Part 21
Ify mengerjap-ngerjapkan kedua matanya ketika setitik sinar mentari jatuh menimpa kedua kelopak matanya. Dengan mata -masih- setengah terpejam Ify berusaha bangun sambil menurunkan selimutnya.
"Eh Ify udah bangun," sapa seorang wanita, kalau dari suaranya Ify bisa menebak wanita ini memiliki usia jauh diatasnya.
"Gimana tidurnya semalem..?? Nyenyak Fy..??"
Ify memperlebar pandangannya yang langsung menangkap sosok wanita paruh baya yang cukup dikenalnya sedang menarik gorden yang menutupi jendela kamar, tempat Ify tertidur semalam.
"Lho, tante.." Ify menggantungkan kalimatnya dengan telunjuk mengarah pada mama Manda, wanita yang tak lain adalah seseorang yang mengajaknya berbicara sejak tadi "..tante kok ada disini..??" tanya Ify agak kaget "..eh, salah yah. Kok Ify ada disini ya, tan..??" tanya Ify -lagi- agak linglung, pengaruh baru bangun. Ia baru menyadari kalau bukan mama Manda yang berada dikamarnya, tapi ia yang berada disalah satu kamar yang berada dirumah mama Manda.
"Ehehe..itu, semalem kamu nya ketiduran pas ngejengukin Rio, eh pas Rio bangun sama Rio kamunya ditidurin ke situ." jelas mama Manda sambil menunjuk spring bed yang masih ditempati Ify.
Ify tersenyum malu sambil menggaruk-garuk kecil kepalanya. Ia segera bangun dan membereskan tempat tidur Rio yang sedikit berantakan setelah ia pakai untuk tidur.
"ehehehee..sorry yah tan, emm terus Rio nya tidur dimana..??"
Mama Manda tersenyum "Ngga papa kok, Rio semalem tidur dikamar tamu."
Ify mengangguk, sedikit tidak enak karna niatnya yang ingin minta maaf kepada Rio malah membuatnya tertidur dikamar pria itu.
"Fy, kamu mandi dulu aja.." suruh mama Manda "..itu anduk nya udah tante siapin, terus tadi pagi Cakka nganterin seragam sama tas sekolah kamu tuh." sambung mama Manda dengan telunjuk mengarah ke sofa kecil yang ada dikamar Rio. Disana telah tersedia handuk berwarna biru muda serta perlengkapan sekolah Ify yang terletak disebelahnya.
Ify mengangguk dan tersenyum kecil "iya tante, kalau gitu Ify mandi dulu yah." pamit Ify yang disusul dengan langkah kaki menuju sofa -untuk mengambil handuk-, dan diteruskan ke kamar mandi.
"Oh iya Fy, kalau udah siap langsung ke meja makan aja yah. Kita sarapan sama-sama." tambah mama Manda, terdengar samar-samar karna Ify yang sudah terkunci di kamar mandi. Kemudian suara mama Manda berganti dengan suara pintu kamar yang ditutup.
.....
"Eh Liv, pokoknya ntar elo sekolahnya barengan sama si Ray aja yah. Soalnya gue mau berdua aja sama Agni, yah yah yah." pinta Cakka memelas. Tangannya menarik-narik ujung lengan seragam sekolah Oliv.
Oliv mengangguk cuek sambil menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya "hemmm." gumamnya kecil.
"Ehehe..makasih cantik." seru Cakka senang dengan kedua tangan yang sudah mencubit kedua pipi -sedikit- cubby milik Oliv.
Drap..drap..drappp...langkah kaki bertempo cepat terdengar dari arah pintu masuk rumah Oliv, yang kemudian disusul dengan kehadiran sesosok gadis manis dengan pria berambut gondrong dibelakangnya.
Oliv tersenyum kecil sebagai sapaan, yang dibalas dengan senyuman juga oleh Agni, gadis manis tersebut.
"Pagi...Liv." sapa Agni begitu sampai dikursi sebelah tempat Oliv duduk saat ini.
"Pagi Ag." sahut Cakka sambil tersenyum -yang dibuat- manis. Padahal tanpa dibuat-buat seperti itu pun senyum Cakka sudah pasti menawan.
Agni mendelik heran "Aku nyapa Oliv deh perasaan." ujarnya dengan kepala bergerak ke kiri dan ke kanan, menggeleng.
"Ya makanya aku yang nyaut."
"Hubungannya..??" celetuk Ray yang tiba-tiba sudah berada diantara mereka.
"Aku cinta Agni." jawab Cakka asal dengan tatapan menggoda. Membuat Agni bergidik geli dan sukses menciptakan tawa dari mulut Oliv dan Ray.
"Ngga' usah gitu deh, geli tau." celetuk Agni jujur.
Cakka melengos "ngga' asik ihh...diromantisin gak mau."
"Kapan-kapan aja, lagi gak mood gue denger yang romantis-romantis." seloroh Ray sambil menyendokkan nasi goreng, hasil 'curian' dari piring Oliv.
"Raynald...ini nasi goreng gue.." seru Oliv heboh.
Ray menyeringai kecil mengacungkan kedua jari -tengah dan telunjuk- andalannya "sorry Liv, gara-gara kak Agni ngedesak gue, gue jadi makan dikit doang tadi. Maaf yah."
"Duluan yuk Ag." ajak Cakka. Ia bangkit dari duduknya sambil mengambil ransel hitam yang ia letakkan dikursi yang berada disampingnya. Dibiarkannya Ray dan Oliv yang masih membahas soal 'sesendok nasi goreng' yang di 'curi' Ray tadi.
"Mereka ditinggalin..??" tanya Agni dengan kening berkerut.
Cakka mengangguk sekilas "Ray bawa motor kan..??" tanya Cakka yang dijawab Agni dengan sebuah anggukan cepat "ya udah, yuk." ajak Cakka lagi. Agni kembali mengangguk, kemudian keduanya segera melenggang meninggalkan Ray dan Oliv yang belum sadar akan kepergian mereka. Padahal hanya sekedar 'sesendok nasi goreng' tapi kok pake berdebat segala, pikir Agni -heran- sambil berjalan keluar.
"Loh Liv, kak Agni sama kak Cakka mana..??" tanya Ray yang sudah selesai membahas soal nasi goreng itu pada Oliv.
Oliv mengangkat kedua bahunya acuh "ngga tau, udah duluan kali."
"Ohhh..berarti elo bareng sama gue..??" tanya Ray lagi, Oliv kembali mengangguk tanpa bersuara. Ia sedang meneguk segelas susu, yang memang sudah menjadi kebiasaannya.
"Yuk Ray." ajak Oliv setelah meletakkan gelas susunya. Ray mengangguk, kemudian keduanya berjalan beriringan menuju halaman depan rumah Oliv.
.....
Ify melangkahkan kakinya dengan perasaan canggung, menuju meja makan. Disana sudah ada Rio bersama kedua orang tua Rio yang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Ayah Rio yang sedang membaca koran, mama Manda yang sibuk menyendokkan nasi goreng ke 4 piring yang tersedia diatas meja, dan Rio yang sibuk merapikan dasinya.
Ify menunduk, memperhatikan dasi sekolahnya yang belum rapi. Sampai hari ini ia memang belum mahir mengenakan dasi sendiri, terpaksa ia harus pasrah dengan dasi berantakan ke sekolah dan memperbaikinya setelah bertemu dengan Cakka atau Agni nanti.
"Eummm..pa..pagi semua." sapa Ify canggung. Seandainya dimeja ini tidak ada ayah Rio, dan dia sedang tidak 'diam-diaman' dengan Rio mungkin Ify bisa lebih santai.
Semua yang ada di meja makan mengangkat wajah mereka. Ayah Rio menatap Ify dengan alis bertaut, maklum ayah Rio belum mengenal Ify. Sedangkan Rio hanya menoleh sekilas dan kembali menatap meja makan.
"Eh Ify udah siap, sini sayang." mama Manda menyuruh Ify dengan nada bicara seperti biasa, sambil mengisyaratkan Ify untuk duduk dibangku kosong, disebelah Rio.
Ify mengangguk "iya tante."
"Pah, ini Ify dia temen sekelasnya Rio." ujar mama Manda memperkenalkan, ayah Rio mengangguk dan tersenyum ramah.
"Cuman temen..??" tanya ayah Rio menyelidik.
Ify mengangguk cepat "iya om, cuman temen kok."
Ayah Rio dan mama Manda terkekeh kecil "semalem Ify ngejenguk Rio pah, terus juga ngebantu mamah ngerawat Rio eh Ify nya ketiduran, karena gak enak kalau mesti dibangunin jadi dibiarin deh.." jelas mama Manda "..dimakan Fy."
"Tapi Rio nya tidur dikamar lain kan..??" Pertanyaan itu keluar secara spontan dari mulut ayah Rio.
