Selasa, 06 Desember 2011

-- Dibawah Rinai Hujan --

Short story of RiFy...


:: Dibawah Rinai Hujan ::


Dibawah rinai hujan mereka bertemu. Dengan mata saling beradu, dan debar jantung yang tak menentu..

Deg...
Detak jantung dua insan berlainan jenis itu mendadak berdetak semakin cepat. Kala kedua mata mereka saling beradu dan terdiam terpaku pada satu titik temu. Tak ada suara, tak ada kedipan. Hanya tetap diam dan terus menatap. Tak dirasakan lagi deras nya air hujan yang mulai semakin gencar menyergap tubuh mereka. Hingga sebuah suara membuyarkan semuanya, mengacaukan segala irama hati yang mengalun merdu seiring pacu jantung yang kian tak menentu.

"Ify!!"

Merasa dipanggil, gadis itu buru-buru memutar titik fokus pandangannya. Dengan kening berkerut ia menanti ucapan selanjutnya, yang akan keluar dari bibir sahabatnya tersebut.

"Sini!" tangan seseorang yang memanggil tersebut berayun, menyuruh gadis itu mendekat padanya. " Ujannya makin gede! Elo nggak mau balik bareng gue?!!" teriakan sahabatnya kembali bergaung. Serta merta ia mengangkat wajahnya, dan mulai tersadar bahwa anugrah Tuhan telah diturunkan sejak tadi. Ia mengangguk samar. Setelah menoleh sekilas, disertai senyum yang diukir secara ragu-ragu, gadis tersebut segera berlari menerobos hujan demi menghampiri sahabat yang selalu setia menemaninya, Sivia.

Berbeda dengan Ify, gadis yang beberapa menit lalu menjadi lawannya dalam beradu pandang, pria tersebut justru tetap termangu ditempatnya. Hingga lirihnya air hujan tak dirasakan lagi, berganti dengan sebuah tepukan halus di pundaknya.

"Sarap lo!" maki seseorang yang menepuk pundaknya tersebut. "Kalau mau sembuh jangan hujan-hujanan dong!" tambahnya lagi, dengan tampang marah yang dibuat-buat.

Bukannya takut, pria tersebut justru terkekeh pelan. Kemudian ditariknya lengan seseorang yang telah memayunginya tersebut. Dan dibawanya berjalan, menghindari hujan.

"Makasih atas perhatiannya, Alvin. Tapi gue nggak hujan-hujanan kok.." kilahnya.

Tuk..pria bernama Alvin itu pun menjatuhkan sebuah jitakan kecil dengan tangan kirinya yang bebas -karena tangan kanannya sedang memegang payung- di kepala Rio, orang yang di payunginya.

"Bego!" makinya lagi "apa namanya kalau bukan hujan-hujanan? Jelas-jelas, elo basah kuyup gini." sungutnya dengan tatapan naik-turun memperhatikan keadaan sahabatnya.

Rio tetap tertawa, "aduh..katanya pengen gue sembuh, jangan dimarahin mulu dong, guenya.."

"Nggak nyambung norak!"

Rio menjulurkan lidahnya, persis anak kecil. "Bodo!"

Alvin melengos, memilih mengalah pada orang yang sudah ia anggap seperti saudaranya tersebut.

"Istirahat lo!" perintahnya otoriter, "jangan keluar kamar lagi ya, Yo.." tambahnya.

Rio mengangguk malas, "temenin ya tapi.."

"Dasar anak kecil.."


Dibawah rinai hujan mereka berteman. Menjalin suatu ikatan yang tak perlu di ikrarkan.


Suara kicau burung pagi menjadi teman setia yang selalu menjadi penghiburnya di kala mata terbuka. Ditemani semilir angin berhembus yang menyapa mesra permukaan kulitnya, ia menikmati suasana pagi yang masih segar. Uuu..rasanya pagi ini terasa lebih dingin dari biasanya. Terang saja, rintik-rintik kecil air hujan dengan semangat menyerbu bumi.

