Minggu, 04 Maret 2012

-- Memories -- Part 10

-- Memories --


Part 10


"Idihh..Ify GR nih...gue nggak ngeliatin lo juga.." elak Shilla, yang kemudian menjulurkan lidahnya. Huuuu...udah ketauan juga masih aja bo'ong.

"Masih suka sama Alvin, Fy?" tanya Sivia mewakili yang lainnya, ku lihat 3 temanku yang lain mengangguk-angguk mendengar pertanyaan Sivia.

Aku menggeleng keras. "Nggak! Siapa bilang?" jawabku cepat, aku nggak bohong. Meskipun harus ku akui, aku sedikit merindukan dia..inget yah sedikit...S-E-D-I-K-I-T, tapi tetap rasa rinduku lebih besar ke -ehmm- Rio. Ya mungkin karna rasa bersalahku yang lumayan besar juga ke dia...hehee

Zahra tersenyum menggoda. "Ngaku deh ngaku~" desak Zahra sambil mencolek-colek lengan ku. Apabanget deh si Zahra...

"Enggak!" jawabku lagi.

"Eh Fy, loe inget nggak? Dulu pas ujian Alvin kan minta contekan sama loe.." ujar Shilla yang lagi-lagi menggodaku. Jelas saja aku ingat, bagaimana mungkin aku melupakan kejadian itu. Kejadian yang benar-benar mengejutkan ku dan sumpah sampai detik ini aku masih merasa heran dengan sikap Alvin pada saat itu...
»»

Semua penghuni ruangan 4 sedang fokus dan serius menghadapi lembar jawaban diatas meja. Yahhh...hari ini UAN dimulai. Dan aku bersama Shilla, Iyel -karena diurut berdasarkan no. Induk siswa/i maka aku dan Shilla bisa mendapatkan ruangan yang sama dengan Iyel-, Alvin dan 16 teman yang berada dikelas ini sudah duduk manis menghadapi soal.

Huhhh...ujian yang pertama hari ini adalah IPA. Oh My God...buatku IPA masuk dalam kategori pelajaran yang rumit, terutama bagian fisikanya. Oh no! Aku nggak terlalu pintar IPA, haduhhh...aku bingung, bisa nggak yah aku ngerjain soal ini? Semoga ujianku hari ini bisa berjalan dengan lancar Ya Allah, batinku. Aku memulai ujianku dengan membaca al fatihah, kemudian berdoa sebentar dan segera membuka lembar soal yang tadinya ditaruh dengan cara tulisan soal menghadap meja. Ngerti nggak? Itu lho soalnya ditaruh terbalik jadi yang nampak cuman kertas putih polosnya doang. Kalau peraturan disekolahku sih begitu, nggak tau deh disekolah kalian...heheee

"Bismillah.." ucapku sembari membuka lembar soal. Sebelum mengerjakan, aku selalu memilih untuk membaca seluruh soal terlebih dahulu. Kemudian, baru aku menjawab dari pertanyaan yang paling mudah untuk ku jawab. Waktu baru berjalan sekitar 15 menit, tapi aku sudah duduk tenang dimejaku. Bukan..bukan karena aku sudah selesai, melainkan karena aku sudah tak tahu lagi harus menjawab apa. Dari 45 soal yang ada, aku baru menyelesaikan sekitar 25 soal, sisanya belum kujawab sama sekali. Ku lihat Iyel melirik ke arahku, humm pasti minta jawaban. Dan benar saja, ia segera menanyakan jawaban salah satu soal dengan menggunakan isyarat jarinya. Setelah pura-pura berpikir aku segera memberitahukan jawabanku dengan menggunakan isyarat jari juga tentunya...ahahaa mungkin ini memang parah, masa iya ujian pake nyontek-nyontekan gini? Tapi mau gimana lagi dong, daripada dibilang sombong?
Apalagi hampir seluruh kelas sudah pernah meminta kepada wali kelasku, mereka bilang "Bu, tolong kasih tau dong sama anak-anak IXe, mereka kan pinter-pinter jadi jangan pelit-pelit. Bagi-bagi jawaban gitu, kan kalau kami nggak lulus kasian juga Bu.." dan aku sedikit merasa heran juga dengan respon guruku yang bilang "kalian boleh bekerja sama dengan catatan harus berhati-hati, jangan sampai ketahuan sama pengawasnya. Apalagi pengawasnya bukan dari sekolah kita.."

