Rabu, 12 Desember 2012

PDKT Gagal {1}



Tahu kah?
Hati galau tak tahu harus melangkah
Sejak pertama mata jatuh menatap
Hatiku tak pernah dusta

Bolak-balik, kanan-kiri, hanya itu yang ku lakukan berulang kali dalam posisi berbaring di tempat tidur. Huhhh...hatiku benar-benar gelisah sekarang, perasaanku benar-benar tak tenang saat ini. Entah mengapa, bayangan wajah pemuda yang tak sengaja ku temui tadi siang terus berseliweran kesana-kemari dalam otakku.

Ohh..Tuhan! What's wrong with me?
»»

Brukk..
Aku menabrak sebuah bak sampah berukuran sedang yang berada di depan kelasku. Ugh, sial sekali. Akibatnya, aku harus terjatuh lengkap dengan kepala yang sempat menabrak bak sampah tersebut.

"Ish, bak sampah norak! Ngapain sih diem disitu?" ringisku pelan.

Belum sempat aku berdiri, sebuah tangan terulur di depan wajahku. Aku menatap tangan itu dengan seksama, hingga ke wajah sang pemilik tangan tersebut.

"Bisa lo sambut uluran tangan gue sekarang? Pegel juga tau lama-lama ngulurin tangan kayak gini." ucapnya.

Tersadar, aku buru-buru menyambut uluran tangannya, kemudian tersenyum kikuk.

"Err..makasih, emm..." Aku menggantung kan kalimatku, yah..aku kan tidak tahu siapa namanya?

"Panggil aja Alvin." selanya seolah mengerti maksudku.

Aku kembali tersenyum, kali ini lebih santai dari yang pertama. "Err..okay, Alvin, makasih buat bantuannya, aku permisi duluan yah.." pamitku padanya. Ia mengangguk, sambil membalas senyumku.

Ohh..Tuhan! Manisnya makhluk ciptaan-Mu yang disebut lelaki--pemuda ini...
««

Aku menghembuskan nafasku kasar, lantas segera berganti posisi dari berbaring, menjadi bersender pada headboard tempat tidurku.
Kenapa aku jadi memikirkannya?
Mengenalnya pun baru, masa iya sudah jatuh cinta?

Aku mengetuk-ngetuk kepalaku. "Ya ampun, Ify! Please deh, jangan gila! Elo baru kenal, Ify!" gerutuku pada diri sendiri.

"Cukup deh gue mikirin dia malam ini, besok-besok nggak boleh!" larangku pada diri sendiri.

Tak ingin terlalu banyak memikirkannya, aku segera mengambil mp3 player berbentuk headphone di atas meja belajarku. Kemudian menyetelnya dengan volume hampir maksimal, dan berusaha memejamkan mataku untuk terlelap.

"C'moon, Ify! Lupakan dia! Tidur sekarang!"

Zzzzzz...


Bila cintaku ini salah
Hatiku tetap untukmu
Namun kenyataannya parah
Dirimu tak pernah untukku

"Iya, Alvin! Ketua ekskul Judo itu!"

Aku menghentikan langkahku saat menyusuri lorong-lorong kelas, setelah mendengar nama Alvin disebut-sebut.
Alvin-ku. Err..maksudnya, Alvin yang pernah menolongku pada insiden 'bak sampah' beberapa waktu yang lalu.
Kenapa aku bisa yakin? Jelas saja karena ku dengar, mereka juga menyebutkan jabatan Alvin yang memang sudah aku ketahui (dengan cara menanyakan tentang nama lengkapnya yang ternyata Alvin Aprilio -hampir sama dengan namaku, Ify Aprilia- , sehari setelah mengenalnya waktu itu, dari temanku, Sivia.)

"Ya, ampun! Pricilla beruntung banget yah, bisa jadian sama Alvin!"

Dan aku terpaku ditempat saat mendengar kalimat itu. Alvin? Jadian? Sama Pricilla? Pricilla siapa?

Aku masih belum menemukan jawaban pasti akan pertanyaanku, hingga ku rasakan sebuah tepukan keras mendarat dipundakku.

"Wayolohhhh!"

'Astaghfirullah!' batinku, kaget. "Ngagetin aja sih, Vi!" protesku.

Sivia, atau yang lebih sering ku panggil Via itu tersenyum sebentar. "Ngelamun dikoridor sih... Lagian mikir apaan, neng?" tanya nya.

Aku jadi ingat soal Alvin. "Err..Vi," aku meraih lengan Sivia dan mengajaknya berjalan menuju kantin sekolah. "Gue mau nanya, nih.." sambungku, tetap menggandeng tangannya.

Sivia mengernyit sambil menatapku aneh. "Lo kenapa, sih? Mau nanya apa? Kayaknya serius banget?"

