Rabu, 12 Desember 2012

PDKT Gagal {End}

Well, Sivia memang telah memberikan saran yang cukup briliant untuk ku tadi siang. Tapi tapi..aku melupakan sesuatu, dan sesuatu itu adalah..bagaimana caranya aku meminta bantuan les private (err..belajar bareng deng ah yah namanya? something like that lah) kepada Pricilla, sedangkan aku sama sekali tidak mengenal-bahkan sekedar say hi sekalipun, gadis cantik itu?

Aku mengambil note kecil dan sebatang pulpen dengan kepala angry birds diatasnya. Otak ku mulai berputar memikirkan sesuatu.

"Datengin ke kelas dia, terus nyamperin dia.." Aku menggumam, kemudian menggeleng. "Ahh, nggak, nggak, nggak. Sksd banget, terus ntar begitu sampe didepan dia, gue langsung bilang gitu "Pricilla ajarin aku math yah~" malak banget itu mah." Aku mendengus kemudian mencoret tulisan -isinya hampir sama dengan apa yang aku ucapkan- dinote kecil tersebut. "Minta tolong ke temen sekelasnya buat nyampein permintaan belajar bareng dari gue.." Aku mengetuk-ngetukkan ujung pulpen (ini sebenernya sakit, karena dagu ku tertusuk jambul lancip angry birds berkali-kali) ke dagu tirusku. "..ini sih nggak gentle, songong juga kesannya." Ku coret lagi tulisan dikertas note ku dibaris kedua. Aku mulai memejamkan mataku sambil membiarkan pikiranku melanglang jauh pada insiden 'tong sampah' yang mempertemukan aku dan Alvin. Dan..ahaa! I get it!

"Gue pura-pura nabrak dia, minta maaf, kenalan dan..laksanakan!"

Buru-buru ku rapikan note dan pulpen dihadapanku. Kemudian membaringkan diri diatas tempat tidur. Aku tak sabar menunggu hari esok. Pengalaman seru akan ku alami..hihiii
***

Pagi ini, aku tidak mendapatkan 'sarapan' pagi dari Pak Satpam ataupun seruan-seruan membosankan dari Mang Ujan. Yup! Aku telah duduk manis didalam mobil jam 7 tepat, kemudian tiba didepan gerbang 7 lewat 10 menit. Dan ini saatnya kita bilang..wawww!
Dengan beberapa buku paket yang ku peluk erat, sambil bermondar-mandir ria disalah satu koridor, aku menyiagakan mataku untuk 'menyambut' kehadiran Pricilla. Tepat saat mata ini melirik ke depan, sosok Pricilla sudah mulai melangkah dekat.

"Okay, Fy. Saatnya menjalankan aksi!" Bisikku dalam hati, sambil menyiapkan diri untuk..action!
Jangan gugup, karena ini hanya Pricilla. Okay, maksudnya Pricilla itu cewek, dan aku cewek. So, nggak ada yang perlu dikhawatirin.

Brukkk...
Tubuhku terhuyung ke belakang, buku-buku dalem pelukanku menghambur ke lantai, saat menabrak sosok cantik yang memang ku tunggu-tunggu. Ahh, acting yang bagus Ify..

"Eh sorry, sorry..gue nggak sengaja, maaf.."

Penilaian pertama, dia sangat..err apa yah? Salah nggak tapi minta maaf, dan dengan tulusnya ikut membantuku merapikan buku-bukuku yang berantakan.

"Ah, ya..nggak papa kok. Gue yang nggak liat-liat." Sahutku basa-basi.

Aku berdiri, dan dia pun ikut berdiri sambil menyerahkan buku-buku milikku. "Sekali lagi--"

"Pagi, Priss~"

Pricilla mengangguk sambil tersenyum, sebagai balasan sapaan salah satu siswi (mungkin teman sekelasnya, aku nggak kenal lah pokoknya). Dan penilaian kedua, dari senyumnya dia memang terlihat ramah.

"Eh sorry, sekali lagi maaf yah?"

