Selasa, 27 Desember 2011

Love In The Difference...(Short story of RiFy)

Love In The Difference...



 
-- -- --
Setiap aku teringat wajahmu..
Bisakah hati ini memendammu..
Berulang kali aku mencoba..
Pergi jauh melupakan dirimu..
-- -- --

Brukk...tumpukan buku-buku tebal yang berada dalam dekapan seorang gadis manis itu terjatuh. Berserakan tepat disekelilingnya secara tak beraturan. Beberapa diantaranya tergeletak pasrah dalam keadaan terbuka. Sedikit mendengus gadis itu membungkuk dan mulai memunguti satu persatu buku-buku yang terjatuh tersebut.

Dengan gerakan cepat ia merapikan buku-buku itu, kembali menumpuknya tinggi bak sebuah menara.
Gerakannya seketika terhenti, saat kelima jemarinya berniat meraih sebuah buku yang -kira-kira- memiliki 350 halaman. Tepat dihalaman ke 22, sebuah foto yang sepertinya diambil sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu, menyembul menggoda. Membuat ia tertarik, dan dengan sedikit menautkan kedua alis, diraihnya lembaran foto usang tersebut.
Sepasang cengiran manis mengisi wajah 2 insan yang sedang dilanda cinta, menghiasi lembaran tersebut. Tangan sang pemuda merangkul mesra pundak sang gadis. Masih dengan seringainya, gadis itu menatap siluet samping pemuda yang tengah merangkulnya tersebut.

"Huffttt, kenapa foto ini ada disini?" desahnya bertanya. Ia memejamkan kedua matanya dan mulai menghembuskan nafas dengan kasar. "Lo tau, sekarang gue malah jadi bener-bener kangen lagi sama lo." sambungnya masih tetap sambil menatap selembar foto ditangannya tersebut.

Tak ingin membuang waktu lebih lama, terkurung dalam masa lalu yang sudah seharusnya ia tinggalkan, gadis itu segera menyusupkan -paksa- lembar foto tersebut kedalam tasnya. Lalu mendekap kembali buku-buku tebal yang sempat menghantarkannya pada kerinduan mendalam akan sosok sang pemuda.

-- -- --
Ku gelisah ku tak kuasa
Menghapus kenangan indah bersamamu
-- -- --

Resah dan gelisah menyelimuti keheningan yang melanda jiwanya. Derai hujan yang menyapa lembut dinding-dinding kaca rumahnya justru membuat kegalauan itu semakin nyata.
Sekelumit kisah yang sampai detik ini tak pernah -bahkan sekalipun mencoba- untuk ia lupakan, berseliweran dalam benaknya.
Kisah yang pernah ia rajut dalam naungan hujan, hujan terindah dalam hidupnya.
»»

Langkahnya terhenti saat sebuah deheman tegas dan -agak- berat menyapa indera pendengarannya. Dapat ia pastikan, suara itu milik ayahnya. Ia mendengus, sepertinya akan ada 'ceramah' lagi sore ini.

"Mau kemana, Fy?" tanya ayahnya dengan nada menyelidik. Diperhatikannya sosok sang putri yang terlihat rapi saat itu.

Ify -gadis tersebut- berbalik menatap ayahnya dengan posisi kepala yang masih menunduk.
"Mau pergi, Yah, sebentar doang kok.."

Ayahnya menatap jam dinding mewah nan besar, yang berdiri angkuh di salah satu sudut rumahnya. Kemudian kedua mata tajam penuh ketegasan itu beralih menatap ke arah luar yang menampakkan tangisan alam -yang- cukup deras.

"Hujan-hujan begini? Sama siapa?"

Ini..ini yang paling dihindari gadis berdagu runcing tersebut. Ketika sang ayah menanyakan kemana dan bersama siapa ia akan pergi. Haruskah ia menjawab yang sesungguhnya? Tentu tidak. Karena itu sama saja ia sedang "membangunkan macan yang sedang tidur". Ia tahu betul, ayahnya akan sangat murka jika mengetahui putrinya pergi bersama pemuda, yang -menurut ayahnya- tidak pantas mendampingi putri kecilnya tersebut.

Ify menggigit kecil bibir bawahnya. Bohong dosa, jujur celaka. Bathinnya mengumpat.