Tuk..tuk..tuk..
Ketukan berirama teratur, hasil perpaduan bertemunya lantai marmer dan sepatu tersebut membangunkan imajinasinya. Membuat mata yang sempat terpejam.  itu terbuka kembali. Kemudian secara tiba-tiba, ia mulai mencari-cari sumber ketukan yang entah mengapa bisa membuat jantungnya kembali berdetak.

"Hei! Gue boleh duduk disini, nggak?" seorang gadis sudah berdiri disampingnya. Melayangkan sebuah pertanyaan dengan jari telunjuk mengarah pada tempat kosong disebalahnya.
Tak ada jawaban, gadis tersebut mencoba menyadarkan pria tersebut dengan tepukan halus.

"Hallo! Elo baik-baik aja, kan?"

Tersadar, pria tersebut mulai mengerjapkan kedua matanya, ia berusaha menetralisir degup jantung yang mulai tak beraturan tersebut. Kemudian dengan kikuk ia mempersembahkan seulas senyum pada gadis tersebut.

"Gue boleh duduk di sini?" gadis itu mengulang pertanyaan yang sama, yang dengan cepat langsung diangguki oleh pria tersebut.

"Gue Ify," gadis tersebut mengulurkan tangan kanannya. "Alyssa Saufika Umari." tambahnya.

Pria tersebut menyambut uluran tangan tersebut dengan senyum ceria. "Gue Rio. Mario Stevano." ucapnya, tersenyum.

"Well, sorry yah, kalau gue ngeganggu waktu sendiri lo. Abis temen gue rese' nih..masa mandinya lama banget, gue kan bete nungguin sendirian." cerita Ify dengan kesal.

Rio tersenyum kecil, "nggak papa. Temen lo dirawat di sini juga?"

Ify mengangguk, "ya.. Dia kecelakaan kemaren."

"Parah?"

"Nggak. Biasa, lecet dikit sama kakinya terkilir kali. Wajar sih..kejatuhan motornya sendiri.." jelas Ify. "Elo sendiri?" Ify memperhatikan penampilan pria tersebut. Dari penampilannya, pria ini pastilah salah satu pasien di rumah sakit tersebut. Wong baju yang di pakai kan baju khusus, baju yang hanya dikenakan para penghuni rumah sakit. "Elo yang sakit yah? Sakit apa? Di sini udah berapa lama?" tanya Ify beruntun.

"Banyak banget nanya nya.." celetuk Rio.

Ify menyeringai kecil. Malu juga, kebiasaan buruknya terbawa-bawa pada orang yang baru dikenal nya.

"Sorry, kebiasaan."

"Nevermind. Gue emang sakit, disini udah.." pria tersebut menggantung kan kalimatnya, kemudian menggunakan jemarinya untuk menghitung jumlah hari yang telah ia habiskan di rumah keduanya tersebut. "Ya..udah sekitar 1 mingguan lah.."

Ify ternganga, "hahh?! Gila... Elo sakit apa? Lama juga." ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan heran. Bagi Ify yang memang paling anti rumah sakit, 3 hari sudah termasuk dalam kategori lama untuk menginap di rumah sakit, apalagi seminggu..

Entah dorongan darimana, Rio secara refleks menepuk-nepuk puncak kepala Ify. Membuat gelengan kepala Ify terhenti, dan mendadak gadis itu merasakan hatinya berdesir. Rasa hangat menyelimuti dirinya.

"Biasa aja.. Nggak usah takjub gitu deh." seloroh Rio.

Ify menyingkirkan tangan pria tersebut dengan canggung. "Ishh, apaan sih.. Siapa yang takjub? Gue kan tanya, jawab yang serius dong, Yo."

"Bukan sakit apa-apa. Cuman korban tusukan perampokan, makanya mesti dirawat sampe lukanya kering."