Masih minta maaf juga?

Aku tersenyum. "Aduhh, berasa salah banget deh. Gue nggak papa kok." Jawabku serius. Memang benarkan? Hihii "Err..Ify." Aku memberanikan diri mengulurkan tangan dan mengajaknya berkenalan.

"Pri--"

"--Pricilla Juanda, kan? Pacarnya Alvin. Udah tau kok." Potongku sambil terkekeh kecil.

Dia tersenyum malu. "Kok tau?"

"Apa sih yang gue nggak tau." Candaku. "Bareng yuk!" Sambungku mengajak yang langsung disambut dengan anggukan semangat darinya.

"Serius deh, kok loe kenal gue? Padahalkan--"

"--loe nggak kenal gue?" Potongku sambil tertawa kecil, dia mengangguk. "Iyalah! Gue bukan cewek eksis. Beda sama loe, udah cantik, baik, ramah, pinter lagi.."

"Aminn~"

"Kok, amin sih?"

Dia tersenyum. Sumpah! Nggak heran kalau Naufal sudah naksir lama pake banget, dia cantik dan senyumnya..manis banget!

"Jadi, loe tau gue karena itu?"

Aku mengangguk. "Selain itu..gue kan dongdong banget di pelajaran berhitung. Matik, kimia, fisika, dan rumus-rumusnya bener-bener bikin gue bego. Dan temen gue nyaranin buat di private sama Pricilla Juanda yang nggak lain adalah, elo!" Jelasku sambil menyeringai lebar.

Dia tertawa kecil. "Diterima! Jadi kapan loe mau belajar bareng gue?"

Wowww!! Semudah itu? Tak ingin membuang kesempatan, aku langsung mengangguk antusias dan menyebutkan hari kosong yang bisa ku gunakan untuk belajar bersama.


Bila cintaku ini salah hatiku tetap untukmu..
Namun kenyataannya parah dirimu tak pernah untukku


Satu hari. Satu minggu. Satu bulan telah berlalu. Selama itu aku menghabiskan hari-hariku bersama Pricilla. Belajar banyak bab--tentunya untuk pelajaran Math, Fisika dan Kimia, kadang sesekali hang out bareng juga sih. Ugh, aku jadi merasa bersalah pada Sivia, karena semua kesibukanku dengan Pricilla berakibat tidak baik pada intensitas pertemuan kami--aku dan Sivia. Yah, mungkin terkesan lebay. But, honestly gue kangen Sivia!

Satu bulan kedekatanku dengan Pricilla pun nyatanya tak berarti apa-apa untuk hubunganku dengan Alvin. Paling yah, hanya sekedar say hi kalau kebetulan Alvin sedang menjemput Pricilla dirumahku. Dan tentu saja hal ini sangat...I don't like it.

"Fy, apa nggak sebaiknya lo udahan aja PDKT-in Alvin lewat Pricilla? Nggak ada hasilnya ini kan?"

Aku mengangguk, membenarkan.

Yah, Sivia tidak sepenuhnya salah. Tapi, kenapa aku tidak merasakan 'sesuatu' saat mendengar penuturan Sivia? Rasanya biasa saja. Seperti..aku sedang disuruh berhenti melakukan suatu kegiatan yang..tidak ku suka tapi bukan juga ku benci. Aneh?

Pukk..Sivia menepuk pundakku agak keras.

"Hehhh!! Malah ngelamun." Sivia mendengus. "Penting nggak sih, ngelamun disaat gue lagi ngomong?!"

Aku menyeringai lebar, kemudian melingkarkan tangan kananku dibahunya.

"Sorry my sist, gue tadi cuman lagi mikir aja."

"Think about?"

Aku menghembuskan nafas dengan sedikit kasar. "Nggak tau yah, tapi kok..gue ngerasa, kayaknya selama ini yang gue lakuin ke Pricilla bukan usaha untuk bisa lebih mengenal Alvin secara dekat, tapi ya..bener-bener sekedar nyari ilmu."

"Kok?"