"Sama Rio? Iya?!" tanya ayahnya tajam, begitu tak mendengar jawaban dari putrinya. Ify semakin menunduk. Dan 'ceramah' sesungguhnya akan segera dimulai, cibirnya dalam hati.

"Berapa kali Ayah bilang, jangan pernah berhubungan lagi dengan dia! Ayah tidak suka!"

Ify jenuh. Selalu itu. Tidak suka..tidak suka..tidak suka. Dulu, sewaktu hubungannya dengan Rio hanya sebatas teman, ayah Ify sangat merestui. Tapi begitu hubungan itu berubah menjadi lebih intim, ayah Ify menentang tegas hubungan keduanya. Alasannya sederhana, lagi-lagi 'perbedaan' menjadi benteng dalam sebuah hubungan.

"Ayah.." ucap Ify memelas, tampangnya sangat berharap agar sang ayah mengizinkan kepergiannya.

Setelah menggeleng tegas, ayah Ify langsung melayangkan telunjuknya pada kamar Ify "masuk kamar, dan jangan keluar rumah!" perintah ayahnya tegas. "Ayah tau, kamu tidak akan pernah mengecewakan Ayah, Fy." sambungnya melembut.

Ify membuang muka pelan, dengan gontai ia menuruti keinginan ayahnya.

"Maaf, Yo.." lirinya dalam hati.

...

Hanya rintikan hujan -yang bukannya kian mereda justru sebaliknya- yang bisa ia pandangi. Berharap sedikit kesedihannya akan berkurang, seiring lirihnya sang tetes hujan yang menyerbu bumi secara perlahan.
Baru saja Ify mengirimi sebuah pesan singkat pada Rio. Tak perlu bertele-tele untuk menjelaskan alasan batalnya rencana pergi mereka berdua, karena Ify tahu, hanya dengan menyelipkan kata "Ayah" dalam pesan singkatnya, Rio mampu menebak apa yang terjadi.

"Huhhh, dingin banget sih," keluh Ify sambil menggosokkan kedua tangannya. "Mestinya gue lagi sama Rio, nih. Kenapa sih Ayah selalu menjadikan perbedaan sebagai alasan? Kenapa Ayah nggak pernah sedikit aja ngertiin apa maunya gue?" tambahnya. Ify terus berkeluh kesah dengan pandangan yang tak lepas dari sekelompok air mata langit yang masih semangat menyentuh bumi.

"Coba..Bunda masih hidup.." ujar Ify lirih bersama tetes demi tetes kristal bening yang hadir tanpa diundang.

Tok..tok..tok..
Ketukan halus yang berasal dari jendela kaca -yang berada tepat- didepannya menghentikan kenangan Ify.
Ify mengerjapkan kedua matanya berulang kali, berusaha memastikan bahwa sosok adam yang tengah basah kuyup didepannya saat itu adalah pujaan hatinya, Rio.

"Rio!!" pekiknya tertahan. Mulut yang menganga lebar itu pun tertutup oleh kedua tangannya yang bergerak refleks menyentuh mulutnya.

Rio, pemuda basah kuyup yang nampak menggigil kedinginan tersebut menyeringai lebar dengan kedua tangan yang memeluk erat tubuhnya.

"Jangan nangis," ucap Rio yang lebih terlihat seperti gerakan mulut tanpa suara bagi Ify "ada aku, everything gonna be okay with me." sambungnya dengan jempol terangkat. Meski tak terdengar, namun Ify dapat memahami kalimat-kalimat yang meluncur dari kekasihnya tersebut.

Dengan sedikit isyarat, Rio meminta Ify untuk membukakan jendela kamar gadis tersebut agar ia bisa masuk.
Sambil mengangguk kecil, Ify berusaha membuka jendela kamarnya.

"Kok ujan-ujanan?" tanya Ify dengan wajah cemberut. Bukan kesal, apalagi marah. Ia hanya tak ingin Rio sakit gara-gara kenekatan pria tersebut saat itu.

Huppp..Rio melompat masuk kedalam kamar sang gadis. Buru-buru ia meraih remote AC yang tergeletak disofa kamar Ify. Hujan-hujan nyalain AC? Bathin Rio bertanya heran.

"Kan aku pengen ketemu kamu, Fy.." ucapnya jujur, ia menyentuh wajah Ify yang masih meninggalkan jejak-jejak kesedihan disana.

"Tapikan ujan.."

"Demi kamu, badai juga aku ladenin, Fy.."

