Kamis, 09 Agustus 2012

With Love - Last Part



The final chap of With Love...


=====

Detik berganti menit, hari kian berlalu. Berbagai macam persiapan yang telah dilakukan jauh-jauh hari itu akhirnya membuahkan hasil maksimal. Acara marathon--dari class meeting sampai acara puncak berupa prom nite, yang di adakan di SMA Harapan Bangsa berlangsung dengan baik. Bisa di bilang hampir mendekati kata sempurna, err atau mungkin harus menunggu kesuksesan acara prom nite malam ini dulu baru kata sempurna itu ada?

Ify yang seharian sibuk berkutat dengan tugasnya sebagai panitia memilih untuk segera melarikan dirinya ke salah satu tempat pijat refleksi untuk merilekskan diri, begitu kegiatan class meeting usai. Hitung-hitung persiapan untuk acara nanti malam juga sih sebenarnya.

“Fy, ntar malem loe ke prom bareng siapa?” Agni yang dengan setengah hati --pasalnya Ify memaksanya-- menemani Ify ke tempat ini membuka pembicaraan.

Ify membuka matanya yang sempat terpejam saat menikmati pijatan dipundaknya, “Sendirian nggak papa kan, Ag?” Jawabnya. “Lagian nggak ada kewajiban buat couple-an juga kan?”

Agni mengangguk. “Iya kali yah..eh tapi nggak tau deh.“ Ia mengangkat kedua bahunya. “By the way, nggak asyik kali, Fy, kalau pergi sendiri.“

“Mau gimana lagi? Elo pergi bareng Cakka kan pasti? Nah Oliv sama Ray--“

“--loe sama Rio!“ Seru Agni memotong ucapan Ify.

Ify mendengus malas. Dalam hati sih berharap banget tapi ya mau bagaimana lagi, sampai detik ini Rio belum melayangkan ajakan 'pergi bareng' juga. Lagi pula, sepertinya Rio sudah memiliki pasangan. Eh tapi nggak pasti juga sih.

“Kayak nggak ada yang lain aja.“

Agni terkekeh, “Yang lain sih banyak, tapi yang loe mau kan cuman dia..“ Godanya. Ify menggeram ditempat, kemudian langsung memejamkan matanya dan membiarkan godaan-godaan Agni berseliweran ditelinganya.

'Aminn! Aminn! Aminn deh, Ag!'
***

Pemuda itu kembali mengklik tombol merah di layar Iphone-nya yang menunjukkan program sound recorder. Matanya mulai membaca tulisan yang tertera di selembar kertas.
Beberapa kalimat yang dengan susah payah ia rangkai sedari tadi.

“Err..hallo, Ify. Jangan dilepas! Aku, eh gue tau elo pasti kaget, err tapi please jangan dilepas. Ak..eh gue pengen elo ngedengerin apa yang pengen gue bilang.“ Ia mengambil jeda dari kalimat panjangnya sejenak. “Err..dan gue harap, elo mau ngejawab, sekarang juga.“

Ia kembali terdiam, kali ini sambil bolak-balik mengambil napas, demi melenyapkan kegugupan yang ia takutkan akan meleburkan pengakuannya sesaat lagi.

“Gue..apapun yang bakal gue bilang sebentar lagi, err mungkin bakal terdengar ugh, aneh. Jadi..I love you, Ify..“ Ia menggantungkan kalimatnya, secara refleks tangannya bergerak mengepal sehingga membuat lembar kertas ditangannya tak berbentuk. “Gue nggak bercanda. Gue serius. Gue cinta sama loe. Jadi, apa jawaban loe? Loe mau kan, jadi cewek gue?“

KLIK! Ia menekan icon tombol --yang sebelumnya berwarna merah-- hitam dilayar Iphone-nya untuk menghentikan perekaman sebuah pengakuan yang tercetus dari dasar hatinya. Kemudian me-replay sekali lagi, dan langsung menyimpan rapi ponselnya--setelah memastikan file rekaman tersebut tersimpan, di atas meja.
Rio. Pemuda yang baru saja melakukan 'perjuangan' yang baru pertama kali dilakukannya itu mendesah lega.

“Biarpun gue ngomongnya belepotan, tapi senggaknya, semua udah kesebut.“ Ucapnya.

