Rabu, 23 November 2011

-- Memujamu -- short story







Saat malam sungguh sepi

Ku terduduk angan melayang
Andai saja yang dia rasa
Sama dengan yang ku rasakan.. .. ..

Menatap luasnya langit dengan hamparan beribu bintang yang ditemani terangnya sinar sang rembulan sudah menjadi kebiasaannya. Sambil membayangkan raut wajah sang pujaan hati, ia bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam tanpa aktifitas berarti--kecuali, menatap langit sambil melamun.
Ia, gadis cantik berdagu tirus itu tersenyum kecil, mengingat satu dari sekian banyak kejadian yang begitu berarti -baginya-, dengan sang pujaan hati.
»»
Suasana lapangan outdoor hari ini terasa lain. Bagaimana tidak? jumlah siswa yang berkumpul untuk mengikuti pelajaran olahraga menjadi lebih banyak dari biasanya. Tentu hal ini menjadi suatu pertanyaan.
Terang saja banyak. Siswa senior yang mendapatkan jadwal olahraga dijam dan hari ini akan melaksanakan kegiataan olahraga tersebut bersamaan dengan siswa junior. Alasannya standard, guru olahraga siswa junior sedang berhalangan hadir. Dan demi mempersingkat waktu, guru olahraga siswa senior memilih untuk menggabungkan kedua kelas tersebut.
Berhubung jumlah peserta olahraga cukup banyak, Pak Joe, guru olahraga siswa senior memutuskan untuk memilih 'lari estafet' sebagai tema pelajaran olahraga hari ini.

"Baiklah, saya rasa hari ini saya akan mengambil nilai dengan tema lari estafet!"

"Yah, estafet.." ia mengeluh begitu mendengar kata 'estafet' keluar dari mulut Pak Joe. Estafet adalah kelemahannya. Baik, lebih tepatnya mungkin berlari. Ia terbiasa diantar-jemput saat sekolah, jadi baginya..lari sama dengan melelahkan!

"..dan..demi mempersingkat waktu, saya akan menggabungkan pengambilan nilai antara junior dan senior!"

Salah seorang siswa mengangkat tinggi tangan kanannya. "Jadi, kita estafet bareng junior nih pak?" tanya senior pria bernama Patton.

Pak Joe mengangguk mantap, lalu segera mengeluarkan buku absen yang selalu ia gulung dan ia simpan kedalam kantong celana training yang ia kenakan. Kemudian mengabsen satu persatu siswa dan mulai membagikan kelompok lari.

Ia kembali mendengus saat mendengar Pak Joe menyebutkan nama senior -sang pujaan hati- tersebut berada dikelompok kiri. Dan itu artinya, mereka tidak satu team!
Dengan malas ia mengambil posisi.

"Ya! Siap? Satu..dua..tiga..go!"

Pak Joe segera memberi aba-aba yang segera disambung dengan gerakan lari super cepat dari para siswa, tentunya setelah Pak Joe selesai memberikan aba-aba.
Dengan malas ia memutar kepalanya ke belakang, memperhatikan senior-junior yang memang satu team dengannya. Ya, tinggal seorang lagi, tongkat estafet itu akan berpindah tangan kepadanya.

Dan setttt...seseorang memberikan tongkat estafet ke arahnya.

"Cepet lari!"

Karena tak begitu fokus, dan sedikit terkejut mendengar perintah bernada cepat tersebut, ia segera berlari. Tak tahu kalau ia memperoleh tongkat estafet dari orang yang salah.
Tongkat yang seharusnya ia terima dari Zahra -teman sekelasnya-, justru ia peroleh dari senior yang berasal dari team kiri. Senior yang berhasil mencuri perhatiannya. Senior yang telah menjadi pujaan hatinya. Senior yang bernama...

"Rio! Lo salah ngasih orang!"
««

Ia tertawa kecil, bersamaan kerlipan nakal para bintang yang seolah-olah ikut tertawa karena mengingat kenangannya. Entahlah, kenangan atau bukan. Memang belum lama. Baru beberapa bulan yang lalu. Tapi...tetap saja namanya kenangan.

Tak hanya itu, masih ada potongan cerita lain yang kembali membawanya pada masa-masa bahagia bersama pujaan hatinya. Kembali membawanya pada satu nama...Rio!

.. .. ..

Aku takut sungguh takut
Ini hanya gr-ku saja
.. .. ..

"Dan elo, udah berhasil ngebuat Bu Winda nunggu. Siap-siap aja lo kena omel sama Bu Winda."

Peringatan dari teman sebangkunya tersebut membuat ia menelan ludah. Beberapa jam yang lalu Bu Winda sudah mengingatkan untuk menemuinya pada jam istirahat pertama. Namun efek lapar membuat ia lupa akan perintah tersebut. Dan..sekarang, saat para siswa/i menghabiskan istirahat kedua mereka dengan santai, ia justru berkomat-kamit sambil melangkah takut menuju ruang guru. Berharap Bu Winda akan memaafkan keteledorannya yang mengharuskan guru -yang agak- killer tersebut menunggu.

