Kamis, 29 Desember 2011

Sekali Ini Saja....(Short story of RiFy)


 Sekali ini saja....





Tap...tap...derap langkah kakiku yang berpacu cepat terhenti seketika saat sebuah teguran halus menyapa telingaku. Yang tanpa harus melihat wajahnya -sang pemilik suara- pun, aku sudah dapat memastikan bahwa suara itu milik Sivia, sahabatku.

"Eh, Via.." sapaku tertawa garing. Tanpa sadar, tangan kiriku yang sedang bertengger dilengan kursi, meremas-remas lengan kursi tersebut dengan kuat.

"Udah lama? Atau baru nyampe?" sambungku bertanya, dengan nada bicara sesantai mungkin. Tampaknya, usahaku untuk bersikap biasa-biasa saja menjadi sia-sia, saat ku dapati tatapan menyelidik dari kedua mata sipit milik Sivia.

"Elo mau pergi? Kemana? Kok kayaknya buru-buru banget?" cecarnya tanpa jeda.

Aku mendengus, benar-benar percuma. "Hahh?! Kok lo nanya gitu?"

Langkah demi langkah, Sivia berjalan maju ke arahku. "Pakaian lo rapi banget neng... Lagian, masa' iya, elo mau pake-pake tas kayak gitu dirumah." ujarnya, sambil menunjuk-nunjuk mini bag berwarna kalem yang tersampir dipundakku.

Baiklah. Mungkin memang sebaiknya aku membocorkan rencanaku sore ini pada Sivia. Ku harap, gadis cantik didepanku ini takkan menghalangi niat 'penting' ku, setelah ku beberkan semuanya.

"Gue..gue emang mau pergi," aku berucap gugup, tangan kananku menggaruk-garuk keningku yang mendadak gatal. "Nemuin...Rio." sambungku agak pelan. Dalam hati aku berdoa, semoga Sivia takkan memberikan respon yang 'tak' ku harapkan.

"Apaaaa?!"

Dan sepertinya doa ku tak terkabul. Reaksi awal saat ia terkejut saja sudah seperti itu, apalagi nanti. Aku yakin, ia akan melarang keras niatku ini.

"Jangan gila dong, Fy! Ngapain coba, elo nemuin tu makhluk satu? Wasting time aja tau nggak."

Dan bla..bla..bla... Sivia mulai mengeluarkan umpatan-umpatan tak sukanya pada Rio. Dan aku hanya bisa mendengus pasrah.

"Lagian, udah 3 tahun nggak ketemu, lo masih cinta aja sama dia. Lo masih ngarepin dia?!"

Bruk..aku menghempaskan tubuh mungilku pada sofa panjang terdekat. Kemudian memandang jengah ke arah Sivia. Aku tidak mungkin masih mengharapkan Rio, karena aku tau pasti, mengharapkan Rio sama saja seperti mengharapkan pelangi di malam hari. Percuma. Karena sudah keputusan mutlak, kalau kami takkan pernah bisa bersatu.
Aku mempunyai alasan lain mengapa aku ingin menemui pria tersebut. Melepas rindu... Itu adalah salah satu dari beberapa alasan yang ku miliki.

"Please deh, Vi.. Gue nggak sebodoh itu kali, ngarepin yang jelas-jelas nggak pantes untuk diharepin."

Memang benar, kan? Aku tak pantas mengharapkannya. Karena memang sudah takdir dari-Nya kalau aku dan dia tak kan bisa bersatu.

"Trus... Ngapain lo mau ketemu dia?"

"Cuman pengen ketemu, dan ngelurusin beberapa hal yang masih 'gantung' di antara kita."

Sivia memutar kedua bola matanya, entahlah..kesal mungkin.

"Apalagi yang masih gantung, Ify... Semua udah jelas, elo sama dia itu end!" ucapnya tegas.

Aku melengos sebal. Sivia benar-benar keras kepala, dan cerewet.

"Sivia...banyak hal yang masih belum selesai diantara gue dan Rio. Dan sampe pada akhirnya gue bener-bener bisa ngelupain Rio, gue mau apa yang gue anggap belum selese itu bener-bener se-le-sai!"

Sepertinya, Sivia mulai melunak. Ia mengangkat kedua bahunya dengan -agak- ragu. "Fine, gue serahin semua sama lo. Tapi gue harap, ini pertemuan 'spesial' yang terakhir antara elo sama dia."

Aku mengangguk semangat sambil mengacungkan kedua ibu jariku "sipppp! Thanks, Vi!" seruku, dengan kedua tangan yang sudah melingkar ditubuh Sivia, erat.

"Terus, elo sama dia janjian dimana?" tanya Sivia, setelah aku melepaskan pelukanku.

"Nggak tau." jawabku jujur. Karena sebenarnya, aku belum mengadakan janji pada pria tersebut.