Ahahah..sumpah, aku benar-benar heran tapi ya sudahlah, toh aku melakukan apa yang awalnya tak ingin ku lakukan, memberi contekan.

Iyel mengucapkan rasa terima kasihnya melalui sebuah senyuman. Ya nggak tau sih sebenarnya, tapi menurutku senyuman itu adalah senyum terima kasih.

Kini aku kembali berkutat dengan soal-soal dihadapanku. Kali aja tiba-tiba nemu jawabannnya gitu. Disaat aku sedang berpikir keras, aku merasakan ada sebuah dorongan dikursiku.

"sstt...ssttt.." dan suara itu datang seiring dengan adanya dorongan keras dikursiku. Dengan hati-hati aku menoleh ke belakang, menghadap seorang perempuan yang entah siapa nama nya. Ya karena dia memang bukan berasal dari kelas yang sama denganku.

Dia memberikan sebuah gumpalan kertas, aku sempat menaikkan sebelah alisku. Anggaplah itu sebuah gerakan yang mengandung arti, "apa ini?" atau "buat apa kertas ini?"

Perempuan itu sepertinya mengerti dengan maksud gerakan alisku, ia menggeleng lalu mengarahkan telunjuknya kearah bangku paling belakang yang masih satu barisan denganku. Eh..apa tadi aku bilang? Bangku paling belakang? Bukannya itu Alvin? Berhubung takut kepergok pengawas, aku langsung membalik badanku menghadap papan tulis.
Kepalaku clingukan memperhatikan dua orang pengawas yang berjalan mondar mandir dikelas ini. Dengan amat sangat berhati-hati aku membuka gumpalan kertas tersebut. Aku memutar kedua bola mataku melihat isi kertas tersebut. Apa-apa-an nih? Masa secarik kertas itu isinya hanya nomer dari 1 sampai 45. Tapi...sebentar, ada coretan yang tertulis dipojokan atas kertas tersebut

"Jawaban no 1 sampai 45 apa? Dari Alvin!" Aku membaca pelan tulisan dikertas tersebut. Aku melotot saking kagetnya, apa aku nggak salah baca? Alvin minta jawaban?
Dan lagi-lagi sebuah dorongan kurasakan dikursiku. Dengan berhati-hati aku menoleh kebelakang menghadap perempuan yang mendorong kursiku. Dia kembali mengarahkan telunjuknya ke arah Alvin, dengan ragu aku menatap Alvin.

"Mana jawabannya?" tanya nya nyaris tak terdengar, aku tak menjawab melainkan kembali membalikkan badanku menghadap papan tulis.

Aku langsung mengisi jawaban pada nomer-nomer yang ku ketahui jawabannya. Seperti yang ku bilang, aku baru menjawab 25 soal jadi sisanya ku biarkan kosong.
Aku kembali meremas-remas kertas tersebut, mengembalikannya menjadi gumpalan. Dan setelah melirik sana sini, aku segera melempar gumpalan kertas tersebut kebelakang.
Ntahlah, kertas itu sampai pada orang yang tepat atau bukan, yang ku dengar sepertinya gumpalan tersebut menjadi rebutan penghuni kursi deretan paling belakang
««

"Jiahhhh..ngelamun lagi ni anak.." celetuk Zahra membuyarkan lamunan ku. Dengan tampang blo'on aku hanya menatap Zahra.

"Kenapa lagi loe?" tanya Shilla, aku menggeleng.

