Kamis, 27 Oktober 2011

-- Indah Pada Waktunya --

-- Indah Pada Waktunya --


"Ifyyy!!"

Teriak Sivia dengan setengah berlari menghampiri Ify yang sedang mematung didepan mading.

"Pagi Vi..." sapa Ify. Sivia tersenyum, senyum yang amat sumringah. Ify menaikkan sebelah alisnya, heran.

"Kenapa lo Vi?" sambung Ify, bertanya.

Sivia mengulum senyum, "Lo tau gak Fy? Emmm tadi pagi gue ketemu Iyel dihalte terus dia ngajakin gue kesekolah bareng!" ujarnya menggebu-gebu.

"Ohh..bagus dong, em terus lo terima dong ajakan dari Iyel? Iyakan? iya dong? Jangan bilang lo nolak, rugi banget tau Vi.." cerocos Ify tanpa henti, Sivia tertawa kecil.

"Ya ialah gue terima, makanya gue seneng banget apalagi pas gue ngeliat tatapan iri anak-anak, makin ngerasa beruntung gue Fy."

"Bagus deh, gue ikut seneng...eh Vi, gue ke perpus dulu yah, bye!" Ify melambaikan tangannya pada Sivia.

Sebenarnya dalam hati Ify merasa miris, sakit hati, cemburu. Tapi, siapa dia? Ia tak berhak melarang Gabriel -nama lengkap Iyel- mendekati gadis manapun, meski ia adalah sahabat Gabriel dari kecil. Apalagi gadis yang didekati Gabriel sebaik Sivia, yang juga sahabatnya sendiri. Namun itulah hebatnya Ify, sesakit apapun hatinya, ia masih mampu tersenyum senang, tertawa lebar.

'keep smile Fy, lo pasti bisa, karna lo adalah cewe yang kuat!' Ify menyemangati dirinya sendiri, tanpa disadari didepannya ada seorang siswa yang tak lain adalah Gabriel.

"Hai, Fy!" sapa Gabriel, Ify tersenyum menggoda.

"Ciee...yang kesekolah bareng Sivia, pasti seneng banget~" goda Ify.

"Apaan sih lo, hobby banget ngegodain gue." Gabriel menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, salting.

"Hehee...eh gue ke perpus dulu yah, bye!"

Ify kembali meninggalkan Iyel yang masih mematung ditempatnya.

Gabriel menepuk jidatnya pelan, "upsss...lupa, gue kan tadi mau ngembaliin bukunya Ify, hehhhh kasihin ke Sivia aja deh.."
Gabriel beranjak meninggalkan koridor kelas menuju kelas Ify.
.....

Ify terduduk disalah satu bangku perpustakaan yang menghadap lapangan basket. Itulah kebiasaan Ify setiap jam istirahat, duduk diperpus sambil membaca novel atau buku-buku pelajaran yang ia sukap. Namun berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari ini Ify hanya duduk tanpa sebuah buku pun dihadapannya. Gadis itu terlalu sibuk memikirkan perasaan yang dimiliknya kepada Gabriel. Perasaan yang sudah dapat dipastikan bertepuk sebelah tangan.

'Gue emang cuman sahabat lo Yel, dan sampai kapanpun akan tetap menjadi sahabat lo..' Ify menggumam dalam hati. Pandangannya tertuju pada Gabriel yang sedang asyik bermain basket dilapangan.

"Kalau emang lo suka sama dia, bilang dong Fy.."

Sebuah suara mengagetkan Ify yang tengah memandangi Gabriel. Ify menoleh dan mendapati seorang siswa sedang duduk disebelahnya. Siswa itu terlihat asyik membolak-balikkan buku dihadapannya. Ify mengernyitkan dahi, bingung.

"Lo tadi ngomong sama gue?" Ify menunjuk dirinya sendiri, dengan alis bertaut.

"Ya ialah sama lo, emang yang ada disekitar gue siapa lagi kalau bukan lo?" siswa itu balik bertanya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan dari buku yang ia baca.

"Kali aja gitu, sama bu Ucie." jawab Ify asal.

"Jiahh...jelas-jelas tadi gue nyebut nama lo."

"Oh...iya sih, eh tapi maksud omongan lo apa?" tanya Ify yang masih bingung.

Siswa itu menoleh sekilas, "Lo pasti ngerti apa yang gue maksud." ucapnya, kemudian berlalu meninggalkan Ify.

"Aneh" gumam Ify.
.....

Hari ini, Ify kembali menghabiskan waktu istirahatnya diperpustakaan. Jika biasanya ia hanya sendiri, sekarang gadis itu selalu menghabiskan waktu isitrahatnya bersama seorang siswa bernama, Rio. Memang sudah lebih dari 3 hari ini Rio menemani Ify yang nongkrong diperpustakaan. Awalnya, Ify memang sempat merasa kesal dengan Rio. Namun sejujurnya, ia sama sekali tak merasa terganggu sedikitpun dengan kehadiran Rio . Meskipun Rio selalu cerewet dan terkesan terlalu ikut campur dalam masalah pribadinya.

"Sampai kapan lo mau mendem perasaan lo Fy?"

"Gue udah bahagia kok, kalau Iyel bahagia."

"Meskipun itu gak sama lo?" tanya Rio, kini ia sudah menutup buku Fisika yang sedari tadi dibacanya, Ify mengangguk.

"Kalau memang dia cuman bahagia sama Sivia gue bisa apa?"

Rio terhenyak, tak menyangka Ify akan berkata sebijak itu. Dalam hati Rio merasa bangga dengan ketegaran yang dimiliki Ify. Rio yakin dalam hati Ify selalu merasa sakit ketika melihat Gabriel dengan gadis lain. Apalagi gadis itu adalah sahabat Ify sendiri. Hanya satu kata 'salut', begitulah pendapat Rio. Karna meskipun hatinya terluka, Ify tak pernah sedikitpun terlihat sedih. Justru sebaliknya, Ify selalu tersenyum sumringah dan masih bisa tertawa lebar disaat-saat menyakitkan sekalipun.