"Ya ngga' lah pah, Rio kan cowo baik-baik." jawab Rio cepat.
"Sudah, sudah..kita lanjutin sarapannya dulu, entar kalian kesiangan loh." ujar mama Manda mengingatkan.
Ayah Rio melipat korannya dan mulai bersiap menyantap nasi goreng di piringnya "orang tua kamu gak papa kalau kamu nginep disini Fy..??" tanya ayah Rio disela-sela makannya.
Ify menggeleng pelan, kemudian tersenyum sekilas "ngga' kok om, orang tua Ify ngga' tinggal di Indonesia." jawab Ify sekenanya.
"Lagian mamah udah nyuruh Rio ngabarin Cakka kok pah." sambung mama Manda.
"Cakka yang ngaku mirip JB itu..?? Yang agak gendut itu..??" tanya ayah sambil mengingat-ingat hal yang memang tak pernah dilupakan beliau. Karena Cakka memang cukup sering berkunjung ke rumah Rio sejak SMP. Mama Manda menggeleng, sedangkan Rio dan Ify kompak menahan tawa.
"Papah..masa' Cakka dikatain gitu, dia sepupunya Ify loh." ucap mama Manda tidak enak. Karena secara tidak langsung, suaminya sudah meledek Cakka. Ya meskipun ayah Rio tidak bermaksud seperti itu, semua yang tercetus dari mulutnya murni tanpa niatan meledek.
"Ehhehee..maaf ya Fy, om kebiasaan sering ngatain Cakka gitu. Habis, dua hal itu yang paling om ingat dari Cakka."
Ify menggeleng pelan, -masih- sambil menahan tawa "ngga' papa kok om, emang kenyataannya Cakka begitukan..ehehe."
Acara sarapan bersama dirumah Rio pagi itu pun berlangsung dalam keadaan berbeda dari biasanya. Kalau biasanya yang lebih sering terdengar adalah suara sepasang sendok garpu yang beradu dengan piring, pagi ini suasana berubah lebih meriah karena kehadiran Ify.
"Mah, pah, Rio sama Ify pamit dulu yah." pamit Rio sambil mencium punggung tangan mama Manda dan ayahnya secara bergantian. Ify mengikuti Rio.
"Ify juga om, tante." pamit Ify, mama Manda mengangguk sambil mengelus pelan rambut panjang Ify.
"Hati-hati yah." pesan mama Manda.
Keduanya -Ify dan Rio- mengangguk "jangan ngebut Yo." tambah ayah Rio, Rio mengangguk lagi.
Mereka pun kembali melangkah menuju halaman depan.
"Yo..elo marah yah sama gue..??" tanya Ify
"Elo ngerasa ada salah sama gue..??" Rio balik bertanya, Ify mengangguk sekilas "..bagus deh kalau elo sudah sadar, tapi sumpah..telat banget." sambungnya, nada bicaranya masih terdengar kesal.
Ify membuka pintu penumpang depan mobil Rio "elo ngga' mau maafin gue..??" tanya nya sebelum masuk.
Rio menatap Ify sebentar sebelum masuk kedalam mobilnya. Dengan gerakan kepalanya, ia mengisyaratkan Ify agar segera masuk.
"Elo beneran marah sama gue..?? Beneran ngga' mau maafin gue..??" tanya Ify lagi, saat ia sudah duduk manis ditempatnya. Jujur, ia takut kalau Rio marah dengannya.
Rio berdecak, bingung harus bersikap bagaimana. Dia tidak ingin marah dengan gadis itu, tapi perasaan kesal dan kecewa itu masih ada. Ia memutar posisi duduk yang semula menghadap stir mobil, menjadi menghadap Ify.
"Masang dasi masih berantakan aja." komentarnya saat melihat dasi Ify, sekaligus mengalihkan pembicaraan tadi.
"Elo gak jawab pertanyaan gue..??" tanya Ify pelan, kepalanya menunduk, matanya -pura-pura- sibuk memperhatikan kuku-kuku putihnya.
"Sini deh gue benerin." tawar Rio, mengacuhkan pertanyaan Ify. Ia langsung mencondongkan tubuhnya semakin mendekat pada Ify dan mulai membuka ikatan dasi Ify yang masih asal-asalan itu.
Ify mengangkat wajahnya pelan-pelan. Dengan memberanikan diri, ia menatap mata Rio dengan tatapan yang hampir menangis. Dia bukan ingin menangis, hanya saja ia membuat tatapan matanya menjadi sayu agar Rio. memaafkannya.
Rio yang ditatap seperti itu merasa risih. Jarak yang begitu dekat antara ia dan Ify membuat detak jantungnya lagi-lagi berdetak cepat. Tapi ia berusaha tenang sambil terus menyembunyikan perasaan gugupnya. Sayang nya karena perasaan gugup itu ia malah berulang kali melakukan kesalahan saat mengikat dasi Ify.
Ify nyaris tertawa karena ia menyadari sikap salah tingkah Rio yang kalau boleh Ify GR, terjadi karenanya.
Jam menunjukkan pukul 06.49 saat Rio melirik jam digital dimobilnya. Beruntung sekolahnya masuk jam 07.25 jadi ia masih memiliki banyak waktu untuk membenarkan dasi Ify yang kembali berantakan -karenanya-, dan melajukan mobilnya ke sekolah dengan on time.
'Oke Rio, elo bisa. Jangan gugup, santai, tenang. Biasa aja...hufttt.'
Rio mensugesti dirinya sendiri dalam hati. Dengan cepat ia mulai membenarkan dasi Ify, matanya terfokus pada dasi Ify bukan mata Ify, takut semakin salah tingkah.
Hhhhh..Ify mendesah panjang. Mungkin Rio benar-benar marah padanya. Tapi kalau diingat-ingat, bukankah Ify juga pernah mengalami hal yang hampir sama dengan Rio..?? Malah Rio lebih mending, karena alasan Ify kan seratus persen lupa. Sedangkan Rio dulu..?? Dia sengaja melupakan, membuat Ify menunggu dan harus bolak-balik dari rumahnya-rumah Zahra-rumah Rio-Rumahnya-Rumah Zahra. Jelaskan..?? Lebih parah Rio daripada Ify, tapi kenapa sekarang-sepertinya malah lebih parah Ify dibanding Rio..??
Ify menyerah, mungkin Rio benar-benar-benar marah. Ia memutar badannya kedepan, kebetulan saat itu Rio telah selesai memasangkan dasi Ify dengan benar.
Swift hitam itu akhirnya melaju dengan cepat membelah jalan raya kota Jakarta yang sedikit ramai. Berhubung kendaraan roda empat ini mulai memasuki kawasan ramai yang kemungkinan besar beresiko kemacetan, Rio memilih untuk memutar haluan dan melewati jalan pintas menuju sekolahnya agar tidak terlambat.
Suasana didalam mobil itu sangat tenang. Lebih tepatnya sepi, karena tidak ada yang 'bercuap-cuap' sekalipun itu dari radio.
Rio memilih konsen dengan jalanan, meskipun sebenarnya ia tidak bisa konsen karena pikirannya terbagi dua.
Ia sedang memikirkan bagaimana caranya untuk memaafkan Ify dan melanjutkan rencananya yang sempat tertunda, beberapa hari lalu.
Tidak jauh berbeda dengan Rio. Ify pun sama halnya dengan lelaki itu. Pikirannya bercabang, antara Rio dan....Gabriel, seseorang yang sempat mengisi hatinya dulu, ya meskipun hanya sekedar cinta monyet. 2 hari yang lalu, sepulang sekolah Ify tidak sengaja bertemu dengan pria hitam manis yang memiliki postur tubuh serta wajah yang nyaris mirip dengan Rio.
Lelaki itu memanggil Ify berkali-kali, namun Ify mengabaikannya. Gadis itu memilih untuk berlari meninggalkan Gabriel dan masuk kedalam angkot yang entah akan mengarah kemana. Hingga pada akhirnya, ia harus pasrah saat harus mengeluarkan uang 2 kali lipat lebih banyak dari semestinya karena angkot itu membawanya ke daerah yang cukup jauh dari kawasan perumahannya.
Ify menggeleng pelan. Berusaha membuang jauh semua bayangan-bayangan kejadian tempo hari. Ia tidak ingin mengingatnya lagi, tapi jujur ia merasa 'parno' karena sepertinya beberapa hari ini Gabriel seperti menjadi 'penguntit', bagi Ify.
"Fy..Fy..udah nyampe." tegur Rio masih cuek. Sebenarnya ia sedikit heran melihat wajah bingung Ify saat itu. Tapi ia berpikir, mungkin itu karena Ify sedang memikirkan dirinya. Eum...ralat, lebih tepatnya memikirkan tentang masalah Ify dengannya.