Kini, perasaan hatinya yang kembali ketar-ketir. Menduga-duga apa yang akan terjadi nanti malam? Bagaimana reaksi Ify jika mendengar rekaman itu? Dengan kepala yang dipenuhi wajah-wajah Ify, ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, guna mempersiapkan diri untuk malan nanti.
***

“Sebenernya, perasaan loe ke Rio gimana sih, Fy?“

Ify yang tengah sibuk memberikan mascara pada matanya, berbalik menatap Agni yang mulai sibuk dengan sweet dress berwarna gading yang akan ia kenakan di acara prom nite nanti.

“Maksudnya?“ Ify balik bertanya, kemudian melanjutkan acara me-mascara-i matanya.

Agni mendengus kesal. “Nggak usah pura-pura bego deh. I know you verry well, jujur deh.“ Desaknya.

Ify meletakkan mascara ditangannya. Kemudian beralih pada sepasang wedges 7 cm di hadapannya.

“Jujur? Kalau loe nyuruh gue jujur, kayaknya gue nggak perlu nyebut apa-apa deh. Seperti yang loe bilang barusan, you know me so well.“ Jawab Ify seadanya, sambil memasang wedges itu pada kakinya.

Agni tersenyum sumringah. Dengan semangat ia melangkah menghampiri Ify. “Terus, terus, loe nggak ada niatan buat jadian gitu? I mean..nggak lama lagi, kita bakal ninggalin SMA gitu, loe sendiri udah fix mau kuliah di Aussy, itu artinya bakal ninggalin Indonesia, gue--yang seriusan sampe detik ini masih nggak rela kalau loe tinggal, dan Rio. So?“

“So?“ Ify mengangkat sebelah alisnya, yang dibalas Agni dengan gelengan kecil. “Ya, loe jangan berpikir yang aneh-aneh deh. Nggak mungkin kan gue nembak dia?“ Ify terkekeh kecil. Dalam hati, ia memang berharap bisa meninggalkan Rio dengan sebuah keyakinan, bahwa pemuda itu akan menunggunya kembali. Tapi..

“Why not? Ini 2012, Fy! Zaman emansipasi wanita udah dimulai dari masanya Ibu kita Kartini. Loe nembak cowok duluan udah bukan hal baru.“

Ify mendelik. “Emansipasi sih emansipasi, tapi ya nggak dalam hal menyatakan perasaan juga kali.“ Ify menggeleng-geleng, tak habis pikir dengan jalan pikiran cewek tomboy macam Agni. “Nih ya, Ag. Buat gue, cewek itu bukan memilih, tapi di pilih. Dan cewek itu nggak mencari, tapi menunggu.“

Agni melongo mendengarnya. Lebih tepatnya, sedikit kurang paham dengan maksud ucapan Ify. “Sumpah nggak ngerti.“ Ia meringis.

Ify menepuk keningnya. “Gini, prinsip gue, gue nggak memilih seseorang untuk cinta gue, tapi biarkan gue yang dipilih seseorang untuk dijadikan cintanya.“ Jelas Ify perlahan. “Dan buat gue, gue nggak akan mencari cinta--ya meskipun yang pernah gue denger jodoh itu mesti dicari, tapi gue lebih memilih untuk menunggu cinta itu datang sendiri ke gue.“

Agni mengangguk paham. “I see. Dengan kata lain, elo lebih milih untuk nunggu Rio sampe tu bocah ngeshoot elo gitu?“

“Something like that.“

“Emang loe yakin, dia bakal nyatain cinta?“

“Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini Agni...“ Ify berujar gemas. “Lagian, gue pernah baca gini 'women always know'. Kita para cewek udah bisa nebak kalau lagi ditaksir, karena mayoritas cowok Indonesia lebih sering ngelakuin 'serangan' terbuka. Perhatian yang tiba-tiba, semacam nanyain 'udah makan belum?' Atau 'jangan lupa makan yah..' Ya, kan?“

“Jadi maksud loe, loe cukup ngerasa kalau Rio ada rasa gitu sama loe?“

“Yep!“

Ify kembali mematut dirinya di cermin dan kemudian meraih tas tangan berwarna satu tingkat lebih cerah dari warna mini dress merah marun miliknya.

“Eh, gue duluan bareng sama Zahra yah, loe tungguin aja Cakka bentaran, kalau nggak salah tu anak mau ke rumah Rio dulu deh.“ Pesan Ify sebelum pamit.