"Lo emang pintar banget nyembunyiin perasaan lo Fy." sahut Rio. Ify hanya tersenyum menanggapinya.

'Ya Tuhan...sumpah demi apa pun Rio gak tega ngeliat Ify menahan penderitaan hatinya sendiri..' Rio membathin.

"Sebentar lagi bel, mau balik kekelas bareng?" Ify menawarkan, Rio mengangguk. Kemudian keduanya berjalan beriringan menuju kelas masing-masing.
.....

"Llo jadian sama Rio ya Fy?" tanya Gabriel.

Akhir-akhir ini Gabriel memang sering melihat kedekatan di antara Ify dan Rio.
Ify yang sedari tadi asyik menonton tv, mengalihkan pandangannya kepada Gabriel.

"Dapet gosip dari infotaiment mana lo?"

"Malah balik tanya, dari sumber terpercaya lah~"

"Paling juga Sivia.." tebak Ify sambil menggonta-ganti channel tv.

"Hehee...tau aja, jadi beneran gak? Tega lo jadian gak ngasih kabar, PJnya dong Fy.."

Ify melayangkan sebuah bantal sofa didekatnya tepat kearah Gabriel.

"Asal aja kalau ngomong, kita cuman temen tau!"

"Jadian juga gak papa, gue restuin kok. Rio cowo baik-baik, gue berani jamin!"

"Lo pikir gue mau married?"

"Oh...elo mau langsung married? Boleh juga tuh, ntar deh gue cetakin undangannya terus gue siapin gedungnya." jawab Gabriel makin ngelantur.

"Ahhhh...rese lo, lo sendiri gimana sama....Sivia?" tanya Ify agak berat.

"Ya gitu deh~" ujar Gabriel dengan senyum mengembang.

"Gitu gimana?"

"Hehe...doain gue yah Fy, rencananya dalam waktu dekat ini gue mau nembak Sivia."

Jderrrrrr....bagaikan petir disiang bolong, ucapan Gabriel begitu mengejutkan Ify. Kalimat yang diucapkan secara pelan oleh Gabriel barusan begitu terdengar jelas ditelinga Ify.

"Pasti...pasti gue doain lo, gue yakin lo bakalan diterima sama Sivia." ujar Ify mantap, senyum sumringah terkembang dibibirnya. Meskipun hatinya sakit, namun semua kata-kata yang dilontarkannya tak terdengar bergetar sedikitpun.

Gabriel berpindah duduk kesebelah Ify, kemudian memeluk erat gadis disampingnya itu.

"huaaaa..Ify...i love you so much, lo emang my best friend dah Fy, gue sayang banget sama lo!" seru Gabriel sambil memeluk Ify erat.

'Gue juga sayang banget sama lo, bahkan rasa sayang gue ke elo jauh lebih besar daripada rasa sayang gue kediri gue sendiri.' Ify membathin, tanpa membalas pelukan Gabriel.
.....

Sudah 2 hari ini Ify tidak masuk sekolah karna sakit. Semua bermula dari pernyataan Gabriel yang berniat menembak Sivia tepat dimalam ulang tahun Ify.
Yah tanggal 5 desember lalu, Gabriel menyatakan cintanya kepada Sivia. Dan dugaan Ify tak meleset, karna Sivia memang menerima Gabriel.

Ify terbaring lemah diatas tempat tidurnya. Sedari tadi hanya Bik Sum yang rajin bolak balik mengompres demam Ify. Orang tua Ify tak satu pun berada dirumah, mereka terlalu sibuk dengan kerjaan mereka masing-masing. Namun Ify memang gadis tegar, meskipun ia kesepian, tak pernah sekalipun ia mengeluh kepada orang tuanya akan sikap orang tuanya yang seolah tidak perduli dengan keadaan Ify.

Ting..tong..ting..tong...
Bel rumah Ify berbunyi, Bik Sum yang sedang mengompres Ify pun segera turun untuk membukakan pintu. Dalam hati Bik Sum berharap tamu yang datang itu adalah Gabriel. Karna sejak semalam Ify selalu menyebut-nyebut nama Gabriel dalam tidurnya.
Cklekk...
Bik Sum membukakan pintu. Harapan tinggal harapan, yang datang bukanlah Gabriel melainkan orang lain. Sosok jangkung berwajah manis, hampir menyerupai Gabriel.

"Selamat siang Bik, rumahnya Ify kan?" tanyanya sopan.

Bik Sum tersenyum dan mengangguk, "temennya non Ify?" tanya bil Sum.

"Iya Bik. Saya, Rio."

Bik Sum membuka pintu masuk lebih lebar. "Masuk den, non Ify nya lagi tidur dikamar." suruh Bik Sum.


"Gak papa kalau saya jenguk Bik?" tanya Rio ragu.

"Gak papa den, non Ify pasti seneng banget ada yang ngejengukin, wong selama non Ify sakit gak ada yang ngejengukin. Bibikkk...mulu yang nemenin.." cerita bik Sum sambil menaiki tangga menuju lantai dua, Rio mengekor dibelakang bik Sum.
Bik Sum membuka pintu kamar Ify secara perlahan, kemudian menyuruh Rio untuk duduk dikursi belajar Ify.

"Bibik bikinin minum dulu ya den." pamit bik Sum, Rio mengangguk.

Secara perlahan Rio berjalan mendekati Ify. Dipandanginya wajah pucat Ify 'tetap cantik!' pikir Rio.
Rio mengambil kain yang tertanggal dikening Ify dan segera mengompres ulang kening gadis manis tersebut.