"Dari mana saja kamu? Saya kan meminta kamu untuk menemui saya pada jam istirahat pertama!"

Glekk..
Ia menelan ludah. Baru masuk, belum duduk, sudah disemprot.

"Maaf, Bu. Saya lupa.." ucapnya seraya menunduk.
Terdengar desahan nafas dari Bu Winda yang sedang memperbaiki letak kaca matanya.

"Sudahlah, lupakan. Sebenarnya saya hanya ingin meminta kamu untuk memfotocopykan berkas-berkas saya."

Gadis itu merutuk dalam hati. Hanya itu? Hahhh..sepele..

"Cuma itu?" tanya nya tanpa sadar, dengan nada seolah meremehkan perintah tersebut. Cuma! Satu kata yang memang membuat suatu pertanyaan menjadi terkesan dientengkan.

"Masalahnya, berkas tersebut harus kamu ambil dulu di Diknas."

Wooo..kalau begitu, pantas saja Bu Winda marah. Mengingat kantor Diknas yang cukup jauh dari gedung sekolahnya. Lantas, kendaraan apa yang harus ia tumpangi?

"Terus, saya naik apa, Bu?" tanyanya polos.

Bu Winda mendesah panjang, "itu dia, saya menyuruh kamu tadi, karena kebetulan ada tukang ojek yang biasa saya suruh untuk menjemput anak saya pada jam segitu disini." ucap Bu Winda. Jelas, tukang ojek itu kan mengantarkan buah hati beliau. "Dan tadinya saya menyuruh kamu naik ojek saya saja--"

"Ya, udah. Nggak papa, saya cari tumpangan di lain aja." ujarnya memotong ucapan Bu Winda.

Bu Winda menyatukan kedua alisnya, "dimana?"

Ia meringis kecil sambil menggaruk-garuk tengkuknya. "Nggak tau sih, Bu."

Bu Winda melengos, dan bangkit dari posisi duduknya. Kemudian berjalan menuju ambang pintu ruangannya.

"Alvin!"

Ia menoleh mendengarkan teriakan Bu Winda yang menyebutkan nama seseorang yang ia ketahui merupakan nama salah satu seniornya. Dengan pelan, ia bergerak mendekati Bu Winda.

"Ya, ada apa, Bu?" tanya Alvin sopan, saat berhadapan dengan Bu Winda.

"Kamu bisa tolongin Ibu, nggak? Tolong antarkan Ify ke kantor Diknas, terus ke tukang fotocopy, penting soalnya." jelas Bu Winda to the point.
Ia ternganga mendengar penuturan Bu Winda. Masa' sama Alvin? Seniornya yang semua tau adalah pacar dari seorang Ashilla. Cewek cantik, baik tapi galak kalau sudah menyangkut dengan kekasihnya.
Alvin memandang tak enak ke arah Bu Winda.

"Aduh, maaf Bu..bukannya saya nggak mau. Tapi, kelas saya ada ulangan sehabis ini, saya lagi belajar nih." tolak Alvin setengah meringis.
Bu Winda menatap Alvin putus asa.

"Biar sama saya aja, Bu.."

Suara lembut bernada penawaran tersebut membuat ketiga pasang mata ‎yang tadinya sedang berpikir mencari solusi, secara serta merta mencari asal suara.
Yang menjadi objek hanya menyeringai lebar.

"Kamu mau, Mario?"

Mario, orang yang memberikan penawaran tersebut mengangguk semangat.

"With pleasure, mam.."

Bu Winda menepuk pundak Mario dan mempersilahkan Alvin kembali ke asalnya.
Sedangkan ia... Ia hanya menatap tak percaya sambil berusaha menelan ludah yang terasa tercekat ditenggorokannya.

"Nah, Ify.. Tunggu apalagi? Pergilah sekarang!"

Dan berdasarkan perintah itulah, ia harus melewati beberapa menit -atau mungkin jam?- bersama sang pujaan hati. Membiarkan kedua tangannya melingkar di perut pujaannya selama perjalanan sekolah-diknas, diknas-percetakan, percetakan-sekolah. (Berhubung mereka menggunakan sepeda motor, otomatis Ify yang mengenakan rok harus duduk menyamping. Dan dengan alasan keselamatan, maka ia harus pasrah memeluk Rio dalam perjalanan tersebut.) Dan tak bisa menolak saat sepasang mata elang sang pujaan menatap fokus di bola matanya saat mereka berbicara. Benar-benar menit-menit yang sangat mendebarkan, penuh tekanan..tekanan yang menyenangkan.