Agi mengacungkan satu jempolnya. “Eh tapi, emang Zahra nggak bareng Dayat?“

“Bareng kok, sama adeknya Dayat juga, siapa tuh namanya? Ozy? Nah, makanya gue nebeng, sekalian nemenin Ozy lah.“ Ucap Ify sambil tertawa kecil. Kemudian segera keluar dari kamarnya, menghampiri Zahra yang--melalui pesan singkatnya memberitahukan, telah berada di halaman depan.

“Kak, loe pergi sendiri?“

Oliv yang nampak cute dengan dress model baby doll berwarna pink lembut menyambut Ify dengan pertanyaan itu, ketika Ify berpapasan dengannya di anak tangga.

“Bareng Zahra tuh, di depan. Loe nggak barengan sama Ray?“

“Bareng kok. Tapi tu anak lagi ngisi bensin.“ Ify mengangguk. “Gue pikir, elo pergi bareng Rio.“

Ify meringis. Kenapa semua orang berharap dia pergi bareng Rio sih?

“Gue duluan deh, Liv. Kasian tuh Zahra nunggu diluar, bye!“
***

Jas semi formal berwarna hitam dengan kemeja putih didalamnya, berpadu dengan pantofel hitam mengkilap--disepasang kakinya, telah melekat ditubuh jangkungnya. Not bad, ohh bukan sekedar not bad tapi...very good!
Lelaki itu menatap bayangan dirinya dengan seulas senyum tipis penuh kebanggaan.

“Yah, nggak salah gue jadi inceran cewek-cewek HB, gue ganteng gini kok.“ Narsisnya.

“Rio!!! Gue masuk yah?!“ Teriak sebuah suara dari luar pintu kamarnya. Bisa ditebak, pemilik suara itu adalah Cakka.

Cklek!
Rio membuka pintu kamarnya dan memberikan sedikit jalan untuk Cakka memasuki kamarnya.

“Wetss jadi ganteng aja lo, Yo.. Ke dukun mana dulu, tadi?“ Tanya Cakka sesukanya. Rio mendelik tak terima, dan melayangkan sebuah 'ketukan' di kening Cakka.

Tuk!

“Sialan! Dari zaman Tuhan nitipin gue ke perut nyokap gue, gue udah dikasih kegantengan tau?“

“Nggak tau, tuh...“ Ucap Cakka jahil. “By the way, loe nggak niat jemput Ify?“

Rio menggeleng. “Nggak. Mental gue mesti dipersiapin sebaik mungkin nih buat kenekatan gue yang tinggal menghitung menit.“

Cakka menoyor kepala Rio penuh nafsu. “Lebay loe. Yah, gue harap dia masih mau berbaik hati buat ngasih jawaban terbaik, buat kebahagiaan loe.“ Ujarnya berlebihan.

Rio melirik Cakka. “Sekarang, siapa yang lebay?“
***

Ruangan serba guna yang memang luas itu terlihat begitu cantik. Sebuah panggung kecil--dilengkapi dengan seperangkat alat band, kursi-kursi yang nampak cantik dengan hiasan pita, lilin-lilin kecil di atas meja, dan lampu-lampu ruangan yang terkesan redup, remang-remang membuat suasana romantic tercipta dengan sendirinya.

Di sudut panggung, nampak sepasang kekasih yang tengah asyik bercengkrama sambil menunggu teman-temannya yang lain.

“Anak-anak mana deh? Lama amat.“

Shilla, setengah melirik ke arah jam di tangannya bertanya pada Riko yang berdiri disampingnya.

“Dandan dulu kali, jadi lama.“

“Hei, bro!“

Sebuah tepukan diiringi sebuah sapaan sontak membuat Shilla dan Riko menoleh secara bersamaan.

“Lama amat loe-loe pada, kirain pada tepar.“ Seru Riko sambil menyalami Rio, Cakka, dan Agni bergantian.

“Cantik banget loe Ag, malem ini.“ Puji Shilla sambil bercipika-cipiki dengan gadis tomboy tersebut.

Agni menyeringai lebar. “Loe lebih.“

“Ify mana?“ Tanya Shilla sambil mengedarkan pandangannya, mencari sosok mungil yang memang telah seperti sahabat baginya.

“Lha, Ag. Bukannya tu anak udah duluan?“ Tanya Cakka yang mulai ikut clingukan.