Aku tak langsung menjawab. Mataku justru sibuk menyusuri seluruh penjuru kantin, mencari bangku kosong yang bisa ditempati. "Kita ngobrol disana aja!" ajakku, kembali -sedikit- menyeretnya menuju pojok kanan kantin.

"Jadi, mau nanya apa?" Sivia mengulang pertanyaannya, saat kami selesai memesan minuman.

"Soal...Al..vin.." ucapku pelan. Aku memainkan kedua telunjukku dengan gugup.

Sebelah alis Sivia terangkat, dan aku sangat paham, ia sedang berusaha 'membaca' sesuatu dari wajahku.

"Kenapa sama dia?"

"Dia pacaran sama Pricilla, ya?"
***

Aku meniup-niup sedotan yang terendam dalam jus semangka dihadapanku. Mataku menatap kosong pada gelembung-gelembung halus yang tercipta akibat tiupan sedotanku.
Kata-kata Sivia tadi siang kembali terngiang dalam benakku.

"Alvin sama Pricilla itu temen lama. Gosipnya mereka tetanggan juga." jawab Sivia saat aku menanyakan kedekatan Alvin dan Pricilla.

"Gosipnya lagi, Alvin udah naksir dari kapan taun deh, tapi malu buat nembak. Sampe akhirnya, dia punya keberanian, ya kemaren itu pas sepulang ekskul judo. Kan kebeneran tuh si Pricilla nemenin dia."

Hufftttt..aku menghela nafas. Ternyata, nggak enak juga rasanya mengetahui orang yang kita suka, sudah jadi milik orang lain. Kalah sebelum berjuang, yes, i'am.
Aku jadi teringat sosok Pricilla. Putih, langsing, rambut panjang melebihi bahu yang di cat dengan warna cokelat, mata sipit dengan bola hitam yang besar semakin membuat dia terlihat...cantik.
Bila ku bayangkan sosok Alvin, Pricilla memang gadis yang pantas untuk mendampinginya.

Drtt..drtt
Ponsel yang terletak disebelah gelas jusku bergetar, ku lirik sekilas. Sebuah new messege, hasil kirimin Nia telah bertengger disana.

Lo suka dia, Fy?

Sender : Sivia 'Via'

Aku memandangi ponsel tersebut dengan pipi menggelembung.
Suka? Tapi kok rasanya sakit gini.
Cinta? Kenal belum seminggu, masa iya udah jatuh cinta.

Drtt..drttt
Ponselku kembali bergetar. Lagi-lagi pengirimnya sama, Sivia!

Lo suka dia, Fy?
Bales kek, gue penasaran banget nih..

Sender : Sivia 'Via'

Aku menggaruk-garuk tengkukku setelah membacanya. Tak tahu harus menjawab apa, aku memilih untuk menyimpan kembali ponselku, dan menceritakan semuanya besok, di sekolah.

Mencoba lupakan keinginan hati
Namun tak inginku menyerah
Tapi mengapa?
Bila aku mendekat rasanya semakin jauh


"..ya gitu deh."

Aku menyelesaikan curhatan panjangku pada Sivia dikantin saat ini. Kebetulan, jam pelajaran Bahasa Indonesia saat ini sedang kosong, jadilah aku memanfaatkannya untuk menyeret Sivia ke kantin dan menjelaskan semuanya.

Sivia terlihat menggigit bibir bawahnya, sambil mengetuk-ngetukkan telunjuknya di atas meja. "Humbb..terus sekarang, apa yang mau loe lakuin? We'll see, Al--"

"--sstt! Sebut 'dia' kek, 'doi' kek, jangan frontal dong.." Desisku pelan.

Sivia menunjukkan telapak tangannya dihadapanku, hal yang sering ia lakukan sebagai kata ganti 'stay calm' saat berbicara denganku.

"Err..okay, so, apa yang bakal loe lakuin, secara nih dia udah punya someone."

Aku mengedikkan bahuku acuh. "Yah, emang pasti gitu, perasaan gue ini cinta? Paling sekedar kagum, lama-lama juga ilang lah~"

"Kalau nggak?"
***

Haduhh..kenapa ucapan Sivia dikantin tadi terus berputar di otakku? C'moon, Fy. Just a conversation, no more! Lagian itu kan cuman pembahasan bia..yaa biasa, kan?

Aku nampak seperti orang bodoh sekarang, karena tanpa sadar mulai membenturkan kepalaku berulang-ulang -mungkin sekitar 3 kali- ke rak buku di perpustakaan ini.

"Bego, bego, bego! Kenapa malah jadi mikirin dia gini sih?!" Gumamku frustasi.

"Permisi.. Kalau nggak sayang kepala, bukan gitu juga caranya.."