"Haahh?! Elo dirampok? Elo ditusuk? Terus, terus..yang nusuk di tangkep nggak?" tanya Ify penasaran.

Belum sempat Rio menjawab, sebuah teriakan sontak membuat kedua nya memutar kepala ke belakang.

"Ify!! Sini!! Buruan!!"

Ify mendengus, Rio hanya tersenyum melihatnya. "Temen gue udah balik tuh, gue ke sana dulu yah.. Ntar kita ngobrol-ngobrol lagi, okay?" pamit Ify.

Rio mengacungkan kedua jempolnya tanda setuju. "Sip!"

"Bye, Rio!" pamit Ify, setelah sebelumnya menyempatkan diri untuk mengacak-acak rambut pria tersebut. Rio tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sedangkan Ify, gadis itu telah berlari kecil menerobos rintik hujan yang mulai mereda.

Dan tanpa keduanya mengerti, pertemanan itu terjalin tiba-tiba. Seolah mendapat chemistry yang kuat, mereka bahkan bisa merasa saling mengenal dari lama meski pada kenyataannya perkenalan itu terjadi dalam waktu yang singkat.


Dibawah rinai hujan keduanya semakin dekat. Timbulnya benih-benih cinta yang tanpa sadar telah mengikat hati mereka. Membuat keduanya semakin sering bersua.

Rio memetik gitar di pangkuan nya tanpa arah yang jelas. Ini ia lakukan hanya untuk mengisi kebosanannya selama menunggu kehadiran seseorang. Seseorang yang sejak awal telah menyita perhatiannya. Dan semakin lama semakin membuat dirinya terhanyut dalam pesona yang tak pernah ia temui sebelumnya.
Dipandanginya langit gelap yang mulai kembali menurunkan titik-titik nikmat Tuhan. Sangat menyenangkan..
Di taman ini, di bangku ini, di balik gedung rumah sakit ini...cerita mereka bermula, dan masih berlanjut sampai hari ini.

"Cinta dalam hatiku hanyalah untuk dirimu... Takkan terganti dihati ku, selamanya.. Tak mungkin bisa ku hidup tanpa kasih sayangmu.. Separuh jiwamu, t'lah dihatiku~"

Prok..prok..
Senandungnya terhenti saat tepukan riuh itu mengejutkannya. Tepuk tangan yang sebenarnya hanya di hasilkan dari sepasang tangan, tapi terdengar sangat bergemuruh karena pemiliknya terlalu bernafsu saat menggunakannya -bertepuk tangan-.

"Ify?" Rio membenarkan letak gitarnya, "duduk.." suruhnya, sambil menepuk bangku kosong disebelah nya.

Ify yang masih terkesima, menurut. Ia melangkah lebih cepat, dan langsung menempatkan diri disebelah pemuda tersebut.

"Suara lo, bagus! Lagu nya juga. Lo yang bikin, ya?"

Rio mengangguk, "bisa dibilang begitu."

Ify berdecak kagum, "waaa..keren!" serunya bertepuk tangan kecil, "inspirasinya darimana tuh? Pasti dari gue deh, ahahaaa.."

"Emang!"

Tawa Ify terhenti. Ucapan refleks yang tanpa memiliki maksud tersembunyi itu mendapatkan jawaban bernada pasti. Meski hanya satu kata, namun ketegasan dalam penyampaiannya membuat Ify yakin bahwa tak ada kebohongan disana.

"Hahh?! Ap..apaan sih, gue kan bercanda."

"Gue serius!" balas Rio sambil menatap lembut, tepat di kedua manik mata Ify.

Ify menunduk malu, pijar-pijar kehangatan yang memeluk hatinya  begitu terasa saat itu.

"Emm, itu belum full, kan? Nyanyiin secara full dong, Yo.." pinta Ify memelas, sekaligus salah satu bentuk pengalihan dari ke salah-tingkahannya.