"nggak! Nggak papa kok.." jawabku tersenyum kikuk. "Emmm..tadi kita ngebahas apa-an yah?" tanyaku dengan tampang super polos.

Angel menepuk jidatnya. "Jiahhh..gubrakk..kita lagi ngebahas elo sama Alvin dulu Ify..."

Aku membulatkan mulutku. "ohhh.."

"Ngaku deh, loe emang pernah suka kan sama Alvin, makanya waktu dia minta contekan loe mau aja ngasih dia~" goda Zahra lagi, aku hanya tersenyum malu.

"Apaan sih~ gue tuh terpaksa tau. Kan Bu Sri sendiri yang bilang kalau kita boleh berbagi asal hati-hati." ujarku mengelak. "Lagian gue nggak mau yah dikatain pelit, sombong atau pilih kasih cuman karena nggak mau ngasih dia contekan doang." sambungku.

"Iya deh iya, percaya gue.." sahut Sivia sambil tersenyum, yang menurutku senyuman itu justru mengandung arti -iya percaya gue sama bo'ong lo-

"Ya gue akuin, gue emang pernah suka sama dia.." Shilla, Sivia, Zahra dan Angel tersenyum menggoda. "Tapi itu dulu..dulu banget waktu masih SD." sambungku sebelum mereka mengira kalau aku masih ada rasa dengan Alvin sampai detik ini.

"Eh tapi bener deh, gue ngerasa loe sama Alvin emang cocok banget lho, Fy.." ujar Zahra.

"Bener! Pertama awalan huruf nama loe sama Alvin sama-sama A, terus..dari SD udah satu sekolah plus satu kelas, orang tua kalian juga berteman baik kan?" Shilla merincikan satu persatu alasan kenapa aku dan Alvin bisa dibilang jodoh, menurutnya.

Huhhh...selalu itu, nggak Lintar cs, nggak yang lainnya selalu menyebutkan hal yang sama.

"Yahh..terserah loe semua aja deh, yang penting loe semua seneng.." jawabku seadanya. Percuma berdebat sama mereka, dijamin nggak akan ada habisnya.

Mereka tertawa penuh kemenangan. Huhh menyebalkan, jelas kalah lah...1 banding 4 gimana mau menang?

Shilla menyentuh pundakku, emm lebih tepatnya menepuk pelan. "Eh Fy, gue mau kesana bentar yah, bareng Zahra." pamit Shilla, aku tersenyum sambil mengangguk.

"Mau ikut nggak, Fy?" tawar Zahra.

Aku menggeleng kecil. "Nggak deh, cape gue habis muterin ni sekolahan." tolak ku dengan tampang ogah-ogahan.

Shilla dan Zahra mengangguk, kemudian mereka segera meninggalkanku bersama Sivia dan Angel.

Aku terus memutar leherku ke kiri dan ke kanan. Pandanganku mengelilingi seluruh penjuru aula, teteppp..aku saat ini sedang mencari 'dia' dan 'dia'. Huhhhh..kemana perginya dua orang itu?

"Nyariin Alvin yah?" tebak Angel.

"Atau Rio?" sambung Sivia sambil menaik turunkan alisnya.

Aku menggaruk-garuk kecil tengkuk ku, ketangkep basah gitu lho...tapi setelah dipikir-pikir, jujur sama mereka nggak ada salahnya juga kali yah. "Iya nih, jujur sih gue emang nyariin mereka berdua.." jawabku pelannnn...sekali..

"Kayaknya tu anak dua sih udah dateng tapi nggak tau deh dimana." komentar Angel, kepalanya ikut clingukan kanan kiri. Emmm mungkin dia sedang membantuku mencari Rio dan Alvin.