“Gue nggak tau, tadi dia emang duluan kok bareng Zahra.“

“Perhatian! Perhatian!“

Suara Patton, selaku MC malam ini membuat semua insan di ruangan ini menghentikan percakapan mereka, termasuk Agni dan yang lainnya. Secara serentak mereka memfokuskan diri ke arah panggung, tempat Patton berdiri.

“Sebelumnya, selamat malam semuanya!“ Sapa Patton bersemangat, yang dijawab dengan tak kalah semangat oleh semuanya.

“Okay, ngomong-ngomong, gue pengen bilang congrats buat panitia acara pesta akbar tahunan sekolah kita tahun ini. Rio cs, ada semuakan? Nggak pada teparkan? Kerja kalian sukses, guys.“ Puji Patton. “Ngomong-ngomong, udah pada nerima surat kelulusan dong? Lulus semua kan?! Itu artinya malem ini, kita nggak usah mikirin yang macem-macem, lupain semua masalah dan kita have fun bareng-bareng disini. Setuju?!!!“

Semua bertepuk tangan, menyetujui ucapan Patton.

“Dan sebagai pembuka acara kita malam ini, gue mau memberikan penampilan spesial gue..ahahaa..“ Patton tertawa, sedikit malu juga dengan kenarsisannya. “Gue, mau nyanyi--dan ini langka banget kan? Lagu Yakin dari Radja!!“ Riuh tepuk tangan menyela ucapan Patton. “Dengan diiringi permainan gitar dari adik kelas kita, Raynald!!“

Dan tepuk tangan pun kembali bergemuruh menyambut penampilan Patton.

Bukalah hatimu untuk diriku
Sebelum cinta hilang
Seperti bintang ku puja dirimu
Seperti malam datang

“Gila! Asyik banget nih Patton milih lagu.“ Celetuk Riko dengan lirikan mengarah pada Rio.

“Yoi, bro. Kayak kode gitu ye nggak?“ Sambung Cakka. Agni dan Shilla kompak menahan tawa.

“Rese amat sih loe pada.“ Dengus Rio sambil melangkah pergi.

Sebenarnya, dari tadi ia memang sudah ingin menjauh. Berada ditengah-tengah couples sebagai seorang single, mana enak sih. Rasanya seperti nggak laku, dan yang paling pasti 'kacang' bertebaran. Bete kan?
Dan godaan--ledekan, dari mereka semua menjadi alasan Rio untuk menjauh dari keramaian, sekaligus bermaksud untuk mencari sosok bidadari hatinya yang belum juga terlihat.

Yakinkan cintamu kepadaku
Agar aku bisa memiliki
Setulus hatiku mencintai dirimu

Lupakanlah smua mimpi-mimpi
Walaupun bayangnya menghantui
Yang kadang slalu ingin memilih..cinta

***

Ify nampak menikmati suara lembut Patton yang tengah mengalun. Disebelahnya ada Zahra dan Dayat yang sedang seru-serunya membahas sesuatu yang ia sendiri kurang paham. Atau mungkin memang karena ia tidak berniat untuk mendengarkan?


Katakan bila hatimu gelisah
Memberi cinta yang indah
Jangan memaksa kan ingin yang lain
Tunggulah cinta memanggil

“Fy..“

Sebuah suara halus yang menyebutkan sepenggal namanya membuat Ify menoleh. Sedikit terpesona--hingga terdiam tak bersuara, Ify menatap Rio --seseorang yang menyapanya-- tak berkedip.

TUK!

Rio mengetuk kening Ify, iseng. Membuat Ify tersadar dan secara refleks membawa perubahan pada raut wajah terpesonanya menjadi lipatan-lipatan kejengkelan.

“Apaan sih?! Iseng banget.“

Rio tertawa kecil, “habis elonya sih, ngeliatin gue sampe nggak kedip gitu. Gue ganteng yah?“ Tanya nya narsis dengan nada menggoda, lengkap dengan aksi menaikkan kerah kemejanya.

Ify bergidik malas. “PD!“

Yakinkan cintamu kepadaku
Agar aku bisa memiliki
Setulus hatiku mencintai dirimu

Lupakanlah smua mimpi-mimpi
Walaupun bayangnya menghantui
Yang kadang slalu ingin memilih..cinta

Hening.
Rio dan Ify terkurung dalam diam, tanpa sadar bahwa beberapa orang yang tadi ada disekitar mereka telah menjauh entah kemana. Tak ada satupun dari mereka yang membuka pembicaraan.
Hingga akhirnya, Rio meletakkan gelas minuman ditangannya, dan kemudian mencolek pundak Ify dengan ragu.