"Wahhh..den Rio.. maaf ngerepotin." ujar Bik Sum sambil meletakkan nampan berisi es jeruk dimeja belajar Ify.

"Eh Bibik , ngerepotin apaan?"

"Itu..den Rio jadi ngompresin kepalanya non Ify, itukan tugas Bibik, den."

Rio tersenyum, "nggak papa kok Bik, saya ngelakuinnya dengan senang hati." ujar Rio yang kembali duduk dikursi belajar Ify.

"Silahkan diminum, den!" Rio mengangguk dan segera meminum es jeruk dihadapannya.

"Iyel udah ngejenguk Ify Bik?"

Bik Sum menggeleng, "den Iyel belum ngejenguk non Ify, den, sibuk kali yah. Padahal setiap malam non Ify pasti ngigo, terus nyebut-nyebut nama den Iyel."

"Oh ya?"

"Ya den, Bibik jadi kasian sama non Ify."
Bik Sum menatap Ify yang masih terlelap dengan nanar. Tangannya bergerak teratur, mengusap lembut rambut panjang Ify dengan penuh kasih sayang.

"Emmmm..kok rumahnya sepi, Bik?" tanya Rio lagi, matanya berkelilingi mengitari kamar Ify.

"Setiap hari juga gini kok, den. Nyonya sama tuan terlalu sibuk sama kerjaan masing-masing, kasian non Ify gak diperhatiin. Dari kecil selalu Bik Sum yang ngerawat. Sampai-sampai non Ify ngga mau manggil Bibik dengan sebutan Bibik, pasti manggilnya Ibu." jelas Bik Sum sambil terus mengelus, puncak kepala Ify.

"Ohhh...jadi disini Ify tinggal sama siapa?"

"Cuman sama Bibik, kalau tukang kebun rumah ini cuman datang seminggu sekali, terus semenjak SMA kan non Ify udah gak mau pake supir lagi, jadi supir yang lama udah gak kerja lagi"

'Gue makin salut sama lo Fy, lo bener-bener cewek tangguh!' Rio membatin dalam hati.

"Kalau Bibik mau istirahat, istirahat aja Bik. Biar saya aja yang ngejagain Ify." ujar Rio

"Nggak papa den?"

"Iya..tenang aja, Ify aman sama saya, Bik. Lagian kayanya Bibik cape banget."

"Makasih yah, den." Bik Sum tersenyum dan kemudian meninggalkan Rio dan Ify, berdua.

Sepeninggal Bik Sum, Rio terus larut dalam pikirannya yang masih tentang Ify. Tentang kuatnya hati Ify, tegarnya hati Ify, Rio merasa Ify benar-benar sempurna...

"Andai aja lo tau Fy, kalau ada gue yang sayangggg...banget sama lo, gue gak akan pernah ngebiarin lo menderita!" ujar Rio sambil mengelus kening Ify.

"Gue nggak tega ngeliat lo menderita kaya gini Fy, gue nggak tau, kenapa Tuhan ngasih cobaan sesulit ini ke elo, tapi..gue yakin suatu saat nanti lo bakalan jadi salah satu orang pilihan Tuhan yang akan menempati surga." lanjutnya lagi.
Rio mengedarkan pandangannya keseluruh sudut kamar Ify. Kamar bercat ungu pink itu sangat rapi. Begitu banyak boneka Ify yang terpajang rapi dilemari kaca berukuran sedang. Disebelah lemari kaca tersebut, ada sebuah rak buku yang juga tertata rapi dengan puluhan buku yang nampak memenuhi rak tersebut. Berbagai macam foto Ify dari yang separuh badan sampai seluruh badanpun juga ikut menghiasi kamar gadis tersebut.
Tiba-tiba pandangan Rio terhenti disebuah figura berukuran besar. Nampak beberapa lembar foto tergabung jadi satu disana. Foto itu berisikan dua orang bocak perempuan dan laki-laki berseragam sekolah. Mulai dari seragam TK, SD, SMP dan SMA.

"Lo tau gak sih Yel, kalau Ify sahabat lo ini udah terlalu sering menanggung sakit hati gara-gara lo." Rio berbicara seakan-akan Gabriel ada dihadapannya.


Ify mengerjap-ngerjapkan kedua matanya.
Pusing masih ia rasakan, ketika matanya memperhatikan sekelilingnya. Dan ia mendapati Rio yang sedang khusyuk memandangi sebuah figura besar, yang dipenuhi dengan foto-foto dirinya bersama Gabriel, saat masih mengenakan seragam sekolah.

"Riooo.." sapa Ify lirih, Rio berbalik menatap Ify dan segera menghampirinya.

"Ify!! Lo nggak papakan, Fy? Lo sakit apa? Kok sampai gak masuk 2 hari sih?" tanya Rio, nada kekhawatiran terdengar jelas dari setiap pertanyaan yang diajukannya.

Ify hanya tersenyum, "mungkin gak cuman 2 hari Yo."

"Maksudnya?"

"Gue nggak yakin besok gue bisa masuk sekolah, gue masih sakit."

"Sakit hati maksud lo?" sindir Rio, dengan nada menggoda tentunya.
Ify mendelik, kemudian mengangguk sambil tertawa kecil.

"Apapun yang terjadi ku kan s'lalu ada untukmu...janganlah kau bersedih cause everything gonna be okey~"

Rio bersenandung kecil. Tangannya meraih tangan Ify, "gue tau begitu banyak masalah yang lo hadapein dalam hidup lo, Fy. Dan sejauh ini menurut gue lo selalu sukses melewati semua cobaan hidup lo. Dan gue yakin lo juga bisa ngelewatin masalah baru lo ini." ujar Rio, masih menggengam tangan Ify.