"Sabar deh, kali bentar lagi mereka nongol disekitar sini.." ujar Sivia sambil mengelus-elus pundak ku, aku hanya tersenyum. Dan kepalaku terus mencari dua sosok pria -siswa yang satu angkatan denganku- yang paling ku rindukan dibandingkan yang lainnya

"Oh iya Fy, gue denger dari Angel waktu pas hari terakhir sekolah lo sempat kelimpungan yah nyariin Rio?" tanya Sivia lagi-lagi dengan senyum menggodanya, aku diam sebentar kemudian mengangguk.
Waktu itu....
»»

Hari ini adalah hari sabtu, hari terakhir ku menginjakkan kaki di SMP Harapan Bangsa. SMP yang sudah menampungku selama 3 tahun terakhir ini. SMP yang mempunyai sejuta kenangan baik menyenangkan atau menyedihkan. Dan sekarang aku sedang menyenderkan tubuhku di dinding kantor guru. Aku sedang menunggu panggilan untuk menerima Ijazah dan SKHU ku.

Aku menengadahkan wajahku menghadap langit-langit koridor kantor guru.

"Huhhh..ini hari terakhir gue disekolah ini.." gumamku kecil kemudian aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling sekolah ini. "Dan gue nggak akan mungkin bisa lagi ngeliat Cakka cs yang ngegitar bareng trus nyanyiin lagu yang biasanya buat nyindir gue.." sambungku, terkekeh kecil.

Aku menghela nafas, terdengar lelah sepertinya. Tiba-tiba pandanganku berhenti pada sebuah ruangan yang terletak disamping kantor guru, tempatku berdiam saat ini. Kelas IXa, kelas yang dihuni Rio. "Apa itu artinya gue gak bakalan bisa ketemu Rio lagi?" tanyaku pada diriku sendiri. Entah mengapa, meski pun aku sudah meminta maaf dengannya...aku masih merasa ada sesuatu yang janggal diantara kami. Aku merasa ada sesuatu hal aneh yang mulai kurasakan, sesuatu yang tak rela untuk ku lepaskan. Dan memang teramat sulit untuk ku lepaskan.

Aku memutar kepalaku ke segala arah, kanan kiri, depan belakang semuanya ku perhatikan hanya untuk mencari satu sosok pria...Rio,
Angel sampai geleng-geleng kepala melihat tingkahku yang clingukan nggak jelas.

Angel mencolek bahuku, aku menoleh. "Napa lo Fy? Gelisah banget sih?" tanya nya. "Lagi nyari orang?" lanjutnya.

Aku menggeleng kecil. "Nggak! Nggak nyari siapa-siapa kok." jawabku, berbohong tentunya.

"Yaelahhh..sama gue pake ngebo'ong..ckckk." Angel berdecak sambil melipat kedua tangannya didada. "Jujur ajalah kalau sama gue, kaya baru kenal gue aja sih." paksa Angel.

Aku menghela nafas, setelah berpikir sedikit akhirnya ku putuskan untuk jujur. "Rio kemana yah?" tanyaku pada Angel, aku menundukkan kepalaku sambil menendang-nendang kecil kerikil dihadapanku.

"Tuhkan, apa gue bilang. Emang dia nggak barengan ama Cakka atau Iyel gitu?" Angel malah balik tanya, kalau aku tau ya nggak mungkinlah aku nanya...ckckk.

"Yang gue liat sih nggak ada, lagian kalau ada juga gue nggak mungkin nanya plus clingukan kaya gini kali.." aku menggerutu kesal. Nggak tau apa, orang lagi galau? Eh enggak deng cuman penasaran aja kemana yah tu anak, kok nggak nongol-nongol? Udah siang gini juga lagian ini kan hari terakhir.

Angel nyengir, hadehhh..nggak bagus banget deh, Ngel beneran deh suer! "Hehee..iya yah.." jawab Angel simple, kayaknya penyakit odongnya mulai keluar. "Hemm..kalau gitu ke kantin aja yuk beli minum, sambil nungguin nama loe dipanggil plus nungguin Rio dateng gitu.." ajaknya, aku mengangguk meng-iya-kan kebetulan aku lagi haus.