“Apa?“ Tanya Ify dengan alis terangkat.

“Ikut gue yuk!“ Rio mengajuk sambil tersenyum kaku.

Entah mengapa, Ify merasa detak jantungnya mulai tak normal. Lonjakan detakkannya terasa berlebihan. Mendadak gadis ini merasa, mulas.

“Kemana?“

Rio menggaruk-garuk pelepisnya dengan bingung. “Ke taman sekolah bentar.“

Ify mengetuk-ngetukkan giginya, kemudian mengangguk setuju. “Gue naruh gelas ini dulu yah.“
***

Cakka menyikut-nyikut perut Riko yang berdiri disampingnya. “Sstt..sstt, mau ikut nggak?“

“Kemana?“

“Ngeliat free show spektakuler, di jamin nggak nyesel deh.“ Jawabnya sambil terkikik geli.

“Hayo! Ngomongin apa?“ Tanya Shilla yang tiba-tiba saja menyembulkan kepalanya, dari balik punggung Riko.

“Nih, si Cakka mau ngajakin nonton.“

Agni mengernyit bingung. “Nonton apaan, Kka?“

Cakka diam. Sengaja memperlambat jawabannya, membuat 3 anak manusia didekatnya menyipit penasaran.

“Nungguin yah?“ Ucapnya jahil.

TUK!

Agni menjitak kepala Cakka dengan gemas. “Seriusan deh nggak pake bercanda! Muka loe mencurigakan banget sumpah!“ Ucap Agni tak sabaran, Shilla mengangguk setuju.

“Kayak maling yah, Ag..“ Celetuk Riko.

“Gue kan emang maling..“ Sahut Cakka, “..maling hatinya Agni~“

Agni mendelik malas mendengarnya. “Jayus!“

“Aku kan jujur, sayang~“ sahut Cakka dengan manis--bermaksud untuk menggoda Agni, lengkap dengan tampang polos.

“Mau 'ini' lagi?“ Agni menyiapkan tangannya untuk menjitak Cakka, lelaki itu kontan menutupi kepalanya.

“Jangan dong, Ag.. KDRT nih. Yuk deh, loe semua ikutin gue!“

“Dari tadi kek, dut.“

Cakka mendelik mendengar kata 'dut' yang diucapkan Riko. “Apa loe bilang?!“ Tanya nya garang. Riko menggeleng cepat sambil menunjukkan tanda damai dengan kedua jarinya.
***

Ify menatap earphone yang diulurkan Rio kepadanya dengan alis bertaut. Bingung, apa maksudnya ini?

“Dengerin deh.“ Ujar Rio yang lebih terdengar seperti sebuah perintah.

Dengan ragu Ify meraih earphone yang terpasang di Iphone tersebut, dan menyumbatkan ke telinganya.

Rio tersenyum, dalam hati ia merapalkan doa demi kelancaran semuanya.
Ia menekan-nekan layar Iphone di tangannya. Hingga...
Ify tersentak kaget, dengan bola mata melebar sempurna. Ekspresi yang diyakini Rio merupakan akibat dari sesuatu yang sedang didengarkan oleh gadis itu
Beberapa waktu berlalu, Rio yakin betul Ify telah mendengar seluruh pengakuan yang terekam dan terputar saat ini. Ia semakin menatap dalam wajah Ify yang semakin menunduk, seolah menghindari tatapan Rio yang menghujam tepat ke kedua manik matanya.

Meski tahu rekaman itu telah berhenti, Rio tetap membiarkan Ify yang belum memberikan reaksi. Mungkin kaget, tidak menyangka.

Sementara itu, dari balik bulu matanya, Ify dapat melihat ekspresi penuh harap yang tercetak di wajah Rio.

“Jangan pura-pura masih ngedengerin deh, Fy. Itu rekaman gue yang buat, dan gue tau banget seberapa lama durasinya.“ Ucap Rio yang nampak tak sabar karena Ify yang tetap bungkam.

Ify sampai tersentak ke belakang karena terkejut.