"Sok tau lo, emang masalah baru gue apaan?"

"Emmmm..." Rio merasa ragu untuk mengungkapkannya.

"Udah gak usah dibahas, emmm...kok lo ada disini?" tanya Ify, menyela kalimat menggantung dari bibir Rio.

"Ehh..em..itu gue heran aja, karna nggak biasanya gue nggak nemuin lo diperpus. Pas gue tanya sama Sivia, ternyata kata dia lo sakit, ya udah gue berniat buat ngejengukin lo deh."

"Jadi lo tau alamat gue dari Sivia?"

Rio mengangguk, "oh iya, Sivia minta maaf karna belum bisa ngejenguk lo, Fy. Tapi tadi dia nitipin itu bunga sama parcel buah buat lo." ujar Rio sambil menunjuk seikat bunga mawar merah dan parcel buah yang tadi ia letakkan dimeja belajar Ify.

"Iya, lo bilang aja, cukup didoain aja gue udah seneng kok."

"Fy...ini," Rio menyerahkan sebuah kotak kecil berbungkus kertas kado ungu kepada Ify.

Alis Ify bertaut, heran. "Apa?"

"Hadiah ulang tahun buat lo, sebenarnya gue mau ngasih diperpus waktu itu, tapi gue cari-cari lo nya gak ketemu-ketemu juga." Rio menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Ketemboan lo Yo?"

"Ngga.."

"Kutuan?"

"Ya nggalah.."

"Berarti, lo masih ada hubungan darah dong sama yang dihutan?"

"Apaan tuh?"

"Itu yang sering gelantungan dipohon."

Rio terdiam, kemudian tersadar. "Ify.....ya nggak mungkinlah cowo sekeren gue sodaraan sama monyet!!" seru Rio narsis, Ify tertawa geli.

"Hehee...abis lo garuk-garuk gitu sih, eh kadonya gue buka sekarang yah?"

Ify merubah posisinya dari rebahan mejadi senderan.

"Jangannnn!!" cegah Rio.

"Kenapa?"

"Emm..ntar kalau udah waktunya." ujar Rio, sambil menyeringai kecil.

Ify mendelik heran, "hehhhh..kapan dong?"

"Makanya lo cepet sembuh dong, soalnya gue mau ngajakin lo ke suatu tempat yang indahhhhh...banget dan ditempat itulah elo boleh ngebuka kado dari gue." terang Rio.

Ify menganggukkan kepalanya berulang-ulang, "Okeyy...lo doain aja gue cepet sembuh."

"Pastiii!"

"Lo nggak balik, Yo? Udah malem lho.." Ify mengingatkan, Rio menepuk jidatnya pelan.

"Oh iya, kayanya gue harus balik."

"Sorry yah, Yo. Gue nggak bermaksud ngusir elo nih, gue cuman takut aja orang tua lo khawatir nyariin lo." ujar Ify memberikan alasan, Rio kembali terdiam.
Tiba-tiba ia kembali teringat akan Ify dan orang tuanya. Orang tua Rio memang selalu mengkhawatirkannya, apalagi kalau Rio sakit atau terlambat pulang. Tapi apakah orang tua Ify akan melakukan hal yang sama jika Ify terlambat pulang? Atau bahkan disaat Ify sakit seperti sekarang ini?

"Yo! Rioo!!" Ify melambai-lambaikan tangannya dihadapan Rio.

"Eh iya, Fy. Emm..gue balik yah?" pamit Rio, Ify tersenyum dan mengangguk.

Baru beberapa langkah Rio berbalik. "Kalau lo perlu apa-apa hubungin gue aja, gue siap kapan pun kok." pesan Rio.

"Emangnya kantor polisi?" tanya Ify bercanda.

"Yaaaa....eemmmm buat lo dianggep kantor polisi juga nggak papa deh." Ify terkekeh kecil.

"Oh iya Fy, emmm..."

"Daritadi emm, emm mulu, lo kenapa sih, Yo?"

"Gue harap..lo bisa lebih terbuka sama gue, Fy. Jadi kalau emang lo punya masalah dan nggak tau mau curhat sama siapa, hubungin gue aja karena--"

"Karena lo siap kapan pun gue butuh lo?" potong Ify cepat, Rio mengangguk. "Sippp!" Ify mengacungkan kedua ibu jarinya tanda setuju.

"Gue balik Fy, bye!" Rio melambaikan tangannya dan mengilang dari balik pintu kamar Ify. Ify tersenyum mengantarkan kepergian Rio.

"Bener kata Iyel, lo emang cowo yang baik, Yo.." ujar Ify.
.....

Hari ini matahari bersinar cerah. Ify yang mulai merasa sehat berniat untuk masuk ke sekolah hari ini. Waktu 3 hari itu baginya sudah cukup untuk menyehatkan tubuhnya kembali. Setelah siap dengan seragam sekolahnya, Ify segera keluar dari kamarnya dan turun menuju meja makan dilantai bawah.
Ify terkejut ketika mendapati Rio sudah duduk manis dimeja makan.

"Rio..."

"Ehh Ify, udah siap?"

"Kok lo--"

"Gue udah feeling kalau elo bakalan masuk hari ini, makanya gue ngejemput lo." potong Rio, menjawab kebingungan Ify.

Ify membulatkan mulutnya, "ohhh."

"Nggak papakan?"

"Yupp...gue malah senang kok."

"Ya ialah lo seneng, kan dijemput sama cowok ganteng." ujar Rio narsis.

Ify meletakkan salah jari telunjuknya pada dagu lancip, miliknya. "Lo berubah ya, Yo." desisnya kemudian.

"Hahhhh?! Berubah? Jadi apa? Spiderman? Batman?"