Ify tersadar, dan membuka pintu mobil dengan cepat "eh iya, sorry." ucapnya seraya melangkahkan kaki keluar dari kendaraan roda 4 berwarna hitam itu.
"Fy, entar sore jam 4 ditempat yang waktu itu. Gue harap lo dateng." ucap Rio cepat, dengan tangan kiri yang menahan pergelangan tangan kanan Ify.
Ify melirik tangan kanannya, dengan sebuah senyuman Ify menganggukkan kepalanya "pasti Yo, gue akan dateng." ucapnya yakin. Lega rasanya mengetahui Rio yang sepertinya akan memaafkannya.
.....
Panas terik matahari semakin menyengat kulit. Tapi hal tersebut tak menyurutkan niat pria hitam manis itu untuk menunggu kemunculan sosok yang ia cari. Kepalanya berulang kali mengecek apakah para penghuni gedung besar dihadapannya saat ini sudah keluar atau belum.
Ia melirik arloji silver ditangan kirinya. Sudah hampir dari satu jam ia berdiri didepan pagar besi yang menjulang tinggi tapi tetap saja belum ada tanda-tanda kalau para penghuni gedung itu mulai berhamburan.
Hufttt...ia mendesah panjang, lelah juga rasanya. Padahal sekolahnya sudah bubar dari satu setengah jam yang lalu, tapi kenapa sekolah dihadapannya ini belum..??
Teng...teng...
Lonceng sekolah yang bergema keras itu sontak membuat pria tersebut membenarkan posisi nya yang semula bersender pada kap mobil jadi berdiri tegak. Ia merapikan kembali seragam sekolahnya yang terlihat kusut, sedikit melirik ke arah spion mobil untuk memastikan rambutnya tetap keren.
Cukup. Ia langsung beranjak menuju gerbang sekolah yang mulai terbuka. Dan kemudian disusul dengan segerombolan anak-anak sekolah yang berhamburan keluar sekolah.
Matanya berputar kesegala arah, kepalanya sedikit melongok untuk mencari seseorang yang memang sedari tadi ia tunggu.
Ia tersenyum cerah begitu kedua bola matanya menangkap siluet seorang gadis manis dengan rambut panjangnya yang terikat asal sedang berjalan sendiri ke arahnya. Ehm, mungkin lebih tepatnya ke arah pintu gerbang dimana saat ini ia sedang berdiri.
Ia mendesah, begitu melihat gadis tersebut malah berhenti untuk -mungkin- berbincang dengan seorang gadis cantik yang sedang berdiri didepan post satpam. Terpaksa ia harus kembali menunggu. Hari ini tidak boleh gagal, meskipun ia rasa gadis itu akan 'kabur' lagi seperti saat-saat sebelumnya. Karena tadi kedua matanya sempat beradu dengan sepasang mata milik gadis tersebut. Tidak lama memang, tapi ia yakin gadis itu menyadari akan kehadirannya. Dan menurut perkiraanya, tujuan gadis itu menghentikan langkahnya adalah untuk menghindarinya lagi.
.....
Tuk..tuk...
Shilla menghentak-hentakkan kakinya pelan sambil menunggu jemputannya datang. Ia berdiri sendiri dipost satpam sekolahnya hingga seorang gadis yang sudah ia kenal berdiri manis didepannya dengan raut wajah yang kalau menurutnya sedikit gelisah.
"Eh, kenapa lo Fy..??" tanya nya cuek, ia memutar-mutar ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi supirnya.
Ify langsung berbalik menatap Shilla, setelah sebelumnya pandangan matanya terfokus pada pintu gerbang sekolahnya.
"Hahh..?? Ngga' gue baik kok." jawabnya gak nyambung.
Alis Shilla bertaut "aneh banget, lo lagi PMS yah..?? Kok gelisah..??" tanya nya -lagi- penasaran. Ia tahu, Ify sedang berbohong. Apalagi jawaban Ify benar-benar jauh dari kata 'nyambung' dengan pertanyaan nya tadi.
"Hahh..?? Itu gue...eh elo sama Riko gimana..??" Ify balik bertanya, mengalihkan pembicaraan yang sempat membuat kegelisahannya bertambah.
Entah sejak kapan, kedua gadis yang dulunya sering adu mulut karena seorang Rio itu kini menjadi akrab. Yah, meskipun terkadang Shilla masih sering bersikap jutek kepada Ify.
Shilla menghela nafas "ntahlah. Gue gak ketemu dia seharian ini, padahal gue ka-"
"Hayoo..lo kangen Riko yah..??" goda Ify memotong ucapan Shilla. Ia memain-mainkan jari telunjuknya didepan wajah Shilla yang mulai memerah. Entah karena kepanasan atau karena menahan malu.
Shilla menepis telunjuk Ify "Ehh, engga' apaan sih, emang gue tadi ngomong apa coba..??" elak nya
"Yakin ngga kangen..??" goda Ify sambil tersenyum jahil.
"Ishh, elo rese' banget deh Fy."
"Hemmm..padahal gue mau ngasih tau sesuatu tentang Riko loh." ucap Ify disertai dengan sebuah senyum misterius yang tentu saja membuat Shilla penasaran.
Baru saja gadis cantik itu ingin membuka mulut, menanyakan maksud ucapan Ify barusan, suara klakson mobil yang sangat ia hafal seolah memanggilnya untuk segera pulang.
"Aduhh, pake dateng lagi tuh jemputan." rutuk Shilla sebal.
"Lha, bukannya elo nelpon supir lo emang buat minta jemput yah."
"Iya sih ta-"
"Non buruan, nyonya minta anterin ke arisan siang ini."
Ucapan supir Shilla yang tiba-tiba saja sudah berdiri disampingnya membuat Shilla menghentikan ucapannya. Shilla mendengus sebal, dengan pasrah ia mulai mengekori supirnya setelah menyempatkan diri untuk pamit pada Ify, yang dibalas dengan anggukan kecil oleh gadis tersebut.
"Gramedia depan barber shop, dekat simpang tiga Shill.." teriak Ify membuat Shilla menoleh dengan kening berkerut. Ify mengacungkan kedua jempolnya, lalu mengibas-ngibaskan kedua tangannya. Mengisyaratkan Shilla agar melanjutkan langkah kakinya menuju Jaguar silver di depan gerbang sekolah.
Ify membelalakkan kedua bola matanya saat tersadar, kalau seseorang yang paling dihindarinya saat ini masih 'stay cool' berdiri disebelah mobilnya -orang tersebut-.
"Gawat, tu anak pake nongkrong didepan lagi." gumam Ify gelisah.
Sepeninggal Shilla gadis itu malah berjalan mondar-mandir didepan post satpam. Memikirkan bagaimana caranya agar terhindar dari sosok Gabriel yang masih setia menunggunya didepan gerbang.
Ify menghirup udara berulang kali. Berusaha menenangkan kegelisahan hatinya dan mulai berjalan santai menuju gerbang sekolah.
Ia bersikap cuek tanpa melirik kanan kiri. Jangan sampai Gabriel menyadari saat Ify melewatinya, harap Ify dalam hati.
"Ify..."
Terlambat. Suara lantang yang terdengar bahagia itu mengalun menyebut namanya. Membuat Ify meringis kecil dan bersiap-siap untuk lari dari hadapan pria tersebut.
"Jangan pergi."
Terlambat, lagi. Tangan kanan Gabriel bergerak lebih cepat menahan pergelangan tangan Ify. Sehingga mau tak mau gadis itu menghentikan aksinya.
"Apaan sih, gue buru-buru ada les piano ntar."
"Jadwal les piano lo weekend Fy, ini senin. Jangan bo'ong deh." ralat Gabriel yang memang tau jadwal les yang sudah mulai diikuti Ify sejak gadis itu masih menjalin hubungan dengan Gabriel.
Ify sedikit tersanjung saat Gabriel mengucapkan prihal jadwal lesnya. Masih ingat rupanya, meskipun cerita mereka sudah lewat tapi ternyata Gabriel tidak melupakannya.
Ify berdecak kesal "gue ada pemotretan." ujar Ify asal.
Gabriel mencibir "Sejak kapan lo jadi model."
"Gu..gue mau..mau nyiram kembang"
"Tukang kebun lo dipecat lagi."
"Gue mau belajar masak."
Gabriel melengos "please deh Fy, kalau mau bohong dipikirin dulu napa..?? Ketauan banget sih bo'ongnya."
Ify menghela nafas kesal, dengan sekali gerakan ia berniat melepaskan genggaman Gabriel pada pergelangan tangannya, tapi percuma.
"Gue males ketemu lo, gue udah gak mau lagi berurusan sama lo, gue gak mau terlibat apa-apa lagi sama lo. Puas..!!"
Gabriel menatap Ify sayu. Oke dia tahu kesalahannya dulu terlalu..sungguh terlalu. Tapi apa salah kalau ia ingin memperbaiki kesalahannya..?? Atau bahkan kalau bisa, ia ingin memulai kembali semua yang pernah terjadi dulu..??"