"Kok gitu?"

"Gue bingung, gimana ngajakin ketemuannya." ucapku jujur, terdengar polos mungkin.

Sivia menepuk jidatnya keras, "ya ampun...Ify, elo sms kek, bbm-in kek, telpon kek. Miskin ide banget sih."

"Nggak pake ngatain juga kali, Vi." cibirku, Sivia terkekeh kecil.

"Tapi..emang dia mau ketemuan sama lo?"

Aku tersenyum misterius. Meski tidak pasti -karena bukan mendengar dari mulut Rio langsung-, entah mengapa aku merasa yakin kalau separuh hatinya masih milikku, hingga detik ini. So, aku pikir dia tidak akan menolak jika aku meminta untuk bertemu dengannya saat ini.
Tanpa menjawab pertanyaan Sivia, aku segera mengetikan sebuah pesan singkat untuk Rio. Diiringi dengan sebait doa, berharap Tuhan mengabulkan keinginanku untuk menemui pria tersebut.

•• •• ••
Aku cuma ingin bertemu..
Aku cuma ingin pegang tanganmu..
Walau aku tahu rasa..
Cinta ini tak mungkin jadi satu..

"Yo...!"

Aku menyapa dengan sedikit kikuk saat menemukan sesosok pemuda yang sedang dalam posisi memunggungiku.
Dia menoleh dan sedikit memberikan senyumnya untuk ku. Senyum yang terlihat..emm canggung.

"Emm..hai, Fy.."

Aku tersenyum kecil, tanpa bisa ku tahan, tangan kananku telah terulur di depannya.

"Emm..apa kabar, Yo?"

Dia menyambut uluran tanganku. Sentuhannya tak berubah, masih hangat seperti dulu. Membuat keinginanku -yang semula hanya sekedar menjabat tangannya- untuk memeluknya semakin bertambah besar. Yah..aku merindukannya. Sangat merindukannya!

"Baik, Fy." dia tersenyum. Senyum yang lebih manis dari yang pertama. "Duduk, Fy.."

Dia menunjuk sebuah kursi kosong di depannya. Aku berjalan memutarinya, menuju kursi yang ia maksud.

Hening...
Mendadak aku merasa kehabisan kata-kata yang telah ku rangkai panjang lebar sejak di rumah tadi. Ohh Tuhan...apa yang harus aku lakukan?

"Maaf.."

Aku mengangkat wajahku, saat mendengar ia berujar lirih.

"Buat?"

"Semua kesalahan yang udah gue perbuat, semua sakit hati yang pernah lo rasain, semua--"

Aku menyentuh tangannya sambil tersenyum manis, sehingga membuat ia menghentikan kalimatnya. "Masa lalu, Yo. Tujuan aku ke sini...emm.."

"Kenapa?"

Ia bertanya dengan nada bicara yang teramat halus. Membuat dadaku berdesir. Nada bicara yang teramat aku rindukan itu akhirnya ku dengar kembali.

Aku menggigit kecil bibir bawahku, "emmm..masih banyak hal gantung di antara kita, Yo." aku bernafas sebentar. "Ya..meskipun aku tau, ‎​​apa yang udah terjadi sama kita selama ini, udah cukup buat ngejelasin kalau hubungan kita udah...berakhir." ucapku dengan sedikit berat.

Berat? Jelas! Apalagi jika aku mengingat hari-hari yang pernah aku lalui ketika bersamanya. Tak pernah aku di buat menangis olehnya. Dia selalu membuat ku tersenyum, tertawa, dan merasa bahwa aku lah satu-satu nya wanita yang paling bahagia.

"Maaf.."

Aku menggeleng. Terlalu sering aku mendengar kata maaf terlontar dari bibirnya. Jika dulu aku selalu menghindar, selalu mengabaikan. Maka untuk kali ini aku akan mengungkapkan..

"Aku udah maafin kamu, Yo.."

Hening..kami kembali terkurung dalam kecanggungan untuk kedua kalinya. Konyol sekali..

"Kamu..masih sama--"

"Masih!"

Belum selesai aku mengucapkan kalimatku, ia telah memotongnya. Dengan tegas pula! Tapi entah mengapa, aku merasa emm..janggal dengan pernyataannya. Tegas tidak selalu berarti iya, kan? Menurutku sih seperti itu..

Aku tersenyum paksa, "hemm..kamu bahagia sama dia?"

"Ba..bahagia, dia..dia baik.."

Tatap mataku sekarang, sayang..
Dan kau tak bisa berdusta, kepadaku..
Masih jelas hati itu..
Aku sayang kamu..

"Aku masih sayang sama kamu, Yo!" ucapku tegas, tapi pelan. Terdengar lirih mungkin, tapi aku jujur.