Ify mengeram, gemas. "Gue serius, Marioooo!!"

"Emang apaan yang berubah dari gue, Fy?" tanya Rio dengan tampang seriusnya.

"Pertama kali lo ngobrol sama gue, lo nggak banyak ngomong, lo nggak narsis, lo juga nggak secare ini sama gue." Rio tersenyum tipis, "kok senyum?" tanya Ify.

"Heheee..ternyata lo sering merhatiin gue juga yah, Fy. Buktinya lo sadar banget kalau banyak hal yang berubah dari gue, semenjak.....gue deket sama lo." ujar Rio sambil menatap Ify, Ify tertunduk malu. Ia merasakan jantungnya mulai melompat-lompat tak karuan.

"Ya udah, yuk makan! Ini nasi goreng buatan nyokap gue lho~" lanjut Rio, bangga.

"Wahhh...kayanya enak, em tapi kok nyokap lo yang masak sih Yo?"

"Gue bilang kalau gue mau ngejengukin elo yang lagi sakit eh nyokap gue nyuruh gue ngebawain nasi goreng ini buat lo, kata nyokap gue, lo dijamin cepat sembuh deh, kalau habis makan nasi gorengnya nyokap gue."

Ify terkekeh, "Ya udah, gue makan yah?"

Rio mengangguk dan mulai ikut menyantap nasi goreng miliknya.

"Oh iya, emm kayanya nyokap lo asyik deh, Yo. Kapan-kapan gue boleh main kerumah lo nggak?"

"Tentu...dengan senang hati! Nyokap gue pasti seneng lo mau dateng kerumah."

"Yoi..gue kan cantik."

"Lha, gue ganteng."

"Hubungannya?"

"Nggak ada sih."

"Jiahhh..aneh lo.."

"Lo juga."
.....

Rio dan Ify telah sampai disekolah. Setelah memarkir motornya, Rio berjalan mengiringi Ify menuju kelas mereka. Didepan pintu kelas sudah ada Sivia dan Gabriel yang sepertinya sedang menunggu Ify.

"Ifyyyyyyy!!" teriak Sivia, ia menghambur kepelukan Ify.

"Iyaa..kenapa, Vi?"

"Gue khawatir tau 3 hari lo nggak masuk sekolah, padahal gue sama anak-anak udah nyiapin surprise buat ultah lo yang ke17, tapi lo nya malah nggak masuk."

"Sorry deh~"

"Emang lo sakit apa Fy?" tanya Gabriel.

"Hahhhh? Itu em biasa..magh gue kambuh." ujar Ify berbohong.

"Aduhhh..Ify makanya, lo jangan kebanyakan minum kopi, kan lo udah janji cuman bakal minum kopi paling banyak seminggu 3 kali." ujar Iyel mengingatkan.

"Hadehhh...masih inget aja lo ama gue kirain..." Ify menggantungkan kalimatnya.

"Kirain apa?" tanya Gabriel.

Ify memamerkan deretan gigi berkawatnya, "kirain semenjak jadian sama Via, lo nggak bakalan care lagi sama gue." tambahnya dengan senyum menggoda Sivia.

Lagi, Rio merasa sedih melihat Ify yang terus tersenyum dalam kepedihannya.

"Yeee...sialan lo, Fy. Gue tuh sahabat lo dan lo sahabat gue, kita udah sama-sama dari kecil, ya nggak mungkinlah gue bisa ngelupain lo begitu aja." sahut Gabriel sembari merangkul Ify.

"Sorry yah Fy, gue nggak bisa ngejenguk lo waktu lo sakit." ucap Sivia penuh sesal.

"Gue juga, Fy. Selama lo sakit gue ada jadwal ngelatih basket anak-anak, berhubung perlombaan sebentar lagi jadi gue nggak bisa izin."

Ify mengangguk dan tersenyum maklum. "No prob, asal lo berdua berdoa buat kesembuhan gue, itu udah cukup kok."

"Tapi karna gue sama Via nggak ngejengukin lo, si Rio jadi ngerawat lo kan?~" goda Gabriel sambil menyikut lengan Rio.

"Mulai deh mulai...lo kaya cewe banget sih, Yel, ngegodain orang mulu." sungut Rio.

"Udah..udah..masuk yuk, Vi!" ajak Ify kepada Sivia. Mereka berempat pun masuk kedalam kelas masing-masing.
.....

Gue jemput lo jam 7 malem ya Fy, buruan siap-siap!
Sender : Rio Mario

Ify meletakkan kembali handphonenya keatas meja belajar, kemudian segera bersiap-siap. Sesuai janjinya tempo hari, malam ini Rio berniat untuk mengajak Ify kesuatu tempat yang menurutnya indah.
Ify telah siap dengan sweet dress selutut berwarna putih. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai bebas dengan sebuah jepitan berbentuk kupu-kupu yang juga tersemat disana. Setelah merasa semuanya sempurna, Ify segera mengambil tas slempang berwarna hitam. Tak lupa sebuah kado ulang tahun pemberian Rio yang masih terbungkus mini box itu dimasukkan kedalam tas hitamnya. Sebelum benar-benar meninggalkan rumah, Ify tak lupa meminta izin kepada Bik Sum.

"Bu! Ify berangkat dulu yah.." pamit Ify kepada Bik Sum yang tengah membersihkan dapur.

"Lho..non Ify mau pergi kemana? Kan baru senbuh non.."

"Ify mau pergi sama Rio, Bik. Katanya sih dia mau ngajakin Ify kesuatu tempat." terang Ify.

"Oh gitu yah, non? kalau gitu hati-hati yah non, salam buat den Rio." ujar Bik Sum, Ify mengangguk dan tersenyum. Lalu ia segera keluar menemui Rio yang sudah menunggunya.