"Gue...minta maaf." ucapnya tulus. Pegangannya -pada pergelangan tangan Ify- mengendur, seiring gerakan kepala yang mulai menunduk.
Ia sudah sadar kesalahannya terlalu besar. Menjadikan 'jagung bakar' sebagai alasannya untuk terlepas dari Ify dan mulai menjalin hubungan baru dengan gadis lain tanpa sepengetahuan Ify. Memang, kalau menurut pendapat Ify penyebab putusnya adalah karena 'jagung bakar'. Padahal itu hanya alasan Gabriel yang sebenarnya kalau dipikir-pikir sangat tidak masuk akal. Tapi mau bagaimana lagi..?? Namanya juga anak SMP, masih polos dan terlalu hijau dalam hal cinta.
Ify menggigit kecil bibir bawahnya. Salah satu kakinya menghentak-hentak kecil dengan pandangan menjauh dari Gabriel.
"Lupain, itu masa lalu dan gue gak mau bahas."
"Terus mau lo apa..??" tanya Gabriel lirih.
"Gue mau pulang." jawab Ify ketus.
"Maafin gue dulu."
Ify menggembungkan kedua pipinya, sebal "oke sekarang intinya kita lupaian aja yang dulu-dulu, karena gue gak mau ngebahas lagi, ngerti."
"Itu artinya elo maafin gue..??"
Ify mengangguk malas.
"Apa gue boleh minta satu permintaan..??" pinta Gabriel penuh harap, Ify berdecak kesal. Dikasih hati minta jantung nih orang.
"Apaan sih..?? Gak cukup apa keikhlasan gue buat maafin lo..??"
Gabriel kembali mengeluarkan jurus andalannya. Tatapan sayu yang menusuk, sehingga membuat Ify tidak tega.
"Please. Kali ini aja. Gue cuman minta waktu lo satu hari...aja, setelah itu gue bakal pergi jauh dari lo, dari kehidupan lo."
Alis Ify bertaut. Sedikit bingung dengan maksud ucapan Gabriel yang terdengar serius. Apa itu artinya Gabriel akan benar-benar enyah dari kehidupannya..?? Dan berhenti menjadi penguntit menyebalkan yang selalu membuat Ify merasa tidak nyaman..??
"Elo mau kan..?? Ngabulin satu permintaan gue tadi..??" sambungnya sangat berharap.
Ify masih diam, kedua tangannya yang telipat didada membuat matanya melotot saat menangkap jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 14.10.
"Oke gue mau. Tapi sekarang gue mau pulang, karena gue ada janji." ucap Ify buru-buru.
"Sama Rio..??" tanya Gabriel menyelidik.
Ify melengos "yahhh, sebenernya sama siapapun gue janjian itu bukan urusan lo kan..?? Sorry gue bener-bener gak pu-"
"Kak Ify cepet, kak Cakka udah ngomel-ngomel tuh." seru Oliv yang sudah standby didepan mobil Cakka.
"Lo dengerkan, gue pamit."
"Nomer lo masih yang dulukan..??" tanya Gabriel setengah berteriak karena Ify sudah lebih dahulu berlari-lari kecil menuju mobil Cakka.
Ify mengangguk dan mengacungkan ibu jarinya tanpa menoleh.
.....
'Gramedia depan barber shop, dekat simpang tiga Shill..'
Suara Ify yang mengantarkan kepulangannya beberapa jam yang lalu terngiang kembali ditelinga Shilla. Ia nampak memikirkan arti dari kalimat tersebut.
Shilla mengangkat kedua bahunya "daripada bingung, mending gue kesana aja deh." putusnya kemudian. Ia segera mengganti baju rumahannya dengan pakaian yang lebih pantas untuk bepergian.
.....
Ify berlari-lari kecil menuju meja bundar bernomer 8, tempat dimana ia membuat janji dengan Rio beberapa hari yang lalu. Rambut hitam tergerainya bergerak kesana kemari mengikuti langkah cepat Ify.
Beberapa kali ia menabrak pundak pengunjung cafe yang sedang berlalu lalang disekitarnya.
"Maaf." ucapnya singkat dan langsung mengambil posisi dikursi kosong yang berhadapan dengan kursi yang sudah ditempati Rio.
Rio yang datang -kira-kira- 15 menit lebih awal menatap Ify kesal, tanpa berbicara. Sebagian hati kecilnya merasa lega karena Ify tidak lupa lagi seperti sebelumnya.
"Habis darimana lo..?? Ngos-ngosan gitu..??" tanya Rio cuek.
"Itu, tadi gue telat pulang. Ya otomatis telat ngapa-ngapain juga, sorry udah buat lo nunggu." ucap Ify penuh sesal.
Rio mengangguk acuh "yah..se-ngganya elo ngga' lupa lagi kayak waktu itu." sindirnya. Ify mengerucutkan bibirnya, 'yang udah lewat gak usah dibahas bisa kali' batinnya dongkol.
"Kenapa lo manyun gitu..??" tanya Rio "..tuh, gue udah mesenin minuman lo duluan sebelum lo dateng." sambungnya tanpa menunggu jawaban dari Ify. Karena sebenarnya Rio sudah bisa menebak hal apa yang membuat Ify manyun seperti itu.
Ify memperhatikan segelas lemon squash segar dihadapannya. Tanpa berbicara sepatah katapun gadis itu langsung menyambar minuman dingin untuk melepaskan dahaga.
"Hahhh.." Ify mendesah lega "eh, jadi apa tujuan lo ngajakin gue ketemuan..??" tanya Ify to the point.
"Ya buat ngegantiin acara ketemuan kita yang elo lupain waktu itu lah." jawab Rio, Ify mengangguk kecil.
"Eh, emang waktu itu tujuan lo ngajakin gue ketemuan apa..??"
"Ah eh ah eh, gue punya nama jadi jangan panggil eh deh, gak enak banget." sungut Rio kesal.
Ify melengos "bodo' elo aneh deh, kenapa akhir-akhir ini sikap jutek, nyolot, nyebelin, ngeselin, ngebetein, nge-"
"Kok lo ngatain gue." seru Rio -agak- nyolot.
"Yee..gue ngomongin fakta kali, elo tuh akhir-akhir ini berubah tau ngga'...?? Balik kayak dulu jadi Mario Mr. Sok Cool yang nyebelin, gue lupa dikit ngambek, padahal dulu waktu elo sengaja ngelupain gue demi pergi sama Shilla gue gak marah kayak lo deh." ujar Ify yang tanpa sadar kembali mengungkit 'cerita lama' itu. Rio diam, dalam hati ia merenungi ucapan Ify yang ada benarnya juga.
Dan bla..bla..bla..Ify terus berceloteh meluahkan unek-uneknya pada pria dihadapannya yang sedang bergelut dengan pikirannya.
Ya Rio akui dia emm sedikit berubah. Tapi, dia berubah gini kan karena takut kehilangan Ify.
Ancaman Gabriel yang tanpa sengaja ditemuinya sehari setelah ia dan Ify batal ketemuan membuat Rio jadi terlalu bersikap over ke Ify.
»»
Duk..duk..dukk..
Suara pantulan bola basket lain, selain miliknya yang sedang berada dalam pelukannya membuat Rio membalikkan badan. Mencari tahu siapa orang lain yang juga sedang berada dalam satu wilayah dengannya saat ini.
Rio sedikit mendengus saat mengetahui orang tersebut adalah Gabriel.
Seseorang yang terus melangkah sambil mendribble bola basket dengan senyuman yang dimata Rio terlihat sinis dan meremehkan.
"Elo tau, dulu gue selalu bisa terima kalau pada kenyataannya elo selalu menang dari gue. Tapi ngga untuk yang sekarang." ucap Gabriel sambil terus mendribble bolanya. Ia berhenti, sedikit jauh dari ring basket dan bersiap menembakkan bolanya.
Rio terdiam dengan kening berkerut. Masih terlalu bingung dengan maksud ucapan Gabriel tadi.
Bukkk...bola masuk dengan mulus tanpa menyentuh bibir ring basket. Membuat Rio tersadar secara tiba-tiba.
"To the point ajadeh, gue ngga' suka berbelit-belit." ucap Rio dingin. Ia mendadak malas melanjutkan permainannya.
"Ify."
Satu kata yang terlontar dari mulut Gabriel. Namun dengan cepat mampu membuat Rio mematung. Gabriel kembali menyunggingkan senyum miringnya, ia bergerak mendekati Rio dan menepuk-nepuk bahu pria tersebut.
Tanpa berkata-kata, Gabriel segera berlalu meninggalkan Rio yang masih bergeming.
««
"Gue pulang." pamit Ify yang membuat Rio kembali ke alam nyatanya setelah beberapa saat lalu hanyut dalam kejadian beberapa hari yang lalu.