Sederhana, dan sangat biasa. Namun bagi Ify bermakna beda. Saat yang mengungkapkannya adalah sang pujaan hati, yang hampir tak pernah menggombalinya dengan kata-kata manis kecuali kalimat bersifat spontanitas yang meluncur begitu saja dari mulut kekasihnya itu.

Tersanjung, tentu saja. Dengan bahagia Ify melangkah menghampiri Rio yang sudah terduduk disofa kamarnya. Ia menempatkan diri tepat disamping kanan Rio, dan mulai memeluk lengan pemuda tersebut. Menyalurkan sedikit kehangatan agar rasa dingin yang menyebabkan tubuh kekasihnya menggigil itu segera pergi.

"Makasih," ucap Ify pelan, dengan mata terpejam ia terus memeluk lengan kokoh Rio.

Rio mengacak-acak puncak kepala Ify dengan gemas "sama-sama, main ujan yuk!" ajaknya semangat.

Kening Ify mengkerut "habis ujan-ujanan, mau main ujan?" tanya Ify heran, Rio mengangguk mantap "kalau ketauan Ayah--"

Rio menepuk-nepuk pundak Ify "aman kalau sama aku, Ayah nggak akan tau."

Ify berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Dan menit berikutnya, dengan gerakan mengendap-endap baik Rio maupun Ify berusaha melewati jendela kamar gadis tersebut, untuk kemudian kabur menuju taman terdekat yang berada disekitar perumahan Ify.
««

"Ya ampunnn!! Malah jadi galau gini gue," keluh Ify. Kepalanya menggeleng. Berusaha mengusir 'kisah manis' yang baru saja singgah dalam benaknya.

Drttt..drtttt
Dan getar-getar kecil yang berasal dari handphonenya, membuat gadis manis tersebut mempunyai pengalihan terbaik dari masa lalunya.

From : my love
Belum makan, kan? Ganti baju dan aku akan tiba dirumah kamu dalam waktu setengah jam dari sekarang.
Loveyou :*

Ify mengendikkan bahunya sambil mendesah. Pergi dengan 'my love' nya ini sepertinya lebih baik. Semoga...

-- -- --
Pantaskah bila aku tak mampu melupakanmu?
Kini aku telah bersamanya
Haruskah kusesali apa yang telah terjadi?
Aku tak mungkin denganmu
-- -- --

"Kok berenti, Fy?"

Tanya seorang pemuda yang berstatuskan sebagai kekasih Ify, saat ini. Ia mengernyitkan dahinya heran saat menyadari Ify yang tiba-tiba saja menghentikan langkah kakinya. Padahal, pintu masuk food court yang akan mereka kunjungi masih beberapa langkah lagi.

Ify yang masih terpaku ditempatnya lantas menoleh dan tersenyum samar. Berusaha menyembunyikan kekhawatiran yang secara tiba-tiba menyelimutinya.

"Nggak papa, kok. Kamu..duluan aja yah, nyari tempat disana," ujar Ify dengan telunjuk mengarah pada pintu food court yang -kira-kira- masih 5 langkah dari tempat mereka berdiri saat ini. "Aku mau ke toilet dulu." sambungnya.

Pemuda itu mengangguk paham, setelah menyempatkan diri mengelus sayang rambut panjang Ify, ia pun pamit mendahului gadisnya tersebut.

"Ya udah, aku tunggu didalam yah, bye!"

Perlahan punggung lebar tersebut menghilang dari pandangan Ify. Dengan susah payah Ify berusaha menahan laju bulir-bulir air mata yang siap terjun sekarang juga. Matanya yang tidak terlalu besar itu menangkap sesosok pemuda lain -yang bukan lagi kekasihnya- yang akhir-akhir ini tengah dirindukannya sedang duduk berdua dengan seorang gadis. Entahlah siapa gadis tersebut, hanya saja Ify berspekulasi bahwa gadis tersebut adalah kekasih baru pemuda tersebut.

Hufft..tidak boleh! Ini tidak boleh diteruskan! Air mata Ify tidak boleh lagi mengalir karena pria tersebut. Pria yang memang tak akan pernah mungkin ditakdirkan untuk bersamanya. Lagipula, bukankah ia sendiri sudah memiliki kekasih? Menjaga apa yang telah ia miliki saat ini lebih baik daripada mengharapkan sesuatu yang memang sudah bisa dipastikan, takkan pernah mampu menjadi miliknya. Benar, kan?