Diteras, Rio menunggu Ify sambil memainkan handphonenya, dengan posisi membelakangi pintu.

"Hey...!!" Ify Yang sudah berdiri dibelakang Rio menepuk pelan pundak pria jangkung tersebut.

"Eh..hay..udah siap?" Rio membalas sapaan Ify dengan gugup. Ia begitu terpesona dengan penampilan Ify malam itu. Terlihat manis dan sangat natural.

"Ayo!"

"Kadonya? udah lo bawa?"

"Tenang Yo, semua beres disini." ujar Ify sambil menepuk-nepuk tasnya. Rio meraih tangan Ify dan menggandengnya menuju Swift merah yang terparkir diluar pintu gerbang rumah Ify.
Rio membukakan pintu mobil bagian kiri untuk Ify , kemudian ia segera duduk dibelakang stir.

Beberapa saat kemudian, Swift merah itu telah berhasil menembus kegelapan malam.

"Lo mau ngajak gue kemana sih, Yo?" tanya Ify penasaran.

"Gue mau ngajak lo ke satu eh emm dua tempat deh eh ngga satu tempat tapi ada dua kejutan disana, pokoknya tempatnya bagus banget!" jawab Rio tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya.

"Iya, tapi kemana?"

"Surprise!!!"

Ify manyun, "pelit."

"Yah, Ify ngambek. Jangan ngambek dong Fy..guekan mau ngasih lo kejutan, kejutan yang pernah gagal gue kasih ke elo."

"Ia deh ia, buruan gue udah nggak sabar." paksa Ify.

Rio menambah sedikit kecepatan mobilnya. 10 menit kemudian mobil itu berhenti disebuah pinggiran pantai. Suasananya sangat menyenangkan. Suara debur ombak begitu jelas terdengar ditelinga Ify, ditambah ribuan kerlipan bintang plus bulan separuh yang nampak terang. Ify melangkahkan kakinya lebih dulu. Setelah mengunci mobilnya, Rio segera menyusul Ify. Ify merentangkan kedua tangannya, merasakan semilir angin laut yang menerpa tubuhnya. Rambut panjangnya bergoyang-goyang mengikuti hembusan angin laut malam itu.

"Lo suka, Fy?"

"Suka...suka banget! Tapi, kok disini sepi yah, Yo?" tanya Ify sambil memperhatikan sekitarnya.
Sepi memang, hanya ada seorang penjual jagung bakar yang berdiri tidak jauh dari posisinya saat ini.

"Karena khusus buat ni malem, pantai ini gue yang boking, special buat lo."

"Woww..hebat! Lo bayar berapa mereka?"

"1 juta, 1 orang." jawab Rio asal.

"Widihhhh..mulai tajir lo, Yo?"

Rio mengacak-acak rambut Ify, gemas. "Fy...."

Ify berbalik dan menatap Rio. "Ya?"

Rio terdiam. Dengan ujung sepatunya, ia menendang pasir-pasir putih yang dipijaknya dengan pelan.

"Lo nggak mau ngeluapin perasaan lo?" tanya nya kemudian.

Ify menatap Rio yang tengah menatap ombak. "Perasaan apa?"

"Ya...apa pun. Kemarahan lo, kekesalan lo, kebencian lo, ya..semua perasaan yang sedang lo rasain sekarang." terang Rio membalas tatapan Ify, Ify terdiam. "Nggak perlu ragu, disini cuman ada kita berdua...you and me."

Ify tetap terdiam. Perlahan hanya isak tangis yang terdengar disana. Rio menarik Ify kedalam pelukannya, membelai lembut rambut Ify tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Untuk sesaat keheningan menyelimuti keduanya, ditemani suara ombak dan hembusan angin yang mengibas-ngibaskan ujung rambut Ify.
Ify menghentikan tangisnya, Rio pun mulai menguraikan pelukannya. Ia merogoh saku jinsnya dan mengambil sapu tangan berwarna biru lembut yang selalu ia bawa.

Dengan halus ia menyeka bulir-bulir kristal yang mulai mengalir, membasahi pipi tirus Ify.

"Makasih, Yo.."

Rio menghentikan gerakannya, "Untuk?"

"Lo udah ngasih gue kesempatan buat ngeluapin semua emosi gue malam ini."

"Lo ngerasa udah cukup puas?" tanya Rio, Ify mengangguk. "Meskipun cuman lewat tangisan?" tanyanya lagi.

"Biar gue dan Tuhan aja yang tau tentang apa yang gue rasain sekarang, tangisan ini hanya jadi penjelas kalau gue sedang meluapkan isi hati gue."

"Oke..." Rio mengangguk paham.

Perlahan jemari tangannya menuntun Ify untuk menghempaskan diri di hamparan pasir putih yang mereka pijak saat ini.

"Tau nggak, Fy? gue ngerasa pertemuan yang terjadi diantara kita adalah pertemuan terindah yang Tuhan kasih buat gue." ujar Rio menerawang, Ify memandangi Rio dari samping.

"Pertemuan yang diibaratkan seperti sapu tangan, menyeka keringat disaat lelah dan menghapus air mata disaat sedih itu adalah tugas sapu tangan." Rio balas menatap Ify yang terlihat bingung.

"Lo inget nggak, pertama kali banget kita ketemu itu gimana?"

Ify masih diam, berusaha mengingat-ingat awal pertemuannya dengaan Rio.

"Lo nyamperin gue dan ngehapus keringat gue waktu gue selesai main basket. Jujur gue kaget banget. Gue pikir orang yang bakalan elo samperin itu adalah Gabriel."

Ify mulai ingat. Saat itu ia memang iseng melakukan hal itu. Dengan satu alasan, tantangan.