Dia mengangkat wajahnya, dan menampakkan raut keterkejutan yang terpeta disana.

"Gu..gue--"

"Kamu bisa bohongin aku, Yo. Tapi kamu nggak mungkin bisa ngebohongin hati, kamu.." ujarku menyela keragu-raguannya.

Aku tahu, dia akan berkata apa. Tapi aku juga yakin, apa yang ingin ia lontarkan dari bibirnya tak seirama dengan hati kecilnya.

"Gue..emang nggak mau munafik, Fy. Gue masih sayang sama, lo.."

Bahagia? Tentu saja! Aku merasa sangat berbunga-bunga saat ini. Tapi aku sadar, bukan saatnya untuk tersanjung seperti ini.

"Tapi..kita juga--"

Aku tertawa pelan. "Kamu nggak usah berpikir, kalau aku mau kita ngejalanin hubungan kita kayak dulu lagi. Aku cuma mau jujur sama kamu, aku cuma mau ngumgkapin perasaan aku yang bahkan nggak pernah berubah meskipun kita udah lost contact tiga tahun.."

"Maaf.."

"Rio..ini adalah ketiga kalinya kamu bilang maaf, padahal kita belum sampe setengah jam duduk disini." sahutku sambil sedikit melirik ke arah arloji stainless steel yang aku gunakan di tangan kananku.

Dia menggaruk-garuk tengkuknya. Lucu sekali! Itu adalah ekspresi yang paling ku ingat dari dirinya, saat ia kebingungan.

"Habis..gue ngerasa bersalah banget sama lo.."

"Yahhh.. Kamu benar. Kesalahan kamu emang udah banyak banget sama aku, aku aja sampe nggak bisa ngitung." ujarku jujur.

"Mau ikut gue?" tanya nya mengajak, tangan kanannya terulur menanti sambutan tanganku.
Aku mengangguk, dan meraih tangannya. Membiarkan pemuda di masa lalu ku ini, membawaku ke tempat yang aku sendiri pun tak tau, dimana...

Sekali ini saja ku buat kau bahagia..
Dan aku akan pergi tuk merelakanmu..

Aku membiarkan dia menggenggam lembut jemariku. Seperti dulu. Sebelum semua yang tak aku duga merenggut segalanya, kebahagiaanku yang selalu tercipta semenjak bersamanya.
Dalam diam kami menyusuri bibir pantai berpasir putih tanpa alas kaki. Genggaman kami tak mengendur, tetap sama. Erat, dan kuat.

"Makasih karena elo udah mau nemuin gue hari ini.."

Aku menatapnya dengan alis terangkat. Kenapa dia yang berterima kasih? Bukan kah dia yang menerima ajakan ku? Itu artinya, aku yang harus berterima kasih, kan?

"Hahh?! Maksudnya?"

Dia menghentikan langkahnya. Kemudian semakin mempererat genggamannya pada jemariku.

"Gue kangen banget sama lo, dan gue nggak nyangka, bener-bener seneng banget waktu dapet sms dari lo.."

Aku mengangguk paham, "ohhh..aku cuman ngelakuin apa yang disuruh sama hati aku." ujarku sembari menarik kelima jariku yang masih terbungkus dalam jemari hangatnya. Aku kembali melangkah, mendahuluinya yang masih terpaku disana.

Dia berlari mengejarku, kemudian mensejajarkan langkah kakinya dengan ku.
Hupp..
Aku merasakannya lagi. Dekapan hangat yang tak pernah ku dapatkan dari pria asing lainnya. Karena memang hanya dia lah, satu-satunya pria asing yang pernah memeluk ku hanya dia, hanya...Mario!

"Izinin gue buat meluk lo, Fy. Sekali ini aja.."

Aku tak menjawab. Hanya berdiam, bertahan pada posisiku tanpa sedikit pun menyingkirkan balutan kedua tangannya di tubuhku.

'Yah, memang hanya untuk sekali ini. Karena nggak akan ada lagi sekali-sekali yang berikutnya..' bathinku.

Sekali ini saja kau ada untukku..
Dan aku akan kehilangan kamu 
Untuk selamanya..

Aku ingin engkau s'lalu
Hadir dan temani aku
Di setiap langkah, yang meyakiniku
Kau tercipta untukku

Dia menyenandungkan lagu tersebut dengan lembut. Tanpa petikan gitar, disertai kepergiaan indahnya matahari terbenam yang secara perlahan mulai kembali ke peraduan.
Tanpa sadar, kepalaku telah luruh di bahunya. Bersandar dengan nyaman dengan mata terpejam. Bukan tidur! Hanya saja, aku sedang menikmati menit-menit terakhir kebersamaanku dengannya. Kebersamaan yang mungkin takkan terulang lagi di waktu-waktu berikutnya.