Rio menggeleng, "belum waktunya, entar gue bakal nyanyiin secara full version kalau udah waktunya." ucap Rio

"Kapan?"

"One day.."

"Tapi, kapan?"

Rio mencubit hidung mancung Ify dengan gemas, "kalau udah waktunya!" ucapnya lagi, kemudian melangkah pergi meninggalkan Ify.

Ify mendengus, "ihhh..Rio! Tungguin gue!"

Dibawah rinai hujan hati mereka bersatu. Merajut benang-benang cinta yang memenuhi kalbu. Bertekad saling setia tanpa ragu.

Derasnya hujan tak membuat mereka meninggalkan tanah lapang tersebut. Justru mereka semakin gila memainkan bola basket yang mereka dapat secara diam-diam dari loker dokter yang memang sudah begitu akrab dengan mereka.
Tanpa memikirkan basahnya tubuh mereka, tawa renyah tetap terurai dari keduanya.

"Udahan yuk, Yo! Ujannya makin deras nih!" ajak Ify setengah berteriak. Derasnya hujan akan mampu meredam suara gadis tersebut jika ia tak berteriak seperti itu.

"Bentar lagi dong, Fy.. Lo kan tau, kalau ada Alvin gue bakal dilarang habis-habisan buat main." pinta Rio memelas.

Ify melipat kedua tangannya dan berdecak kesal. "Nggak ada! Pokoknya udahan!" ucapnya tegas.

"Nggak mau!" tolak Rio.

"Harus mau!"

Rio bergeming, dan kembali memantulkan bola basket di tangannya tanpa memperdulikan Ify.

"Rio, balik!"

"Ogah!"

Ify menggertakkan giginya dengan kesal. "Ya udah, gue duluan! Lo main aja sendiri!"

Bukkk...
Bola basket tersebut terhempas seketika. Ify yang belum dua langkah meninggalkan Rio justru tertahan di tempatnya, saat kedua tangan pria tersebut mengunci tubuhnya dibawah rinai hujan.

"Jangan tinggalin gue.."

Ify menelan ludah. Detak jantungnya kali ini benar-benar berdetak semakin keras dari waktu-waktu sebelumnya, saat ia menghabiskan waktunya bersama pria tersebut.

"Gue cinta sama lo, gue sayang sama lo.."

Ify tak menyangka, kalimat seperti itu akan keluar dari bibir pria yang ia puja. Dengan hati-hati ia mengurai kedua tangan Rio yang memeluknya erat.

"Gue cinta sama lo, Fy. Gue sayang sama lo.." ulang Rio saat Ify berbalik menatapnya. Di genggamnya kedua tangan Ify, dengan tatapan yang tak lepas dari bola mata gadis tersebut.

Ify tersenyum lebar dan langsung mendekap erat tubuh Rio. "Me too." bisiknya.

Dan dibawah rinai hujan, mereka bersenandung. Senandung hati untuk sehidup semati, menjaga cinta kasih yang suci.

Ify memperhatikan penampilannya berulang-ulang. Berbeda dari biasanya, malam ini ia memilih untuk mengenakan short dress bergaris tipis, dengan warna cerah sebagai pembungkus tubuhnya. Terlihat sangat manis.
Merasa sempurna, ia segera melangkah kan kakinya menuju suatu tempat.

Masih tempat yang sama, suasana yang sama, dan dengan orang yang sama.
Taman yang terdapat di belakang gedung rumah sakit yang pernah menjadi tempat dimana Rio menghabiskan waktu dalam masa-masa penyembuhan luka tusuk akibat perampokan yang pernah di alaminya.
Di tempat itulah, Ify menghentikan langkahnya.

"Rio mana sih?" gumamnya, bertanya. Pandangannya berkeliling memperhatikan sekitarnya yang nampak sepi.