Aku sudah kembali mengistirahatkan badanku dengan duduk lesehan di beranda depan kantor guru -lagi-. Kedua kaki ku, ku rentangkan kedepan cape juga habis keliling-keliling bareng Angel tadi.
Sudah 2 gelas minuman dengan jenis yang berbeda ku habiskan selama menunggu panggilan, panggilan untuk menerima ijazah maksudnya. Huhhh..padahal Shilla, Sivia, Zahra sama Angel udah dapet. Kok giliran aku lama banget yah

"Alyssa Saufika!" seruan yang berasal dari ruang TU itu membuyarkan lamunanku. Lalu dengan cepat aku memasuki ruang TU untuk mengambil ijazahku.
Setelah membubuhkan tanda tangan plus cap 3 jari di ijazahku, aku kembali keluar menghampiri teman-temanku

"gimana Fy?" tanya Lintar. Hehhh..kok Lintar sih yang pertama nanya? Bukan Shilla, Sivia, Zahra atau Angel gitu..

Aku hanya tersenyum tipis dan menyerahkan ijazahku kepada Lintar. Dan dalam waktu sekejap, ijazahku sudah direbutin aja sama Lintar dan Dayat. Aku menatap dongkol kepada ke 4 sahabatku, pantessss...pas aku keluar nggak disambut, gak taunya lagi pada ngobrol bareng Cakka cs. Tapi kok Rio tetap nggak ada yah?

Pukkk..aku menepuk pundak Shilla pelan, Shilla yang tadinya mengobrol dengan Cakka membalik kan badan. Shilla nyengir. "Eh Ify, udah keluar aja. Gimana nem loe?" tanya nya. Huhhh..telat banget nanya nya.

"Tuh!" Aku mengarahkan telunjuk ku kearah Lintar dan Dayat, Shilla mengikuti arah telunjuk ku. Kemudian ia disusul Sivia, Zahra dan Angel menghampiri Lintar dan Dayat.

Aku tak ambil pusing. Lagi-lagi tanpa rasa bosan aku mengedarkan pandanganku ke penjuru sekolah.

Tes..tes...tesss..
Satu persatu rintik hujan mulai membasahi bumi. Yahhhh..terjebak dalam hujan lagi. Jangan-jangan Rio nggak masuk lagi, apalagi sekarang hujan, nggak mungkin kan dia ke sekolah hujan-hujanan. Aku putus asa, hari terakhirku kayanya emang gak bakalan ketemu dia.

Aku memandangi rintik hujan, biarin deh dikatain kurang kerjaan. 'Ya Allah, hari ini aja..kasih kesempatan terakhir buat aku ngeliat Rio!' pintaku dalam hati ya semoga aja dikabulin.

"Ngapain lo merem-merem segala Fy?" tanya Shilla sambil menyerahkan ijazah ku. Aku menerima ijazah ku kembali, kemudian menggeleng kecil.

"woy Fy! Rio tuh!" seru Angel heboh, sambil menunjuk seorang pria hitam manis yang baru saja keluar dari kelas IXa. Sudah pasti Rio orangnya, kemudian persis seperti di film-film Rio membasahi rambutnya dengan air hujan dan mengibas-ngibaskan rambut basahnya.

'Wowww...keren!' ucapku takjub, dalam hati tapi. Gila aja kalau sampai aku nyeplos kaya gitu, bisa dijadiin bulan-bulanan lagi saya..

"Akhirnya ketemu juga ya Fy?" ceplos Angel yang menurutku tanpa sadar.

"Jadi daritadi Ify nyariin Rio?!" tanya Sivia setengah berteriak, aku langsung mendelik kearahnya. Semoga Rio nggak denger.

"nyantai dong Vi.." tegur ku pelan, Sivia cuman nyengir sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya.

"Guys, balik yuk! Bokap gue barusan telpon minta gue buru-buru balik." ajak Shilla sambil memasukkan handphonenya.