"Nggak, Fy! Nggak! Inget cowok lo! Rio cuman masa lalu, iyah masa lalu!"

Gadis itu membathin dalam hati. Meyakini dirinya sendiri agar tetap menjaga perasaan yang ada untuk kekasihnya saat ini, dan membuang jauh seluruh cinta yang masih tersisa untuk pemuda tersebut. Walaupun sulit...

My Love calling..

Terpampang pada layar handphone yang baru saja ia ambil dari tas tangannya. Dengan segera Ify menekan tombol penjawab, dan memulai langkahnya dengan mantap memasuki food court yang memang sudah menjadi tujuannya.

"Iya, ini udah mau masuk. Okay! Sip!"

Klik..
Sambungan terputus, setelah berulang kali mengulur nafas, ia segera mendorong pintu masuk food court dan membuang pandangan dari sepasangan muda-mudi yang sedang menyantap pesanan mereka, disertai canda tawa -yang terdengar- mesra ditelinga Ify.

-- -- --
Memang semua salahku melangkah
Menjalani cinta yang tak mungkin
Saat harus kusudahi semua
Perjalanan cinta yang tak pasti
-- -- --

Ify kembali termenung disalah satu sudut kamarnya. Dengan menekuk dan memeluk kedua lututnya, gadis itu memandangi langit gelap yang menyajikan ribuan bintang dan separuh bulan disekitarnya. Sangat indah, namun tak seindah hati Ify.
Terkadang ia berpikir, seandainya dari awal ia menuruti perkataan ayahnya, dan menahan segalanya agar tak berjalan terlalu 'jauh', mungkin rasa kehilangan itu takkan begitu terasa hingga detik ini.
»»

Semilir angin berhembus menyapa lembut daun-daun kering yang berjatuhan disekitar pohon akasia yang menjulang tinggi, di taman ini.
Suara daun-daun yang bergesekan dengan tanah kering itu mengisi keheningan yang tercipta diantara kedua insan, yang dilanda cinta.

Tangan sang gadis dengan terampil mengelus mesra rambut bergaya spike milik kekasihnya. Sesekali jari telunjuknya bergerak memutar disana -rambut-.

"Fy?"

Ify yang terlalu berkonsentrasi pada rambut kekasihnya pun menunduk. Menatap penuh tanya pada pemuda yang sedang berbaring di pangkuannya.
Tangannya masih terus mengelus-elus rambut 'lelaki' nya.

"Ya.."

"Apa... Nggak sebaiknya kita..ki..kita put..tus aja?" tanya Rio -kekasih Ify- dengan nada melemah pada akhir kalimatnya. Ia memejamkan kedua matanya, saat berucap demikian.

Kedua bola mata Ify melebar sempurna. Terkejut tentu saja, bagaimana bisa kekasihnya mengatakan hal demikian, tidak kah pemuda tersebut tahu betapa Ify teramat menyayanginya?

Gerakan tangan Ify terhenti saat itu juga "Ka..kamu kok ngomong gitu sih, Yo? Kamu udah nggak sayang lagi sama aku?"

Rio bangkit dari posisi berbaringnya, dan duduk manis disamping Ify. Diraihnya tangan kanan Ify, lalu digenggamnya lembut dengan tatapan menghujam pada kedua manik mata Ify.

"Bukan! Justru karena aku sayang sama kamu, Fy.." ucapnya lembut.

Ify menggeleng, "kalau kamu sayang sama aku, kamu nggak bakalan minta putus, Yo! Karena itu sama aja dengan kamu nyakitin aku!"

"Fy.. Aku sayang kamu, aku nggak mau hubungan kita jadi nggak berkah buat kita karena ayah kamu yang nggak setuju. Aku tau, Fy.. Ayah kamu sayang banget sama kamu, dia cuman nggak mau kamu salah pilih, itu aja." jelas Rio memberi pengertian. Kedua tangannya bergerak naik menyentuh pundak Ify.

"Kita emang berbeda, Fy. Bukan dari segi bangsa, ras, atau warna kulit yang masih bisa ditolerir untuk menyatukan hubungan kita, tapi.. Kamu tau, kan? Perbedaan apa yang menjadi tembok pemisah kita?" sambung Rio.

Ify membuang muka, dengan kasar ia menghentakkan kedua tangan Rio yang bersarang dibahunya.