Aku baru akan membenturkan lagi -ugh, why i'm so stupid now?- kepalaku untuk yang ke 4 kali ke rak buku itu saat sebuah suara menegurku, sekaligus membatalkan niat bodoh itu juga sih.
Aku merasa cukup familiar dengan suara itu. Err, bukan..bukan, bukan satpam sekolah yang tiap pagi mengomeliku karena selalu datang 5 menit sebelum gerbang di tutup. Bukan juga suara Mang Ujang -supir pribadiku- yang hobby meneriakkan namaku dipagi hari, alasannya samalah kayak satpam sekolah, aku terlalu lelet sepertinya.

"Hello?!"

Upss..terlalu banyak mengkhayal justru membuatku lupa dengan pemilik suara itu.

"Hahh?! Ah, ya..Alvin.." Aku mulai cengar-cengir bagai seorang kleptomania yang kedapatan sedang menjalankan aksi. Maka, wajarlah jika Alvin malah memandangku dengan alis terangkat. I'm so freaky now! Huhuuu

"Loe, kenapa sih? Ada masalah? Kepala kok dijedotin gitu?" Dia bertanya sambil melihat-lihat judul buku yang tersusun rapi pada rak dihadapanku.

" Hahh?! Err..itu, gue..gue lagi pusing. Iya! Lagi pusing.."

Jawaban bodoh!

Dia membulatkan mulutnya tanpa suara, sambil mengambil salah satu ensiklopedia yang tebalnya mengalahkan buku diary milkku. Err, itu nggak tebal-tebal banget sih..

"Gue duluan.."

Dan aku hanya bisa melongo -kali ini bukan jawaban bodoh, tapi tampang yang bodoh- tanpa menjawab 'pamitannya' yang terbilang singkat itu.
***

Aku mengembang kempiskan kedua pipiku sambil berfikir. Dan..Aha! Aku telah memutuskan untuk..mendekati Alvin! Err, okay, I mean, aku hanya ingin menjadi teman dekat -syukur-syukur kalau bisa merangkap the next his girlfriend- dia saja. Just it! Aku cukup sadar diri, dengan tampang yang sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan Pricilla, aku hanya bisa bermimpi. Etapi..bukannya ada pepatah yang mengatakan bahwa "segalanya berawal dari mimpi, jadi jangan takut untuk bermimpi!". Okay, sebenernya aku juga tidak begitu ingat, siapa nama pepatah yang berkata demikian. Forget it lah~
So, lets think! Apa yang bisa aku lakukan untuk bisa dekat dengan Naufal? Humbb..tentu sebelumnya aku harus bisa mengakrabkan diri dengannya, selain itu pacarnya (alasannya sederhana, hanya untuk memberi kesan kalau aku cewek baik-baik yang nggak akan ngerebut cowok orang. Tapi aku emang cewek baik-baik kok), tapi..bagaimana bisa?
***

"Ceweknya itu pinter banget, nah loe kan agak dongdong tuh soal pelajaran yang ada rumus dan hitung-hitungannya, minta ajarin sama dia boleh tuh." Saran Sivia saat aku menanyakan bagaimana cara supaya aku bisa akrab dengan Pricilla. Ya, Sivia sih sempat heran, dan berpikiran macam-macam. Tapi buru-buru ku luncurkan alibi ku sebelum dia mulai berkata yang tidak-tidak.

"Gue cuman pengen deket aja sama dia, kata anak-anak dia nggak cuman cantik, tapi baik, ramah lagi. Ya, gue penasaran aja."

Itu adalah alibi yang ku ucapkan. Terdengar dipaksakan? Memang! Aku pun asal bicara saja waktu itu. Tapi yang terpenting, Sivia percaya dan memberikan saran yang bisa dibilang 'that's good idea' lah~

"Okay, Vi..thanks banget cantik~"

Sivia mencibir. "Loe mah semau gue banget, bilang gue cantik kalau lagi seneng, kadang juga dikata dakochan, ga konsis banget."

Aku hanya mengikik kecil mendengarnya. Dalam pikiranku mulai berseliweran bayang-bayang tentang kedekatan yang terjalin antara aku dan Alvin, tentu saja itu masih fiksi.
***


Hi! Apakabar? Ini cerpen baru saya agak freaky and I Know that-_-
Sebenernya kemaren niatnya ga gini loh, tapi kok jadinya malah gini yah :/
Btw, sorry kalau banyak typo (s)
Ini cerpen sebenernya gue bikin dengan nama tokoh : Naura (Ify), Nia (Sivia), Naufal (Alvin) dan Nindya (Pricilla). Nah, kalau gue bikin versi RiFy yg ada Rio punya pacar dan itu bukan Ifykan? Jadi Alfy ajayah ahahaha. Last one, ini agak panjang jadi gue bagi 2 ☺
Thanks for reading!

Cheers!


@sugargirl08

0 komentar:

Posting Komentar