Gadis itu merasa sebal karena sedari tadi mulutnya sibuk bercuap-cuap Rio malah asik dunia khayalannya sendiri dan mengacuhkan Ify.
Baru ingin membuka suara, gadis itu telah menghilang dari pandangannya.
Makin runyam. Niatnya hari ini ingin memperbaiki keadaan yang entah karena apa -Rio sendiri belum mengerti- menjadi dingin, diantara dirinya dan Ify. Tapi sepertinya, Rio dan Ify sama-sama perlu waktu untuk sendiri.
Rio mendesah panjang. Tangan kanannya bergerak mengacak-acak rambutnya dengan kesal.
"Argghhh..berantakan kan, gara-gara Gabriel nih semuanya." Rio mengumpat kesal, mengabaikan tatapan penuh keheranan dari para pengunjung cafe yang lainnya. Ia segera merogoh sakunya dan mengambil selembar uang -yang dirasanya cukup untuk membayar pesanannnya dan Ify- dan meninggalkannya di atas meja, tanpa menunggu kembaliannya.
.....
Shilla clingukan ditrotoar jalan yang besebrangan dengan sebuah toko buku yang sempat disebutkan Ify tadi, sesaat sebelum ia beranjak pulang. Meskipun tidak sepenuhnya mengerti akan maksud Ify, tapi Shilla tetap mengunjungi tempat ini dengan alasan penasaran.
Shilla sedikit kaget saat melihat Riko baru saja keluar dari toko buku didepannya dengan di dampingi seorang gadis yang entah siapa.
Ia berniat untuk menghampiri Riko, tapi urung mengingat Riko yang tidak sendiri.
'Aduhh, kenapa gue jadi gini sih..?? Itu siapa lagi yang disebelah Riko..??' batin Shilla cemas. Ia menggigit kecil ujung-ujung kukunya dengan kepala yang sesekali menunduk, takut ketahuan Riko.
'Etdaahhh, kenapa gue berasa jadi mata-mata gini sih..??'
Shilla semakin menundukkan wajahnya saat Riko -seperti- menatap tajam dirinya. Entah hanya perasaannya saja, tapi Shilla merasa yakin kalau Riko menyadari akan kehadirannya.
'Oh Tuhan please...jangan sampe Riko sadar kalau ada gue disini.' do'a Shilla dalam hati. Lantas ia membuang muka untuk mengalihkan perhatian Riko yang menurut penglihatan dari ekor matanya -mata Shilla-, sedang ditarik-tarik gadis disampingnya.
Oke, sepertinya Shilla akan menjadi mata-mata hari ini. Terbukti, ia langsung mengikuti Riko yang mulai berjalan bersisian dengan gadis tadi di trotoar yang berada disebrang Shilla.
Ia mengikuti sambil sesekali melirik ke arah Riko yang terlihat asik mengobrol dengan gadis disebelahnya itu.
"Mau kemana sih mereka..?? Ngapain coba pake jalan kaki segala..?? Biasanya juga tu anak naik motor."
Sepanjang jalan Shilla bersungut-sungut kesal. Belum lagi matahari disore ini masih enggan untuk beranjak pergi. Shilla yang hanya memakai dress selutut berlengan pendek terus mengeluh kepanasan karena sengatan matahari yang jatuh tepat menerpa kulit putihnya.
.....
Riko baru saja keluar dari sebuah toko buku milik sepupunya, tempat dimana ia biasa menghabiskan waktunya untuk bekerja paruh waktu disana.
Sebenarnya Riko bukanlah berasal dari golongan menengah ke bawah apalagi masuk kategori -em- miskin. Hanya saja ia ingin menjadi lebih mandiri, dan caranya adalah dengan bekerja di toko buku milik kakaknya Aren, yang tak lain adalah kakak sepupunya sendiri.
"Ahhh, buruan kak. Elo kan udah janji mau nraktir gue di kedai ice cream disana." paksa Aren, setengah menyeret lengan Riko yang terkesan lambat. Riko memang sudah berjanji pada Aren, saat menerima gaji pertamanya nanti ia berniat untuk mentraktir gadis tersebut. Berhubung Aren sangat menyukai ice cream, dan kebetulan didekat toko buku miliknya ada kedai ice cream yang sudah cukup terkenal maka keduanya berniat untuk berkunjung kesana dengan hanya berjalan kaki.
"Ihhhh, sabar dikit deh Ren." protes Riko. Ia menolehkan kepalanya ke belakang karena merasa melihat seseorang yang ia kenal.
"Kalau elo lelet, yang ada penuh ntar disana."
Riko pasrah. Akhirnya ia mengikuti 'seretan' Aren yang membawanya ke kedai ice cream tersebut.
Riko melirik dengan ekor matanya. Meskipun jaraknya lumayan jauh, tapi ia bisa merasakan kalau ada seseorang yang -sepertinya- mengikutinya. Bedanya orang tersebut berjalan ditrotoar sebrang Riko.
"Gelisah amat sih lo kak, kenapa..??"
Riko menggeleng cepat "ngga' da kok. Yuk deh kita cepet-cepet aja kesananya." ajaknya sambil berbalik menggenggam jemari Aren. Dan menarik gadis itu untuk berjalan lebih cepat menuju kedai ice cream tujuan mereka.
....
"Oh God.." Shilla memegangi kedua pipinya dengan kedua tangannya "..Riko megang tangan tu cewe..!!" serunya shock, tanpa suara.
Drtt..drtt..getar kecil dari handphonenya mengalihkan perhatian Shilla sejenak dari Riko. Ia merogoh saku dressnya dan segera menerima panggilang yang berasal dari mama nya.
"Hallo, iya ma...ngga' Shilla sendiri...emm ada perlu aja...iya nanti kalau mau pulang Shilla nelpon supir kok."
Shilla membiarkan ocehan mamanya ditelpon dan mulai clingukan mencari sosok Riko yang tiba-tiba menghilang.
"Ma udah dulu ya, Shilla buru-buru nih. Bye ma, love you."
Klik. Shilla memutuskan sambungan tanpa menunggu respon dari mama nya. Disimpannya kembali ponsel qwerty miliknya kedalam kantong dressnya.
"Ihh, kemana lagi si Riko, kok ngilang." gumam Shilla pelan "apa gue samperin ke sebrang aja kali yah..?? Iya ajadeh."
Akhirnya Shilla memutuskan untuk menyebrang demi mencari Riko. Shilla tidak pernah menyebrang sendiri sebelumnya, jadilah ia sedikit was-was saat mengamati banyaknya kendaraan yang berlalu lalang.
"Ah, kelamaan. Ntar Riko nya makin jauh."
Baru selangkah Shilla ingin maju, sebuah mini bus melaju cepat ke arahnya.
Glekk. Shilla meneguk ludah, apa yang harus ia lakukan..?? Ia mendadak bingung sambil menatap 'shock' pada mini bus yang semakin lama semakin mendekat.
'Oh God, kaki gue, aduh kok gak bisa gerak sih.' batin Shilla meringis. Tak tau harus berbuat apa, secara refleks Shilla malah memejamkan kedua matanya tanpa beranjak dari tempat itu.
Dan....
====
Finishhhh…
How do you think..?? Mengecewakan..?? sorry, if this part was still disappointing..padahal gue nya udah beusaha untuk memberikan yang lebih baik dari part sebelumnya loh-_- tapi apa mau dikata..??
Okelah, sebenarnya gue ada niatan pengen ngerubah cara penulisan gue tapi..kayaknya gak jadi deh, takutnya ntar terkesan garing karena cara penulisan awal dicerbung ini kan gak kayak yang diniatin (?)
Well, mungkin pada gak ngerti yah-_- so forget it aja kali yah..
Butuh koment nih, saran juga boleh…
Ify mengerjap-ngerjapkan kedua matanya ketika setitik sinar mentari jatuh menimpa kedua kelopak matanya. Dengan mata -masih- setengah terpejam Ify berusaha bangun sambil menurunkan selimutnya.
"Eh Ify udah bangun," sapa seorang wanita, kalau dari suaranya Ify bisa menebak wanita ini memiliki usia jauh diatasnya.
"Gimana tidurnya semalem..?? Nyenyak Fy..??"
Ify memperlebar pandangannya yang langsung menangkap sosok wanita paruh baya yang cukup dikenalnya sedang menarik gorden yang menutupi jendela kamar, tempat Ify tertidur semalam.
"Lho, tante.." Ify menggantungkan kalimatnya dengan telunjuk mengarah pada mama Manda, wanita yang tak lain adalah seseorang yang mengajaknya berbicara sejak tadi "..tante kok ada disini..??" tanya Ify agak kaget "..eh, salah yah. Kok Ify ada disini ya, tan..??" tanya Ify -lagi- agak linglung, pengaruh baru bangun. Ia baru menyadari kalau bukan mama Manda yang berada dikamarnya, tapi ia yang berada disalah satu kamar yang berada dirumah mama Manda.