Kunang-kunang tolong aku

Tolong jaga pujaan hati
Yang kini entah dimana
Aku merindu padanya
Ia menyanyikan bait tersebut dengan senyuman. Seolah memang berbicara secara nyata. Menitipkan pesan pada binatang malam yang bercahaya tersebut, untuk selalu menyertai sang pujaan hati yang memang ia rindukan. Sangat ia rindukan....

.. .. ..

Setiap pagi kau menyapa

Dan tersenyum di pintu kelas
Dan sesaat dunia ini
Oh...terasa begitu indah.. .. ..

Ada lagi, potongan kisah lain yang juga ia rindukan.
Saat dimana sang senior yang tak lain adalah pujaan hatinya itu menjadi orang pertama yang selalu ia tunggu kehadirannya saat disekolah.
Peristiwa 'mengantar' waktu itu membawa hubangannya dengan sang pujaan hati menjadi akrab.
Seperti teman lama, keduanya sudah tak canggung lagi untuk saling menyapa.

"Pagi, Fy.."

Sapaan yang diiringi dengan seulas senyum manis selalu menjadi santapan pagi terlezat yang selalu mengisi paginya, saat sang pujaan hati melewati kelasnya.

"Pagi juga kak Rio.."

Balas menyapa, dan balas tersenyum. Itulah yang ia lakukan saat lantunan kalimat tersebut menghampirinya.

"Elo pacaran sama kak Rio?"

Ia menggeleng dengan alis terangkat mendengar pertanyaan Zahra, sesaat setelah kepergian sang pujaan.

"Atau kak Rio..naksir sama lo?"

Dan gelengan kembali menjadi jawabannya. Sedangkan dalam hati, ia mengamini pertanyaan Zahra.

'Semoga kak Rio emang naksir gue!'

Melihat ia terkikik, Zahra yang ingin melontarkan pertanyaan ketiga justru bergidik ngeri, dan lantas meninggalkannya.

"Ify gila karena kak Rio, nih!" gumam Zahra dengan pasti.


Aku takut aku ragu
Adakah aku yang di hatinya?

Dan itulah yang ia pertanyakan...
Adakah terukir  3 huruf merangkai satu nama dalam hati pujaan hatinya?
Tentu saja, nama yang ia maksud adalah namanya.

"Mestinya sih ada.." Ia bergumam sendiri, kemudian tertawa kecil sambil menggeleng pelan. Tak mengerti kenapa tiba-tiba ia bergumam demikian.
Mestinya? Kenapa mesti, coba?

Krekk..ia menutup jendela kamarnya, lantas melangkah menuju peristirahatannya.
Hufttt..setelah mendesah, menghembuskan segala keresahan, kerinduan dan kegelisahan yang melanda jiwa, ia langsung menghempaskan tubuh kurusnya pada spring bed berukuran king size miliknya.

"Kak Rio...gue kangen sama lo! Kapan kita bisa ketemu lagi?" ia bertanya lirih.

Ditariknya selimut bergambar 'mwo-mwo' (re. Sapi) untuk menghangatkan tubuhnya yang sudah dalam posisi berbaring.
Dibacanya sebait doa penghantar tidur. Tak lupa ia selipkan setitik harap, semoga ia dapat berjumpa kembali dengan sang pujaan hati, suatu saat nanti. Pujaan hati yang tak pernah ia temui lagi selepas masa-masa kelulusan para seniornya beberapa bulan yang lalu.
Yang tentu saja, secara otomatis perpisahan tersebut membuat ia harus memendam harapan untuk saling bersama. Membuat ia harus mengubur pertanyaan 'adakah aku dihatimu?' pada senior tersebut.
Dan seiring waktu bergulir, beberapa bulan tanpa pujaan hatinya, tak membuat ia lantas terlupa betapa selama ini ia sangat mengagumi sosok seniornya. Rio....


Kunang-kunang tolong aku

Tolong jaga pujaan hati
Yang kini entah dimana
Aku merindu padanya
......

Ekhemm..ekhem…
Apainiiii?!!!! Ga tau deh, ini apa sebenernya. Tapi ya gitu deh, ini dibuat untuk mengisi kegalauan hati (?)
Well, lupakan..otak saya lagi random. Jangan tanya kenapa ini gantung, atau gimana perasaan Rio akhirnya. Karena sampe detik ini, saya sendiri juga belum pernah ketemu (lagi) sama si ‘Rio’ yang asli-_- sorry juga buat judul yang gaje ini karena saya pribadi juga bingung tentang apa judul yang tepat, what you guys have a good idea?
Kalau berminat boleh koment loh, yang ngelike..soverythankyousomuch…apalagi buat yang ngebaca dan yang koment..lope setengah mati ahaaaa..


_Nia ‘nistev’ Stevania_

0 komentar:

Posting Komentar