"Kenapa kamu sama ayah selalu ngebahas itu?! Tuhan menciptakan perbedaan bukan untuk menjadikan jarak diantara hubungan seseorang. Tapi justru sebaliknya, menyatukan perbedaan yang ada dan menjadikan perbedaan itu indah di mata semua!"

"Tapi dalam agama ada satu perbedaan yang nggak bisa di tolerir, Fy. Mungkin untuk berteman nggak masalah, tapi menikah? Pasti ayah kamu sudah menjelaskannya kan?"

Ify terdiam. Kalimat Rio yang terakhir membuatnya tak mampu menjawab. Ia sudah tahu, sudah paham namun manusia tak ada yang sempurna. Jika hati berbicara, apa yang dikomitmenkan sedari lama bisa saja menjadi goyah karena cinta.

"Aku masih dan akan tetap sayang samu kamu, Fy. Selalu! Selamanya!"

Ucapan Rio membuat Ify terisak. Kepalanya menunduk dalam, kedua bahunya bergerak naik turun seirama isakannya.

"Tap..tapii..kenapa baru sekarang kamu minta putus? Kenapa nggak dari dulu, Yo? Saat perasaan ini masih mungkin untuk dihapus. Kenapa? Kenapa kamu siksa aku kayak gini?"

Aku terlanjur cinta kepadamu
Dan t'lah ku berikan s'luruh hatiku

"Aku tau aku salah, makanya.. Sebelum kita terbawa semakin jauh dalam hubungan ini, mungkin lebih baik kala--"

"Kamu jahat!" teriak Ify keras.

Tanpa mengucapkan salam perpisahan gadis itu meninggalkan Rio yang nampak menyesal. Membawa kepingan hati yang telah hancur dan tergores kalimat cinta yang ternyata adalah sebuah kesalahan. Satu yang diharap, ia mampu menghapus 'kesalahan' yang pernah tertulis dihatinya itu dan melupakan semua kenangan yang pernah tercipta karenanya.
Tapi satu yang tak bisa Ify pungkiri, kesalahan ini merupakan kesalahan terindah yang pernah ia perbuat selama hidupnya. Ia berjanji. Takkan ada yang kedua, karena seindah-indahnya kesalahan ini, tetap saja meninggalkan luka mendalam dalam hatinya.
««

"Ify! Makan sayang.."

Mendengar ajakan makan malam bersama dari sang ayah yang -sepertinya- telah duduk manis di meja makan, Ify pun buru-buru merapikan penampilannya. Membersihkan wajah dari jejak-jejak air mata, yang tak boleh terbaca ayahnya.

"Iya, Ayah!" Serunya ceria.

Sudahlah. Yang lalu biarlah berlalu. Kini, ia hanya perlu menjalankan apa yang ada dihadapannya sekarang. Mengikuti garis yang sudah dilukiskan Yang Maha Kuasa untuk hidupnya. Meski bukan bersama Rio, tapi ia yakin, lelaki yang menjadi pendampingnya saat ini adalah pilihan terbaik yang dikirimkan Tuhan untuknya.
Tanpa harus melupakan Rio. Seseorang yang pernah mengisi harinya. Seseorang yang pernah menghuni hatinya...


Tak ingin kusesali apa yang telah terjadi
Selamanya kau di hati

Kau kan selalu di hati

-----

Song : Pantaskah_Marcell

Hallo everybody...*nyengir cantik.-.
Ini menggantung lagi yahhhh...sengaja sih :D
Yaa intinya, apayahhh...saya juga nggak tau-__-
Maaf kalau ceritanya ga to the ring sama dengan so flat-__- i know that...
Yaahhh..ini cuman sekedar ungkapan kegalauan hati yang tertuang pada sebuah kisah yang lagi-lagi gue make RiFy sebagai tokoh utama. Karena gue RFM, dan emang karena gue udah kebiasaan aja gitu bikin cerita RiFy. Jangan pada bosen yahhh..habis penulis 'RiFy' kayaknya mulai berkurang, jadi gue pengen tetep terus mengeksiskan tokoh RiFy...*apaan sih-___-'

Anywayy, gue orangnya ngga pernah bosen buat ngucapin terima kasih buat semua likers, readers, dan komentator. Thankso all..luph you muach muach aahhahaa

Akhir kata...

Seeyaa..

Nia 'nistev' Stevania

1 komentar: