Kamis, 02 Mei 2013

[Cerpen] Kapan?

Mungkin memang mestinya ini semua tidak terjadi.
Mungkin seharusnya kalimat itu tidak terlontar dari bibirku.
Mungkin.. Yah, mungkin.
Aku sadar aku telah melakukan sebuah kesalahan. Namun entah mengapa, aku bingung bagaimana harus memperbaikinya.
Aku takut, bukannya memperbaiki--menyelesaikan masalah ini, aku justru menambah kesalahan baru.
Menyakiti hati seseorang yang tidak bersalah dengan menerima pernyataan cintanya, padahal hati tidak memiliki rasa jelas suatu kesalahan, kan?
Dan ketika aku ingin mengakhiri semuanya, yang mungkin akan kembali membuatku menyakiti hatinya, juga suatu kesalahan, kan?

Ku tahu, kamu pasti rasa, apa yang ku rasa..
Ku tahu, cepat atau lambat, kamu kan mengerti..

Suara Tantri yang mengalun begitu saja dari handphoneku membuatku tersadar, keadaan sekarang berbeda dari sebelumnya. Seperti, ada sekat diantara kami. Emh, aku mungkin memang tanpa sadar telah membangun benteng sendiri agar ia tak memiliki rasa yang semakin jauh untukku, yah, tanpa sadar. Dengan segala tingkah cuek, tak perduli yang ku lakukan semauku. Hingga ia pun mencoba bersikap sama kepadaku, cuek.
Apa mungkin dia mulai menyadari tentang apa yang aku rasakan sebenarnya?
Hati bila dipaksakan pasti takkan baik..
Pantasnya kamu mencintai yang juga cintai dirimu, cinta kamu..
Ya Tuhan! Salah ku memang, yang terlalu cepat dalam mengambil keputusan. Lantas, aku harus seperti apa?
Sekeras apapun aku mencoba, rasa itu tetap sama, tidak berubah. Hampa tanpa euphoria. Dan ini bukan perasaan orang yang sedang jatuh cinta.
Bukankah ketika kita jatuh cinta, perasaan mulas yang menyerang perut, bagai jutaan kupu-kupu tengah asyik menari disana, yang kita rasakan?

•••
Coba deh, lo jalanin aja dulu. Siapa tau, suatu saat lo bakal ngerasa nyaman, dan mulai ada rasa sama dia.
•••

Okay, saran dari sahabatku ini mungkin bisa aku coba.
Namun, 1 bulan berlalu, aku tetap tidak merasakan perubahan.

•••
Gimana? Udah mulai ngerasa ada feeling nggak sama dia?
•••

Tanya Sivia melalui fasilitas messaging disalah satu social network. Aku menggigiti bibirku. Sebenarnya aku sedang tidak ingin membahas ini sekarang.

•••
Begitulah, Vi. Nggak ada yang namanya, 'seiring dengan berjalannya waktu', seperti yang lo bilang.
•••

Plup!

Sivia mengirimkan balasan.

•••
Lho kok? :o
•••

Hem..baiklah, bagaimana mungkin bisa ada rasa yang tumbuh ditengah kekakuan yang terjalin diantara kami belakangan ini--tanpa sadar?

•••
Kalau seandainya dia bersikap lebih mau tau tentang gue, dan melupakan pertanyaan lagi apa, dimana, sama siapa, jangan lupa makan, dan pertanyaan biasa lainnya, mungkin bisa aja.
•••

Plup!


•••

Tell me deh. Maksud intinya tanpa berbelit-belit. :|.
•••

Aku mengerang. Terlalu lucu rasanya kalau aku menjabarkan hal ini.

•••
Gimana kalau lo punya cowok, tapi cowok lo nggak tau tanggal lahir lo? Nama lengkap lo? Daily activity yang wajib lo lakuin? Dan hal-hal simple yang biasanya diketahui sama orang yang statusnya pacar?
•••

Ya gini deh. Bukannya aku ingin diperhatikan. Aku justru bisa ilfeel dengan pria yang over care, tapi..please deh, masa nama lengkap aku aja dia nggak tau?
Bahkan, ketika dia melihat sebuah foto yang menampakkan aku dengan 3 saudaraku pun, dia masih bertanya, ”kamu yang mana?”
What the?!

Plup!


•••

Ya aneh sih._. Ya masa tanggal lahir sama nama asli aja nggak tau-,-
•••
Terus sekarang lo maunya gimana? Putus? Seleseiin aja kalau emang pengen selesai. Lebih cepat lebih baik!
•••

Okay, Sivia benar. Masalahnya, action ga semudah opinion. Jadi aku harus gimana? Tetap bertahan dengan kesalahan -yang menurutku tidak sengaja- ku buat?

Plup!

•••
Time will reveal, Fy. Semangat!
•••

Aku mendesah membaca balasan terakhir dari Sivia. Mungkin tidak begitu bisa ku pahami maksudnya--dengan otak yang telah terlalu lelah berpikir. Tapi aku merasa cukup lega, menyadari bahwa aku tidak sendiri menyimpan rahasia ini.
Sekali lagi...
Memang seharusnya dia mendapatkan cinta dari seseorang yang mencintainya. Bukan dari aku yang bahkan tidak perduli sedang apa dan dimana dia.

Lepaskanlah, ikatanmu dengan aku biar kamu senang..
Bila berat, melupakan aku, pelan-pelan saja...

Ayolah! Bantu aku menyampaikan kalimat ini secara tegas kepadanya! Karena lagi-lagi, yang berani ku lakukan hanyalah memajang reffrain lagu milik Kotak itu di status facebookku.
Kadang aku merasa benci dengan kelemahanku yang satu ini. Selalu berspekulasi orang akan tersakiti dengan apa yang akan ku lakukan, karena memang hal itu besar kemungkinan akan terjadi. Sehingga, yang ada bukannya melakukan aku justru menahan diri tetap pada posisi sekarang ini.
Hufftt! Saat ini yang ingin ku sampaikan kepadanya hanyalah...

“Ketika aku dan kamu tak lagi menjadi 'kita', itu bukan karena kamu bukanlah yang terbaik untukku. Tapi karena yang terbaik 'kita' hanya cukup sebatas aku dan kamu.”

Duhhh, tapi kapan aku bisa mengungkapkan itu?

Tak ada niat menyakiti, inilah hatiku..
Pantasnya kamu mencintai yang juga cintai dirimu, cuma kamu...

Baiklah, biarkan Tantri menyelesaikan lagunya, dan aku akan membawa diriku ke alam mimpi. Berharap semoga esok ketika mata ini terbuka, semua yang terjadi saat ini hanyalah..mimpi.
Huftt...tapi mustahil sih..
***

Ini #somethingrandom again. Aku habis denger lagunya Kotak--yang versi Fatin malah jadi kepikiran terus haha-,-
Kata Anif sih, kayaknya ini tuh jatuhnya kayak related postnya 'Karena Kita Berbeda' dan 'Gamang'
Woups! Finally....

Salam damai.

@Kania08

Visit : http://niastevania.blogspot.com/

0 komentar:

Posting Komentar