"Mana di sini dingin, sepi," ia memeluk kedua lengannya. Kesal juga, kenapa ia memilih dress berlengan pendek seperti ini? Kenapa ia tidak mengenakan jaket, sweater atau cardigan untuk menghangatkan tubuhnya? Padahal ia tahu bahwa langit tak begitu berbintang, pertanda sedang mendung dan tak menutup kemungkinan hujan pun akan datang.

"Aduhhh..horor banget sih ni taman. Perasaan,  biasanya asik-asik aja deh." ujarnya lagi.

"Happy birthday to you.. Happy birthday to you.."

Sosok Rio telah hadir dengan sebuah mini tart coklat yang dihiasi 3 buah lilin diatasnya.

"Happy birthday..  Happy birthday..  Happy birthday to you.."

Disodorkanya mini tart tersebut dihadapan Ify.

"Tiup dong, cantik~" suruh Rio. "Jangan lupa make a wish." tambahnya.

Ify memejamkan matanya sejenak. Kemudian mulai memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa, memohong akan segala kebaikan untuk hidupnya, orang-orang yang disayanginya, serta orang-orang yang menyayanginya.

Fiuhhhh..ditiup nya ketiga lilin yang menyala tersebut, sambil membuka mata.

"Udah?" tanya Rio. Ify mengangguk. "Aku punya sesuatu buat kamu," Rio meletakkan mini tart tersebut dibangku panjang yang biasa mereka duduki. Ia berganti meraih gitarnya.
Setelah memetik-metik kecil gitarnya, ia mulai memetik dengan benar. Memainkan sebuah intro lagu sambil terus menatap Ify yang balas menatap takjub kepadanya.

"Ditengah sunyi nya gelapnya malam, yang menemaniku, ku rasakan rinduku padamu.."

"Bintang-bintang malam tersenyum padaku, tertawa padaku, melihat sikapku rindukanmu.."

Langkah demi langkah dijalani Rio dengan mata yang terus menatap lembut gadis tersebut. Senyum manis pun tak lenyap dari bibirnya.

"Ingin ku berlari menembus sang waktu, memeluk dirimu, selalu.."

"Sungguh ku tak bisa berpisah denganmu, walaupun sedetik, karena ku begitu mencintamu.."

Dan...seketika anugrah Tuhan kembali menyapa bumi. Namun begitu, Rio tetap melanjutkan senandung hatinya.

"Cinta dalam hatiku hanyalah untuk dirimu, takkan terganti dihatiku, selamanya.."

"Tak mungkin bisa ku hidup tanpa kasih sayangmu, separuh jiwamu t'lah dihatiku.."

Selesai. Rio mengembalikan gitar tersebut ke tempat semula. Kemudian ia kembali menghampiri Ify, dan menarik lembut tangan gadis tersebut. Menghindari hujan meskipun percuma.

"Rio sayang Ify, selamanya!" teriaknya di tengah hujan.

Ify tersenyum, "Ify juga sayang Rio, selamanya!" balasnya berteriak.

•••••

Ekhemmm...saya tau, ini terkesan maksa, no feel, garing, dan nggak sesuatu! Tapi mohon dimaklumi yaaaaaaa..kan bikinnya mendadak._.v
Ya dari sekitar jam 10 apa jam 11 malem gitu, selesenya sekitar jam setengah 1 an lah...

Oke..alasan gue bikin ini soalnya, aneh aja gitu kalau gue bikin 'sesuatu' di ultahnya Rio, tapi nggak bikin 'sesuatu' di ultahnya Ify....ahahaaaa
Okeeeokeee...karena gue sadar banget ini hampir gagal (atau malah menurut kalian semua udah gagal dan sangat gagal--")...gue bersedia kok mendapatkan kritikan-_--
‎‎‎Seperti biasa...makasih banget yah buat yang udah baca, ngelike, ngoment...aku padamu dehhh..ihihihii

Song : Nyawa Hidupku by Lintar


With love...
_Nia 'nistev' Stevania_

0 komentar:

Posting Komentar