"Ehehe..itu, semalem kamu nya ketiduran pas ngejengukin Rio, eh pas Rio bangun sama Rio kamunya ditidurin ke situ." jelas mama Manda sambil menunjuk spring bed yang masih ditempati Ify.
Ify tersenyum malu sambil menggaruk-garuk kecil kepalanya. Ia segera bangun dan membereskan tempat tidur Rio yang sedikit berantakan setelah ia pakai untuk tidur.
"ehehehee..sorry yah tan, emm terus Rio nya tidur dimana..??"
Mama Manda tersenyum "Ngga papa kok, Rio semalem tidur dikamar tamu."
Ify mengangguk, sedikit tidak enak karna niatnya yang ingin minta maaf kepada Rio malah membuatnya tertidur dikamar pria itu.
"Fy, kamu mandi dulu aja.." suruh mama Manda "..itu anduk nya udah tante siapin, terus tadi pagi Cakka nganterin seragam sama tas sekolah kamu tuh." sambung mama Manda dengan telunjuk mengarah ke sofa kecil yang ada dikamar Rio. Disana telah tersedia handuk berwarna biru muda serta perlengkapan sekolah Ify yang terletak disebelahnya.
Ify mengangguk dan tersenyum kecil "iya tante, kalau gitu Ify mandi dulu yah." pamit Ify yang disusul dengan langkah kaki menuju sofa -untuk mengambil handuk-, dan diteruskan ke kamar mandi.
"Oh iya Fy, kalau udah siap langsung ke meja makan aja yah. Kita sarapan sama-sama." tambah mama Manda, terdengar samar-samar karna Ify yang sudah terkunci di kamar mandi. Kemudian suara mama Manda berganti dengan suara pintu kamar yang ditutup.
.....
"Eh Liv, pokoknya ntar elo sekolahnya barengan sama si Ray aja yah. Soalnya gue mau berdua aja sama Agni, yah yah yah." pinta Cakka memelas. Tangannya menarik-narik ujung lengan seragam sekolah Oliv.
Oliv mengangguk cuek sambil menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya "hemmm." gumamnya kecil.
"Ehehe..makasih cantik." seru Cakka senang dengan kedua tangan yang sudah mencubit kedua pipi -sedikit- cubby milik Oliv.
Drap..drap..drappp...langkah kaki bertempo cepat terdengar dari arah pintu masuk rumah Oliv, yang kemudian disusul dengan kehadiran sesosok gadis manis dengan pria berambut gondrong dibelakangnya.
Oliv tersenyum kecil sebagai sapaan, yang dibalas dengan senyuman juga oleh Agni, gadis manis tersebut.
"Pagi...Liv." sapa Agni begitu sampai dikursi sebelah tempat Oliv duduk saat ini.
"Pagi Ag." sahut Cakka sambil tersenyum -yang dibuat- manis. Padahal tanpa dibuat-buat seperti itu pun senyum Cakka sudah pasti menawan.
Agni mendelik heran "Aku nyapa Oliv deh perasaan." ujarnya dengan kepala bergerak ke kiri dan ke kanan, menggeleng.
"Ya makanya aku yang nyaut."
"Hubungannya..??" celetuk Ray yang tiba-tiba sudah berada diantara mereka.
"Aku cinta Agni." jawab Cakka asal dengan tatapan menggoda. Membuat Agni bergidik geli dan sukses menciptakan tawa dari mulut Oliv dan Ray.
"Ngga' usah gitu deh, geli tau." celetuk Agni jujur.
Cakka melengos "ngga' asik ihh...diromantisin gak mau."
"Kapan-kapan aja, lagi gak mood gue denger yang romantis-romantis." seloroh Ray sambil menyendokkan nasi goreng, hasil 'curian' dari piring Oliv.
"Raynald...ini nasi goreng gue.." seru Oliv heboh.
Ray menyeringai kecil mengacungkan kedua jari -tengah dan telunjuk- andalannya "sorry Liv, gara-gara kak Agni ngedesak gue, gue jadi makan dikit doang tadi. Maaf yah."
"Duluan yuk Ag." ajak Cakka. Ia bangkit dari duduknya sambil mengambil ransel hitam yang ia letakkan dikursi yang berada disampingnya. Dibiarkannya Ray dan Oliv yang masih membahas soal 'sesendok nasi goreng' yang di 'curi' Ray tadi.
"Mereka ditinggalin..??" tanya Agni dengan kening berkerut.
Cakka mengangguk sekilas "Ray bawa motor kan..??" tanya Cakka yang dijawab Agni dengan sebuah anggukan cepat "ya udah, yuk." ajak Cakka lagi. Agni kembali mengangguk, kemudian keduanya segera melenggang meninggalkan Ray dan Oliv yang belum sadar akan kepergian mereka. Padahal hanya sekedar 'sesendok nasi goreng' tapi kok pake berdebat segala, pikir Agni -heran- sambil berjalan keluar.
"Loh Liv, kak Agni sama kak Cakka mana..??" tanya Ray yang sudah selesai membahas soal nasi goreng itu pada Oliv.
Oliv mengangkat kedua bahunya acuh "ngga tau, udah duluan kali."
"Ohhh..berarti elo bareng sama gue..??" tanya Ray lagi, Oliv kembali mengangguk tanpa bersuara. Ia sedang meneguk segelas susu, yang memang sudah menjadi kebiasaannya.
"Yuk Ray." ajak Oliv setelah meletakkan gelas susunya. Ray mengangguk, kemudian keduanya berjalan beriringan menuju halaman depan rumah Oliv.
.....
Ify melangkahkan kakinya dengan perasaan canggung, menuju meja makan. Disana sudah ada Rio bersama kedua orang tua Rio yang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Ayah Rio yang sedang membaca koran, mama Manda yang sibuk menyendokkan nasi goreng ke 4 piring yang tersedia diatas meja, dan Rio yang sibuk merapikan dasinya.
Ify menunduk, memperhatikan dasi sekolahnya yang belum rapi. Sampai hari ini ia memang belum mahir mengenakan dasi sendiri, terpaksa ia harus pasrah dengan dasi berantakan ke sekolah dan memperbaikinya setelah bertemu dengan Cakka atau Agni nanti.
"Eummm..pa..pagi semua." sapa Ify canggung. Seandainya dimeja ini tidak ada ayah Rio, dan dia sedang tidak 'diam-diaman' dengan Rio mungkin Ify bisa lebih santai.
Semua yang ada di meja makan mengangkat wajah mereka. Ayah Rio menatap Ify dengan alis bertaut, maklum ayah Rio belum mengenal Ify. Sedangkan Rio hanya menoleh sekilas dan kembali menatap meja makan.
"Eh Ify udah siap, sini sayang." mama Manda menyuruh Ify dengan nada bicara seperti biasa, sambil mengisyaratkan Ify untuk duduk dibangku kosong, disebelah Rio.
Ify mengangguk "iya tante."
"Pah, ini Ify dia temen sekelasnya Rio." ujar mama Manda memperkenalkan, ayah Rio mengangguk dan tersenyum ramah.
"Cuman temen..??" tanya ayah Rio menyelidik.
Ify mengangguk cepat "iya om, cuman temen kok."
Ayah Rio dan mama Manda terkekeh kecil "semalem Ify ngejenguk Rio pah, terus juga ngebantu mamah ngerawat Rio eh Ify nya ketiduran, karena gak enak kalau mesti dibangunin jadi dibiarin deh.." jelas mama Manda "..dimakan Fy."
"Tapi Rio nya tidur dikamar lain kan..??" Pertanyaan itu keluar secara spontan dari mulut ayah Rio.
"Ya ngga' lah pah, Rio kan cowo baik-baik." jawab Rio cepat.
"Sudah, sudah..kita lanjutin sarapannya dulu, entar kalian kesiangan loh." ujar mama Manda mengingatkan.
Ayah Rio melipat korannya dan mulai bersiap menyantap nasi goreng di piringnya "orang tua kamu gak papa kalau kamu nginep disini Fy..??" tanya ayah Rio disela-sela makannya.
Ify menggeleng pelan, kemudian tersenyum sekilas "ngga' kok om, orang tua Ify ngga' tinggal di Indonesia." jawab Ify sekenanya.
"Lagian mamah udah nyuruh Rio ngabarin Cakka kok pah." sambung mama Manda.
"Cakka yang ngaku mirip JB itu..?? Yang agak gendut itu..??" tanya ayah sambil mengingat-ingat hal yang memang tak pernah dilupakan beliau. Karena Cakka memang cukup sering berkunjung ke rumah Rio sejak SMP. Mama Manda menggeleng, sedangkan Rio dan Ify kompak menahan tawa.