Aku mengendikkan kedua bahuku. "Yang jelas, sekarang..gue udah..kayaknya udah nggak suka lagi sama Alvin."

"Are you sure about that?!"

Hahh?! Kenapa Sivia keliatannya bahagia banget yah?

"Ugh, Ify!!! Finally! Lo mestinya emang udah sadar dari dulu, kalau apa yang lo rasain itu bukan cinta! Tapi cuman kekaguman semata! Obsesi berlebihan karena status jomblo yang nggak berakhir ini. Ditambah lagi, semua tipe cowok idaman lo ada di Alvin, ya semakin menggebu-gebu lah, lo pengen deket sama dia."

Aku ternganga. Kok Sivia jadi cerewet gini sih? Tapi..aku jadi mikir sih, kayaknya apa yang Sivia bilang ada benernya.
Saking lamanya aku menjomblo--sebelum aksi PDKTku dengan Alvin melalui Pricilla, aku jadi sering berkhayal dan bertanya-tanya 'kapan gue punya pacar?'
Terus, selama ini aku memang selalu ingin punya pacar yang memenuhi kriteriaku.
Tampan? Sudah pasti. Otaknya diatasku? Harus, tapi bukan berarti bergaya nerd. Yah, pokoknya kalau cowok-cowok macam Bombom--salah satu siswa dengan body menyerupai (maaf, Bombom) gentong, mending jauh-jauh aja. Cause, you're out of my criteria, boy...

"Jadi menurut lo?"

"Cari target baru lagi! Yang sing-le (re.sing-gel)!" Ucap Sivia semangat. "Lo itu cantik! Banyak cowok yang ngantri pengen jadi pacar lo, tau?"

"Tapi nggak ada yang memenuhi kriteria gue." Aku mengeluh. Susahnya menemukan kekasih yang sesuai harapanku...

"Ify, denger! Cinta yang sejati itu tanpa alasan. Mau dia fisiknya nggak okay, bodoh, miskin dan segala macam buruknya, kalau hati lo udah terpaut di dia, nggak ada alasan buat lo nggak ngeraih dia. Kalau cinta lo masih pake kriteria yang dimata gue sama dengan syarat, berarti cinta lo nggak tulus! Tapi berdasarkan apa yang dia punya."

"So?"

"Move on dong!"

Well, not bad. Move on? Ah, sepertinya nggak cocok disebut move on juga sih. Toh, sekarang aku sadar, yang aku rasakan bukan cinta tapi 'nafsu' belaka.
Percuma dong gue galau selama ini? Ahaha nggak masalah, aku masih bisa mengambil hikmah dari semua ini.
Seperti kata Sivia, cinta yang tulus bukan berdasarkan apa yang dia punya! Tapi..hati kita sendiri. Kalau hati kita terpaut disana, get it there!

Aku mengangguk sekali kemudian menatap Sivia dengan senyum mengembang. "Jadi, siapa cowok yang menurut lo cocok gue jadiin target?" Tanyaku serius.

Sivia menerawang. "Single, menarik, seseorang yang cocok itu menurut gue adalah.." Sivia menggantungkan kalimatnya. Membuatku semakin penasaran saja, hingga tanpa sadar alisku terangkat semakin tinggi. "RIO!"

••• FIN •••

Ekhem...endingnya aneh ya :/ yakan makanya gue udah bilang, yg minta tag jangan nyesel karena cerita ini emang agak freaky-_-
Ini sebenernya-awalnya-dan-semestinya cuman buat motivasi diri gue pribadi gitu (•̯͡.•̯͡)

Nahhh! Gue baru merhatiin (setelah baca komentar salah satu dari kalian yg baca juga sih) kalau di bagian awal ada typo yah? Masih ada nama Naufal nyempil disana-_- yah seperti yg gue bilang tokoh awal cerita ini bukan anak IC. So, sekali lagi maaf yaaa kali aja typo nya mengurangi kenyamanan membaca kalian *halahhhh*
Akhir kata, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh~


Cheers!

@sugargirl08

0 komentar:

Posting Komentar