklek..
Kosong.
Kamar Ify yang nampak rapi dengan penerangan yang minim, membuat dahi Rio berkerut bingung. Kemana Ify? Ia melirik arloji ditangannya. Hampir jam 12 malam, kurang 10 menit.  Masa iya di kamar mandi?
Merasa gerah, ia menunda niatnya mencari Ify untuk mengganti baju di kamar.

Keras.
Entah kenapa pintu kamarnya seolah terkunci. Aneh, Rio sama sekali tak pernah mengunci kamarnya. Dicobanya berkali-kali, hingga denting jam 12 malam berbunyi, pintu itu pun terbuka dan....taraaaaa

“Happy b'day to you...happy b'day to you..happy b'day, happy b'day, happy b'day to you....”

Pemuda itu masih terkesima di tempatnya. Dihadapannya ada Ify, gadis yang kurang lebih 3 bulan terakhir ini menjadi isterinya, tengah berdiri dengan sebuah kue bertahtakan lilin dengan angka 19 di atasnya. Yang lebih membuatnya terkejut, Ify menggunakan..lingere?

“If..fy?” Ucapnya dengan nada bertanya.

Ify tersenyum lebar. “Surprise!” Teriaknya. “Sini dong!” Suruhnya.

Dengan ragu Rio memasuki kamarnya dan menghampiri Ify. “Kamu...”

“Make a wish dulu, baru ngomong.” Sela Ify sambil menyodorkan kue ulang tahun dengan lilin yang masih menyala.
Rio menurut, dengan mata terpejam, ia melafalkan doa dalam hati. Kemudian meniup lilin itu dengan pelan.

Ify meletakkan kue ulang tahun itu kemudian bertepuk tangan.

“Kamu kok...”

Ify tersenyum kikuk. Mendadak ia juga bingung bagaimana harus menjalankan rencana Sivia tadi siang. “Eung..ya? Kamu nggak suka aku kasih kejutan?”

Rio menggeleng, tangannya justru menggaruk keningnya karena bingung. “Tapi kenapa?”

Ify memilin-milin ujung gaun tidurnya. “Kan kamu ultah.” Jawab Ify seadanya.

Rio menatap Ify dengan seksama, dari atas hingga ke bawah.
Duh, tiba-tiba Ify tersadar dengan apa yang ia kenakan. Sebuah lingere. Meskipun faktanya Rio adalah suaminya, tetap saja rasa malu itu ada. Apalagi, Rio belum pernah melihatnya dalam kondisi seperti ini sebelumnya.

“Eung..”

Rio menaikkan sebelah alisnya menanti ucapan yang akan keluar dari bibir Ify.

“Ak..aku..”

Diam-diam pemuda itu mengulum senyum, mulai mengerti dengan apa yang Ify rasakan. Bermaksud membuat Ify lebih rileks, Rio menuntun bahu Ify agar tubuh gadis itu terduduk diatas tempat tidurnya.
Ify menurut tanpa perlawanan.

“Kamu beda banget sih hari ini..”

Ify meringis dalam hati. Entah sejak kapan keduanya mulai ber aku-kamu, tapi yang jelas, dalam situasi remang-remang, kondisi berbusana Ify yang..emh itu, membuat Ify jadi canggung sendiri.

“Eung, boleh aku tau wish kamu apa?”

Rio mengernyit, “kenapa?”

“Nggak boleh tau yah?”

Rio berdehem, ia memajukan tubuhnya, membuat reaksi menegang ditubuh Ify yang mulai berpikir macam-macam.
Rio menahan tawanya, mengapa malam ini Ify terlihat polos sekali?

“Aku berharap, malam ini, esok dan seterusnya kamu tetap disini, disampingku.” Bisiknya lirih.

Dengan susah payah Ify meneguk salivanya. Lirih, tapi pasti, membuat kedua pipinya merah merona dalam remang cahaya kamar.

“Ak..aku..”

“Ya?”

“Aku mencintaimu, Rio...”

Rio terkejut. Okay, mungkin ia sudah tau bagaimana perasaan Ify -berdasarkan laporan yang Alvin terima dari Ify-. Tapi, begitu mendengar langsung pernyataan itu dari bibir Ify, tak bisa dipungkiri perasaannya menjadi meletup-letup karena bahagia.

”Kamu serius?”

Ify mengangguk malu-malu. Dengan cepat Rio menarik Ify ke dalam dekapannya. Diciumnya puncak kepala Ify berulang kali.

“Jadi, kita benar-benar akan menjadi suami isteri yang sebenarnya?” Tanya Rio lagi. Ify hanya mengangguk.

“Jadi, kita bisa menjalani kehidupan berumah tangga sebagai mana mestinya?” Lagi-lagi Ify mengangguk.

“Jadi, aku boleh tidur bersamamu dan menagih hakku?“ Ify nyaris mengangguk setelah akhirnya sadar dengan pertanyaan Rio. Ia refleks menggeleng cepat. Namun Rio memilih tak perduli, dan menahan Ify dalam dekapannya, diatas tempat tidurnya...

Okay, mungkin benar tom and jerry selalu bertengkar. Tapi mereka selalu bersama kan?

--- FIN ---

Gue kangen nulis!
Ini sumpah gaje, kacau abis! Nggak tau juga gue kenapa nulis cerita begini, garing yak? Gatau deh kayaknya kurang nendang ahahaa
Hufttt, tinggalkan komentar dan kritik kalian tentang cerita ini yah...

#muchlove!

@niyaaarasyied

Visit : http://niastevania.blogspot.com

Jumat, 22 November 2013

#Somethingrandom : Untitle


Aku dan kamu bukan lagi kita..

Aku dan kamu tidak lagi bersama..

Dilubuk hati ini, tetap ada namamu..

Didasar jiwa ini, masih tersimpan rasa untukmu..

Mungkin rasamu untukku telah tiada..

Mungkin sikapmu padaku telah biasa..

Tapi, semua yang ku rasakan belum berubah..

masih sama, untukmu, seperti dulu...




TANAH GROGOT, 22 NOVEMBER 2013