"Papah..masa' Cakka dikatain gitu, dia sepupunya Ify loh." ucap mama Manda tidak enak. Karena secara tidak langsung, suaminya sudah meledek Cakka. Ya meskipun ayah Rio tidak bermaksud seperti itu, semua yang tercetus dari mulutnya murni tanpa niatan meledek.
"Ehhehee..maaf ya Fy, om kebiasaan sering ngatain Cakka gitu. Habis, dua hal itu yang paling om ingat dari Cakka."
Ify menggeleng pelan, -masih- sambil menahan tawa "ngga' papa kok om, emang kenyataannya Cakka begitukan..ehehe."
Acara sarapan bersama dirumah Rio pagi itu pun berlangsung dalam keadaan berbeda dari biasanya. Kalau biasanya yang lebih sering terdengar adalah suara sepasang sendok garpu yang beradu dengan piring, pagi ini suasana berubah lebih meriah karena kehadiran Ify.
"Mah, pah, Rio sama Ify pamit dulu yah." pamit Rio sambil mencium punggung tangan mama Manda dan ayahnya secara bergantian. Ify mengikuti Rio.
"Ify juga om, tante." pamit Ify, mama Manda mengangguk sambil mengelus pelan rambut panjang Ify.
"Hati-hati yah." pesan mama Manda.
Keduanya -Ify dan Rio- mengangguk "jangan ngebut Yo." tambah ayah Rio, Rio mengangguk lagi.
Mereka pun kembali melangkah menuju halaman depan.
"Yo..elo marah yah sama gue..??" tanya Ify
"Elo ngerasa ada salah sama gue..??" Rio balik bertanya, Ify mengangguk sekilas "..bagus deh kalau elo sudah sadar, tapi sumpah..telat banget." sambungnya, nada bicaranya masih terdengar kesal.
Ify membuka pintu penumpang depan mobil Rio "elo ngga' mau maafin gue..??" tanya nya sebelum masuk.
Rio menatap Ify sebentar sebelum masuk kedalam mobilnya. Dengan gerakan kepalanya, ia mengisyaratkan Ify agar segera masuk.
"Elo beneran marah sama gue..?? Beneran ngga' mau maafin gue..??" tanya Ify lagi, saat ia sudah duduk manis ditempatnya. Jujur, ia takut kalau Rio marah dengannya.
Rio berdecak, bingung harus bersikap bagaimana. Dia tidak ingin marah dengan gadis itu, tapi perasaan kesal dan kecewa itu masih ada. Ia memutar posisi duduk yang semula menghadap stir mobil, menjadi menghadap Ify.
"Masang dasi masih berantakan aja." komentarnya saat melihat dasi Ify, sekaligus mengalihkan pembicaraan tadi.
"Elo gak jawab pertanyaan gue..??" tanya Ify pelan, kepalanya menunduk, matanya -pura-pura- sibuk memperhatikan kuku-kuku putihnya.
"Sini deh gue benerin." tawar Rio, mengacuhkan pertanyaan Ify. Ia langsung mencondongkan tubuhnya semakin mendekat pada Ify dan mulai membuka ikatan dasi Ify yang masih asal-asalan itu.
Ify mengangkat wajahnya pelan-pelan. Dengan memberanikan diri, ia menatap mata Rio dengan tatapan yang hampir menangis. Dia bukan ingin menangis, hanya saja ia membuat tatapan matanya menjadi sayu agar Rio. memaafkannya.
Rio yang ditatap seperti itu merasa risih. Jarak yang begitu dekat antara ia dan Ify membuat detak jantungnya lagi-lagi berdetak cepat. Tapi ia berusaha tenang sambil terus menyembunyikan perasaan gugupnya. Sayang nya karena perasaan gugup itu ia malah berulang kali melakukan kesalahan saat mengikat dasi Ify.
Ify nyaris tertawa karena ia menyadari sikap salah tingkah Rio yang kalau boleh Ify GR, terjadi karenanya.
Jam menunjukkan pukul 06.49 saat Rio melirik jam digital dimobilnya. Beruntung sekolahnya masuk jam 07.25 jadi ia masih memiliki banyak waktu untuk membenarkan dasi Ify yang kembali berantakan -karenanya-, dan melajukan mobilnya ke sekolah dengan on time.
'Oke Rio, elo bisa. Jangan gugup, santai, tenang. Biasa aja...hufttt.'
Rio mensugesti dirinya sendiri dalam hati. Dengan cepat ia mulai membenarkan dasi Ify, matanya terfokus pada dasi Ify bukan mata Ify, takut semakin salah tingkah.
Hhhhh..Ify mendesah panjang. Mungkin Rio benar-benar marah padanya. Tapi kalau diingat-ingat, bukankah Ify juga pernah mengalami hal yang hampir sama dengan Rio..?? Malah Rio lebih mending, karena alasan Ify kan seratus persen lupa. Sedangkan Rio dulu..?? Dia sengaja melupakan, membuat Ify menunggu dan harus bolak-balik dari rumahnya-rumah Zahra-rumah Rio-Rumahnya-Rumah Zahra. Jelaskan..?? Lebih parah Rio daripada Ify, tapi kenapa sekarang-sepertinya malah lebih parah Ify dibanding Rio..??
Ify menyerah, mungkin Rio benar-benar-benar marah. Ia memutar badannya kedepan, kebetulan saat itu Rio telah selesai memasangkan dasi Ify dengan benar.
Swift hitam itu akhirnya melaju dengan cepat membelah jalan raya kota Jakarta yang sedikit ramai. Berhubung kendaraan roda empat ini mulai memasuki kawasan ramai yang kemungkinan besar beresiko kemacetan, Rio memilih untuk memutar haluan dan melewati jalan pintas menuju sekolahnya agar tidak terlambat.
Suasana didalam mobil itu sangat tenang. Lebih tepatnya sepi, karena tidak ada yang 'bercuap-cuap' sekalipun itu dari radio.
Rio memilih konsen dengan jalanan, meskipun sebenarnya ia tidak bisa konsen karena pikirannya terbagi dua.
Ia sedang memikirkan bagaimana caranya untuk memaafkan Ify dan melanjutkan rencananya yang sempat tertunda, beberapa hari lalu.
Tidak jauh berbeda dengan Rio. Ify pun sama halnya dengan lelaki itu. Pikirannya bercabang, antara Rio dan....Gabriel, seseorang yang sempat mengisi hatinya dulu, ya meskipun hanya sekedar cinta monyet. 2 hari yang lalu, sepulang sekolah Ify tidak sengaja bertemu dengan pria hitam manis yang memiliki postur tubuh serta wajah yang nyaris mirip dengan Rio.
Lelaki itu memanggil Ify berkali-kali, namun Ify mengabaikannya. Gadis itu memilih untuk berlari meninggalkan Gabriel dan masuk kedalam angkot yang entah akan mengarah kemana. Hingga pada akhirnya, ia harus pasrah saat harus mengeluarkan uang 2 kali lipat lebih banyak dari semestinya karena angkot itu membawanya ke daerah yang cukup jauh dari kawasan perumahannya.
Ify menggeleng pelan. Berusaha membuang jauh semua bayangan-bayangan kejadian tempo hari. Ia tidak ingin mengingatnya lagi, tapi jujur ia merasa 'parno' karena sepertinya beberapa hari ini Gabriel seperti menjadi 'penguntit', bagi Ify.
"Fy..Fy..udah nyampe." tegur Rio masih cuek. Sebenarnya ia sedikit heran melihat wajah bingung Ify saat itu. Tapi ia berpikir, mungkin itu karena Ify sedang memikirkan dirinya. Eum...ralat, lebih tepatnya memikirkan tentang masalah Ify dengannya.
Ify tersadar, dan membuka pintu mobil dengan cepat "eh iya, sorry." ucapnya seraya melangkahkan kaki keluar dari kendaraan roda 4 berwarna hitam itu.
"Fy, entar sore jam 4 ditempat yang waktu itu. Gue harap lo dateng." ucap Rio cepat, dengan tangan kiri yang menahan pergelangan tangan kanan Ify.
Ify melirik tangan kanannya, dengan sebuah senyuman Ify menganggukkan kepalanya "pasti Yo, gue akan dateng." ucapnya yakin. Lega rasanya mengetahui Rio yang sepertinya akan memaafkannya.
.....
Panas terik matahari semakin menyengat kulit. Tapi hal tersebut tak menyurutkan niat pria hitam manis itu untuk menunggu kemunculan sosok yang ia cari. Kepalanya berulang kali mengecek apakah para penghuni gedung besar dihadapannya saat ini sudah keluar atau belum.
Ia melirik arloji silver ditangan kirinya. Sudah hampir dari satu jam ia berdiri didepan pagar besi yang menjulang tinggi tapi tetap saja belum ada tanda-tanda kalau para penghuni gedung itu mulai berhamburan.