"Gue emang mau ngehapus keringat lo, kok. Ya..gue mau tau aja gimana reaksi lo, abis kata anak-anak lo jutek, judes parah deh, makanya anak-anak nantangin gue buat ngelakuin itu ke lo."potong Ify sambil menyeringai lebar.

Rio menoyor Ify, "Jiahhh..sialan lo, kirain karena lo care sama gue."

"Nahhh..ketahuan ya, lo ngarepin gue perhatian sama lo kan?" goda Ify sambil memainkan telunjuknya didepan wajah Rio.

Tangan Rio segera menangkap telunjuk Ify, "iya deh..puas?"

Ify tertawa, tawa yang menurut Rio terdengar lebih indah karna dibalik tawa itu tidak tersimpan kepedihan seperti biasanya.

"Trus sekarang malah sebaliknya, gue yang memakai sapu tangan itu, bukan untuk menghapus keringat lo tapi menghapus air mata lo." lanjut Rio, kata-katanya yang terdengar seirus menghentikan tawa Ify.

"Emmmmm...gue tau dihati lo cuman ada..ee Iyel, tapi nggak salah kan, kalau gue mengungkapkan perasaan gue?"

Rio memutar badannya menghadap Ify yang mulai menunduk. Kemudian dengan telunjuknya ia mengangkat dagu Ify, membuat Ify mau tidak mau harus mendongakkan kepalanya.

"Gue sayang sama lo, Fy. Bukan sebagai sahabat tapi lebih dari itu. Gue nggak bisa ngeliat lo terus menderita menanggung beban hidup lo sendiri. Gue nggak tega ngeliat lo terus-terusan tersenyum palsu didepan Iyel sama Via cuman buat nunjukin kalau lo baik-baik aja."

Rio diam sejenak, kemudian melanjutkan ucapannya tanpa melepaskan pandangannya dari kedua bola mata Ify. "Lo ngajarin gue banyak hal, Fy. Lo ngajarin gue untuk selalu bersyukur, lo ngajarin gue tentang arti cinta yang sebenarnya. Rela menderita demi kebahagian orang yang dicintainya." Rio menatap dalam kedua bola mata Ify.

Ify membuang pandangannya, "Cinta yang sebenarnya emang tanpa paksaan Yo, dia ikhlas memberi tanpa ngeharepin apa yang dia kasih itu dibales sama, cinta sama cinta. Cinta yang sebenarnya nggak akan membuat kita egois, tapi justru mengutamakan kebahagian orang yang kita cintai meskipun kita harus terluka. Karena cinta emang butuh pengorbanan yang gak gampang." sela Ify.

"Yahhh...gue ngerti kok, Fy. Makanya gue nggak mau maksa lo buat nerima gue. Karena seperti yang lo bilang, lo lebih bahagia ngeliat orang yang lo cintai bahagia meskipun bukan sama lo. Daripada lo yang bahagia tapi orang yang lo cintai gak bahagia bersama lo."

"Emang tadi lo nembak gue?" tanya Ify polos.

Jujur ia sangat berharap Rio memang memintanya untuk mmenjadi pemilik hati Rio. Ify mulai sadar, kalau selama ini ada orang yang lebih pasti untuknya. Maka dari itu, ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu begitu saja.

Rio memilin-milin kecil, ujung sapu tangannya. "Em...eee...emm menurut lo?"

"Ya mana gue tau, yang jelas lo barusan ngungkapin isi hati lo, tapiiii...gue nggak denger lo minta gue buat jadi..emm cewe lo." ujar Ify ragu,

Rio menatap Ify penuh arti. Merasa mempunyai sedikit celah untuknya dari Ify, Rio segera meraih tangan Ify dan menggengamnya erat.

"Fy, gue bukan Khalil Gibran yang bisa dengan mudah membuat kata-kata romantis, gue adalah gue yang punya rasa sayang, cinta tulus dari hati gue cuman buat lo." Rio menghirup udara sejenak dan menghembuskannya perlahan. "Fy, gue mau jadi sapu tangan buat lo, yang selalu siap kapanpun dan dimanapun untuk menghapus keringet lo disaat lo lagi cape, ngehapus air mata lo disaat lo sedih dan gue mau lo jadi pemilik hati gue Fy, selamanya." ucap Rio tulus.

Ify terlihat menahan senyum, "ada satu hal lagi, tentang cinta yang belum gue ajarin ke elo, Yo."

"Apa?"

"Lebih baik menjalin hubungan dengan orang yang mencintai kita karena dia nggak mungkin nyakitin hati kita, daripada menjalin hubungan dengan orang yang kita cintai karena nggak menutup kemungkinan dia akan menyakiti kita dan kita yang terlalu cinta hanya bisa pasrah menjadi orang yang tersakiti atas dasar cinta."

"Kaya lo selama ini tuh, Fy~" ledek Rio.

Ify mengangguk, "Yah..tapi sikonnya berbeda, gue tetap memilih untuk bersahabat kan sama Iyel karna persahabatan itu penting."

"Mungkin..seandainya aja lo nyatain cinta lo ke Iyel, dia bakalan nerima lo." celetuk Rio berandai-andai.

"Yah..mungkin, tapi atas dasar keterpaksaan, bukan cinta. Ujung-ujungnya gue juga yang menderita pas sadar gue cuman bisa milikin Iyel, bukan hatinya."

"Ehh..kok pembahasan kita malah ngelantur gini sih?" Rio menggaruk-garuk tengkuknya.

"Iya yah, Yo."

"To the point aja deh Fy, apa lo mau ngasih kesempatan buat gue jadi sapu tangan lo?"

Ify memejamkan matanya sebentar, untuk meyakinkan bahwa pilihannya adalah tepat. Sedetik kemudian ia membuka kedua matanya seraya mengangguk mantap . Seulas senyum mengiringi anggukan itu.