"Apa kita bisa mengulang yang pernah terjadi di antara kita dulu, Fy?" tanya nya.

Aku membuka kedua kelopak mataku secara refleks. Tanpa mengubah posisiku, aku kembali memejamkan kedua mataku. Berusaha menikmati sentuhan tangannya yang mulai bergerak membelai lembut rambut panjangku. Dengan tangan kiri yang merangkulku, dan tangan kanan yang membelai rambutku, aku dapat merasakan detak jantungku yang kian berpacu cepat.

"Nggak akan bisa, Yo.."

"Kenapa?"

"Mestinya, kamu nggak perlu tanya kenapa, Yo. Karena kamu udah tau jawaban nya.."

Dia mendesah. Aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang hangat menerpa kulit wajahku.

"Fy, itu artinya..hubungan kita udah benar-benar berakhir?"

Aku terkekeh pelan, " bukannya dari dulu? Cuman belum resmi aja. Sekarang..kamu udah sah milik..dia seutuhnya."

Aku merasa sulit menelan ludahku sendiri saat itu. Karena jelas, pernyataanku barusan telah menegaskan. Bahwa Ify, Rio..end!

"Nggak..nggak seutuhnya, Fy.."

"Lalu?"

"Mungkin raga gue emang bersama dia, tapi hati gue...sampe detik ini tetap memilih elo sebagai penghuninya.."

"Ini cuman masalah waktu, Yo."

Ahh..kenapa tiba-tiba, aku merasa setetes cairan hangat mengalir di pipi ku? Aku menangis?

"Cinta ada karena terbiasa. Ntar kalau kamu kebiasaan sama dia juga...kamu bisa cinta kok, sama dia.."

Kini sentuhan lembut itu lenyap. Berganti dengan rengkuhan erat kedua tangannya, yang membawaku pada pelukan hangatnya. Aku menumpahkan segalanya disana. Tangisan yang hanya disertai air mata, tanpa isakan. Hening..lagi-lagi kebisuan menyelimuti keadaan kami. Hingga akhirnya, dia mulai mendesah lirih..

"Aku untuk kamu..kamu untuk aku.."

Dia mulai bersenandung tanpa melepaskan pelukannya di tubuhku. Dan entah mengapa, aku justru ikut bernyanyi bersamanya.

"Namun semua apa mungkin? Iman kita yang berbeda.."

------

Hadohhhhh...*nutup muka pake tangan
Beneran deh, akhir-akhir ini tuh saya lagi galau! Galau to the max! Sebelum cerpen angkuh, gue ngepost cerpen yang judulnya apaan deh? Lupa-__- *ehh
Yang gue inget, ini cerpen yang entah untuk keberapa kalinya gue bikin dengan tema 'peri cintaku'
Kenapaa? Kenapaa? Kenapaa???!!! Karena gue adalah korban peri cintaku!
Okayokayy..forget it.
Selain karena gue KPC (re. Korban Peri Cintaku) juga karena gue lagi galau. Sama siapa? Sama Andrean! *frontal-__-
Andrean yang kata anak-anak mirip Cakka lah, Rio lah, padahal menurut gue dia lebih mirip Alvin! Suer! Nggak percaya? Lets check @lilshake18 kalau udah liat, jangan pada naksir....
Gue bingunggg..gue kangen lohh, udah 3 harian deh nggak mentionan ama dia (˘̩̩̩.˘̩ƪ)
Terakhir mention tuh tanggal 25 dan cuman di RETWEET sama diaaa! Errrrr...
Sebelumnya, tau Andrean nggak, sih? Dia itu anak basket, temen satu timnya Nico di Senayan. Tau Nico, kan? Masa nggak tau? Dia anak AAB yang nampilin freestyle sebagai aksinya-___-
Etapii, bukan berarti kalau dia temennya Nico dia seumuran ama Nico yang kelas dua SMP yahh-__- dia lebih tua dari Nico..Well, pokoknya tuh, terakhir si Nico pernah nimbrung di 'acara' mention-mentionannya gue ama Andrean. Ngecie-ciein gitu. Kayaknya sih dia risih, terus jaga jarak sama gue huhuuuu
Beneran kangen ama mention-mentionnya dia :'(
Aduhh jadi curcol-__-
Anyway..thankso for readers, likers and komentator, luph yu muach muachhh :* :*

Ehh promosi dehh, buat yang belum baca "Love ‎​​In The Difference" lets check my blog yah..hihii
Pengen ngepost di fb takut ditimpukin pembaca soalnya gan?tung dan peri cintaku, juga..ahahaha

Follow :
• Http://niastevania.blogspot.com/
• @NiaStvnia

Akhir kata..

Seeyaa..

Nia 'nistev' Stevania...

0 komentar:

Posting Komentar