“Jangan ngehindar. Seperti yang gue minta, jawab aja sekarang. Gue tau loe udah tau loe udah punya jawabannya kan?“

Rio tak dapat menahan rasa ge-ernya begitu mendapat wajah Ify yang bersemu merah, lengkap dengan senyum malu-malunya.
Dengan perlahan, ia melepaskan earphone yang masih terpasang ditelinga Ify dan mengangkat wajah gadis cantik tersebut.

“Jadi, apa jawaban loe?“

Ify yang masih sedikit shock mengerjap sekali, kemudian berdehem kecil.

“I..ini, serius?“ Tanya nya berusaha normal. Meskipun yang terjadi, justru terdengar aneh karena suaranya mendadak parau.

Aku hanya ingin cinta itu pasti
Jangan adalagi keraguan
Aku hanya ingin cinta yang abadi
Seperti air...

“Apa loe liat gue lagi make topeng monyet? Kostum badut? Gue nggak bercanda!“ Ujar Rio tegas.

Ify menelan ludah dengan susah payah. Dengan --dipaksakan-- berani ditatapnya kedua bola mata bening milik Rio. Mencari kejujuran, dan memang ia tak menemukan kepura-puraan disana.

Perlahan tapi pasti, Rio menyentuh tangan Ify, menggenggamnya erat dan menatap Ify dengan tulus.

Loe mau kan, jadi cewek gue? Apa gadis itu bisa menjawab tidak untuk pertanyaan yang seolah-olah tidak membutuhkan jawaban. Karena sang penanya telah mampu menebak jawaban apa yang akan ia terima.

“Cieeee..jadi juga akhirnya~“ koor panjang itu membuat Rio dan Ify sontak menoleh ke sekelompok orang yang dengan serempak memasang senyum menggoda, tak jauh dari mereka.

“Alhamdulillah ya Allah! Akhirnya mereka jadi juga!“

“Jadi loe nerima gue kan, Fy?“ Tanya Rio dengan mata berbinar.

Ify mengangguk dengan senyum malu-malu. Dan dengan sekali gerakan tubuh mungil itu telah menyatu dalam dekapan hangat seseorang. Seseorang yang memilihnya sebagai cinta. Seseorang yang ditunggunya untuk menjadikannya cinta. "I love you, Ify..."

• • • FIN! • • •

Huaaaa..alhamdulillah ya Allah!
Finally, gue bisa nyelesein final chapter *halahh* dari cerbung abal-abal yang udah gue tulis dari tahun lalu! Masih ada yg inget nggak sih? Kalau nggak inget dan berminat untuk inget, silahkan check notes saya yah pepss!
Huftt! Seandainya gue ngepost pas tanggal 22/23 des, pas banget tuh usia kengaretannya 1 TAHUN!
Okay, sebenernya gue emang sempet frustasi *ini lebay-_-* dan nggak mau ngelanjutin ini lagi. Sampe ngefix--kalau ini beneran nggak bakal dilanjut. Tapi..tapi..ditengah kegalauan hati, mendadak ide menamatkan WL muncul! Sempet stuck karena kehabisan ide buat acara 'jadian' nya RiFy dan lagi-lagi begitu ngebaca novel yang baru gue beli, gue dapet pencerahan!
Okay, ini suatu kejujuran, untuk adegan nembak Rio itu (via VN) gue ambil dari adegan penembakannya Adriel ke Becca di novel Khokkiri! (tapi cuman sebatas cara dia nembak maka vn, latar, kalimat dan beberapa lainnya olahan gue sendiri :D) Itu novel gila keren banget. Complicated deh, romantis, gentlement, dan apayah..gue nggak pernah tau kalau didunia ada penyakit semacam kepribadian ganda *okay, ini ngingetin gue ke...forget it deng* nggak cuman 2 kepribadian dalam satu tubuh doang, tapi bisa nyampe belasan! Dan itu yang dialami sama tokoh utama cewek di novel Khokkiri. Penuh misteri dan bikin senyum-senyum sendiri deh pokoknya.
Akhir kata, sorry typo(s)
Sorry gaje..
Sorry kalau terlalu 'lompat' banget alurnya..
Sorry for everything deh pokoknya.
Saran, komentar, kritik dan semacamnya masih gue tunggu meskipun ini final chap ya :p


Cheers!

@sugargirl08


0 komentar:

Posting Komentar