"Lo serius, Fy?" tanya Rio tak percaya.

"Serius, Marioooo!!" seru Ify gemas.

Rio yang bahagia, reflek memeluk Ify. "makasih, Fy. Makasih banget. Gue janji bakal selalu siap jadi sapu tangan lo dalam segala kondisi apapun." Rio melepaskan pelukannya.
"Emm..kado dari gue kemaren mana?" tanya Rio kemudian.

Ify merogoh tasnya kemudian mengeluarkan sebuah mini box yang terbungkus oleh kertas kado berwarna merah hati, dengan pita merah cerah diatasnya. Rio mengambil kado tersebut dari tangan Ify dan membukanya perlahan. Sebelumnya ia meminta Ify untuk memejamkan kedua matanya.

"Yup. selesai!" ujar Rio, Ify membuka matanya dan menatap Rio. "Liat deh, kalung special untuk orang special."ujar Rio lagi, pandangannya mengarah keleher Ify.

Ify meraba lehernya, dan memperhatikan liontin yang mulai terpasang disana.

"RiFy.." gumam Ify, terdengar seperti bertanya ditelinga Rio.

"Yahhh..Rio dan Ify! HAppy birthday dear, wish all the best."

Ify terharu, tanpa bisa dicegah air mata kebahagian itu kembali mengaliri pipinya.

"Meskipun terlambat, tapi gue harap lo suka."

Rio segera menarik tangan Ify menuju sebuah cafe kecil yang terletak dipinggir pantai. Betapa terkejutnya Ify ketika mendapati orang-orang tak terduga hadir disana. Ada kedua orang tua Rio, Gabriel, Sivia, Bik Sum orang yang biasa dipanggil Ify dengan sebutan Ibu dan...heyyyyy bukankah mereka...

"Mamah? Papah?"

Ify menghambur kepelukan orang tuanya.

"Happy birthday sayang, mama tau ini terlambat tapi mama harap kamu mau maafin keterlambatan ini."ujar mama sambil mengelus lembut rambut panjang Ify.

"Papah sama mamah minta maaf, karna selama ini kami terlalu sibuk sampai-sampai kami melupakan kamu, malaikat kecil kami Fy." Papa merangkul Ify.

"Nggak...Ify ngerti, semua yang kalian lakukan cuman buat Ify. Jadi kalian gak perlu minta maaf karena Ify tau kalian kalian nggak salah." Ify menatap mamah dan papahnya secara bergantian.
Tiba-tiba Ify merasakan pelukan dari kanan kirinya, pelukan dari dua orang sahabatnya.

"Ify happy birthday yah cantik, meskipun ini udah lewat tapi gue harap kejutan ini tetap berkesan buat lo." Sivia memeluk erat Ify dari samping, Ify tersenyum. "Gue minta maaf yah, Fy.. Semenjak Iyel jadian sama gue dia jadi hampir nggak punya waktu buat lo." sambungnya lagi.

Ify menggeleng, "udah sepantasnya Iyel mengutamakan lo, Vi."

"Tapi, biar gimanapun juga lo sahabat Iyel dari kecil, Fy. Ya..gue ngerasa jahat aja udah ngerebut dia dari lo."

"No prob baby, gue seneng ngeliat sahabat-sahabat gue seneng." sahut Ify tulus.

"Dan gue...gue nggak tau harus bilang apa Fy tapi satu hal yang perlu lo tau gue akan selalu sayang sama lo, meskipun sekarang gue udah punya Via."
Gabriel merangkul Sivia dengan tangan kirinya sedang tangan kanannya mengacak bebas poni Ify, membua Ify memanyunkan bibirnya.

'Ya Tuhan...betapa indahnya hari ini, semua hal yang tak pernah ku duga terjadi hari ini, semoga kebahagian ini tak cepat berlalu. Ify mau selamanya seperti ini Tuhan.' syukur Ify dalam hati.

"Oh iya , yang baru jadian kok diem-dieman sih?" goda Iyel memcah keheningan. Ify dan Rio saling melempar pandang kemudian tersenyum.

"Aduhh..anak mamah. Udah punya pacar kok nggak bilang-bilang sih?" mama Rio ikut menggoda.

"Apaan sih, mah~"

"Ya sudah,, sekarang Ify potong kuenya dulu yah sayang." ujar mamah yang sudah meletakkan sebuah brownies diatas meja.

"Jangan lupa make a wish, Fy!" Gabriel mengingatkan.

"Doain yang terbaik buat hubungan kita, Fy!" bisik Rio tepat dikuping kanan Ify, Ify tersenyum kemudian memejamkan matanya.

'Tuhan....Ify mau kebahagiaan selalu menyertai Ify, mamah, papah, ibu, Rio, Iyel dan Via. Ify harap Rio yang terbaik buat Ify dan Iyel yang terbaik buat Via. Amin!'

Ify membuka matanya lantas meniup lilin berangka 17 dihadapannya.

"Nggak mau bilang makasih sama pangeran gantengmu ini, Fy?" tanya papah iseng.

Semua yang ada disana mulai memasang tampang menggoda, disertai adegan batuk-batuk dengan tatapan yang tertuju pada Ify dan Rio.
Tanpa menyahuti godaan papahnya, Ify segera berlari kecil menghampiri Rio. Diraihnya lengan kokoh pria tersebut, kemudian dipeluknya manja.

"Makasih yah, Rio...buat hari ini. Hari terindah yang bisa aku rasain karena kamu." ucapnya sambil tersenyum manis.

Rio menyentuh puncak kepala Ify, dan mengelusnya penuh kasih sayang.

"Because you're my everything. So, everything is for you."

«» «» «»


• @Niastvnia
• Http://niastevania.blogspot.com



_Nia Stevania_

0 komentar:

Posting Komentar