Huwhatttt?! Balik?! Ya ampunnn..aku kan baru aja ngeliat Rio, masa udah harus balik?!

"Mesti sekarang Shill?" tanyaku polos. Shilla mengangguk pelan, sepertinya dia tahu apa yang ada dalam pikiranku saat ini.

"Emm sorry Fy, tapi--"

"Ya udah sih nggak papa" potongku cepat, Shilla tersenyum. "Tapi nggak papa nih sambil ujan-ujanan gini?" sambungku bertanya, sebenarnya sih hanya mencari alasan. Siapa tahu, Shilla mengurungkan niatnya. Ku lihat, Shilla, Sivia, Zahra, dan Angel menatapi hujan secara berjama'ah.

"Rintik doang Fy, nggak papa yah.." ajak Shilla lagi. Tak ada alasan lagi untukku tetap disini, yahh...seperi doa ku tadi mungkin, meski sebentar tapi Allah tetap mempertemukanku dengannya....Rio

"Yuk deh!"

Shilla dan Angel mengarah ke parkiran untuk mengambil motor. Disini, aku dan Zahra berdiri bersisian.

"Nggak usah dipandangin mulu, nggak bakalan ilang dia Fy.." tegur Zahra. Heee..sepertinya aku tertangkap basah.

Aku nyengir. "Ehehe..tau aja sih Ra.." ucapku malu, gimana nggak malu? Aktifitasku yang sedang memperhatikan Rio secara diam-diam ternyata diketahui Zahra, aduhhhh...adakah selembar kantong plastik, aku perlu itu untuk menutupi wajahku sekarang..

Tett..tettt..
Suara klakson itu menghentikan godaan Zahra kepadaku.

"Buru woy! Entar ujannya makin gede!" seru Shilla setengah berteriak, kalau nggak teriak ntar yang ada suaranya tenggelam gara-gara suara ujan.
Aku dan Zahra mengangguk, lalu berlari menerobos hujan dan duduk diboncengan Angel dan Shilla.
««

"Ahelahh Fy, gue itungin udah lebih dari 3 kali lo ngelamun mulu.." suara Shilla membuyarkan lamunanku. "Mikirin apa sih?" sambungnya bertanya, aku meringis.

"hahh?!! Nggak ada kok.."

"Serius?!"

Aku mengangguk mantap. 'Ini Rio sama Alvin kok nggak nongol-nongol sih?'

Entah sudah keberapa kalinya aku melayangkan pertanyaan serupa dalam hatiku. Dua makhluk yang ku maksud 'dia' dan 'dia' ya itu..Alvin dan Rio.

"Testt..tesst..satu dua..satu dua.."

Suara yang tiba-tiba bergema dalam aula ini membuat suasana yang sebelumnya bising menjadi sunyi. Lantas semua makhluk yang berada didalam ruangan ini memfokuskan pandangan pada satu titik, sebuah panggung kecil yang berada persis dihadapan kami semua.

"Okey guys, berhubung hari yang siang semakin beranjak siang, dan pengisi acara yang bakalan ngehibur kita juga udah dalam formasi lengkap, so..kayaknya lebih baik kalau mereka kita suruh untuk on stage sekarang." cuap-cuap MC didepan kami tentu saja membuat aku langsung heboh sendiri. Karena menurut kabar yang beredar, band yang akan tampil sebentar lagi itu tuh adalah "the devil", band paling kece zaman aku SMP, band yang juga diisi sama Alvin, Iyel, Cakka cs. And so, itu artinya Alvin udah datangkan?

"Setujuuu?!"

Dan seruan tiba-tiba dari MC yang kalau tidak salah -seingat aku- Isryad, salah satu cowok yang pernah menghuni kelas XIa.

"Loe kenapa, Fy?" tanya Sivia yang kayaknya mulai risih dengan aksi clingak-clinguk kepalaku.

To be continue


0 komentar:

Posting Komentar