Hufttt...ia mendesah panjang, lelah juga rasanya. Padahal sekolahnya sudah bubar dari satu setengah jam yang lalu, tapi kenapa sekolah dihadapannya ini belum..??
Teng...teng...
Lonceng sekolah yang bergema keras itu sontak membuat pria tersebut membenarkan posisi nya yang semula bersender pada kap mobil jadi berdiri tegak. Ia merapikan kembali seragam sekolahnya yang terlihat kusut, sedikit melirik ke arah spion mobil untuk memastikan rambutnya tetap keren.
Cukup. Ia langsung beranjak menuju gerbang sekolah yang mulai terbuka. Dan kemudian disusul dengan segerombolan anak-anak sekolah yang berhamburan keluar sekolah.
Matanya berputar kesegala arah, kepalanya sedikit melongok untuk mencari seseorang yang memang sedari tadi ia tunggu.
Ia tersenyum cerah begitu kedua bola matanya menangkap siluet seorang gadis manis dengan rambut panjangnya yang terikat asal sedang berjalan sendiri ke arahnya. Ehm, mungkin lebih tepatnya ke arah pintu gerbang dimana saat ini ia sedang berdiri.
Ia mendesah, begitu melihat gadis tersebut malah berhenti untuk -mungkin- berbincang dengan seorang gadis cantik yang sedang berdiri didepan post satpam. Terpaksa ia harus kembali menunggu. Hari ini tidak boleh gagal, meskipun ia rasa gadis itu akan 'kabur' lagi seperti saat-saat sebelumnya. Karena tadi kedua matanya sempat beradu dengan sepasang mata milik gadis tersebut. Tidak lama memang, tapi ia yakin gadis itu menyadari akan kehadirannya. Dan menurut perkiraanya, tujuan gadis itu menghentikan langkahnya adalah untuk menghindarinya lagi.
.....
Tuk..tuk...
Shilla menghentak-hentakkan kakinya pelan sambil menunggu jemputannya datang. Ia berdiri sendiri dipost satpam sekolahnya hingga seorang gadis yang sudah ia kenal berdiri manis didepannya dengan raut wajah yang kalau menurutnya sedikit gelisah.
"Eh, kenapa lo Fy..??" tanya nya cuek, ia memutar-mutar ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi supirnya.
Ify langsung berbalik menatap Shilla, setelah sebelumnya pandangan matanya terfokus pada pintu gerbang sekolahnya.
"Hahh..?? Ngga' gue baik kok." jawabnya gak nyambung.
Alis Shilla bertaut "aneh banget, lo lagi PMS yah..?? Kok gelisah..??" tanya nya -lagi- penasaran. Ia tahu, Ify sedang berbohong. Apalagi jawaban Ify benar-benar jauh dari kata 'nyambung' dengan pertanyaan nya tadi.
"Hahh..?? Itu gue...eh elo sama Riko gimana..??" Ify balik bertanya, mengalihkan pembicaraan yang sempat membuat kegelisahannya bertambah.
Entah sejak kapan, kedua gadis yang dulunya sering adu mulut karena seorang Rio itu kini menjadi akrab. Yah, meskipun terkadang Shilla masih sering bersikap jutek kepada Ify.
Shilla menghela nafas "ntahlah. Gue gak ketemu dia seharian ini, padahal gue ka-"
"Hayoo..lo kangen Riko yah..??" goda Ify memotong ucapan Shilla. Ia memain-mainkan jari telunjuknya didepan wajah Shilla yang mulai memerah. Entah karena kepanasan atau karena menahan malu.
Shilla menepis telunjuk Ify "Ehh, engga' apaan sih, emang gue tadi ngomong apa coba..??" elak nya
"Yakin ngga kangen..??" goda Ify sambil tersenyum jahil.
"Ishh, elo rese' banget deh Fy."
"Hemmm..padahal gue mau ngasih tau sesuatu tentang Riko loh." ucap Ify disertai dengan sebuah senyum misterius yang tentu saja membuat Shilla penasaran.
Baru saja gadis cantik itu ingin membuka mulut, menanyakan maksud ucapan Ify barusan, suara klakson mobil yang sangat ia hafal seolah memanggilnya untuk segera pulang.
"Aduhh, pake dateng lagi tuh jemputan." rutuk Shilla sebal.
"Lha, bukannya elo nelpon supir lo emang buat minta jemput yah."
"Iya sih ta-"
"Non buruan, nyonya minta anterin ke arisan siang ini."
Ucapan supir Shilla yang tiba-tiba saja sudah berdiri disampingnya membuat Shilla menghentikan ucapannya. Shilla mendengus sebal, dengan pasrah ia mulai mengekori supirnya setelah menyempatkan diri untuk pamit pada Ify, yang dibalas dengan anggukan kecil oleh gadis tersebut.
"Gramedia depan barber shop, dekat simpang tiga Shill.." teriak Ify membuat Shilla menoleh dengan kening berkerut. Ify mengacungkan kedua jempolnya, lalu mengibas-ngibaskan kedua tangannya. Mengisyaratkan Shilla agar melanjutkan langkah kakinya menuju Jaguar silver di depan gerbang sekolah.
Ify membelalakkan kedua bola matanya saat tersadar, kalau seseorang yang paling dihindarinya saat ini masih 'stay cool' berdiri disebelah mobilnya -orang tersebut-.
"Gawat, tu anak pake nongkrong didepan lagi." gumam Ify gelisah.
Sepeninggal Shilla gadis itu malah berjalan mondar-mandir didepan post satpam. Memikirkan bagaimana caranya agar terhindar dari sosok Gabriel yang masih setia menunggunya didepan gerbang.
Ify menghirup udara berulang kali. Berusaha menenangkan kegelisahan hatinya dan mulai berjalan santai menuju gerbang sekolah.
Ia bersikap cuek tanpa melirik kanan kiri. Jangan sampai Gabriel menyadari saat Ify melewatinya, harap Ify dalam hati.
"Ify..."
Terlambat. Suara lantang yang terdengar bahagia itu mengalun menyebut namanya. Membuat Ify meringis kecil dan bersiap-siap untuk lari dari hadapan pria tersebut.
"Jangan pergi."
Terlambat, lagi. Tangan kanan Gabriel bergerak lebih cepat menahan pergelangan tangan Ify. Sehingga mau tak mau gadis itu menghentikan aksinya.
"Apaan sih, gue buru-buru ada les piano ntar."
"Jadwal les piano lo weekend Fy, ini senin. Jangan bo'ong deh." ralat Gabriel yang memang tau jadwal les yang sudah mulai diikuti Ify sejak gadis itu masih menjalin hubungan dengan Gabriel.
Ify sedikit tersanjung saat Gabriel mengucapkan prihal jadwal lesnya. Masih ingat rupanya, meskipun cerita mereka sudah lewat tapi ternyata Gabriel tidak melupakannya.
Ify berdecak kesal "gue ada pemotretan." ujar Ify asal.
Gabriel mencibir "Sejak kapan lo jadi model."
"Gu..gue mau..mau nyiram kembang"
"Tukang kebun lo dipecat lagi."
"Gue mau belajar masak."
Gabriel melengos "please deh Fy, kalau mau bohong dipikirin dulu napa..?? Ketauan banget sih bo'ongnya."
Ify menghela nafas kesal, dengan sekali gerakan ia berniat melepaskan genggaman Gabriel pada pergelangan tangannya, tapi percuma.
"Gue males ketemu lo, gue udah gak mau lagi berurusan sama lo, gue gak mau terlibat apa-apa lagi sama lo. Puas..!!"
Gabriel menatap Ify sayu. Oke dia tahu kesalahannya dulu terlalu..sungguh terlalu. Tapi apa salah kalau ia ingin memperbaiki kesalahannya..?? Atau bahkan kalau bisa, ia ingin memulai kembali semua yang pernah terjadi dulu..??"
"Gue...minta maaf." ucapnya tulus. Pegangannya -pada pergelangan tangan Ify- mengendur, seiring gerakan kepala yang mulai menunduk.
Ia sudah sadar kesalahannya terlalu besar. Menjadikan 'jagung bakar' sebagai alasannya untuk terlepas dari Ify dan mulai menjalin hubungan baru dengan gadis lain tanpa sepengetahuan Ify. Memang, kalau menurut pendapat Ify penyebab putusnya adalah karena 'jagung bakar'. Padahal itu hanya alasan Gabriel yang sebenarnya kalau dipikir-pikir sangat tidak masuk akal. Tapi mau bagaimana lagi..?? Namanya juga anak SMP, masih polos dan terlalu hijau dalam hal cinta.
Ify menggigit kecil bibir bawahnya. Salah satu kakinya menghentak-hentak kecil dengan pandangan menjauh dari Gabriel.
"Lupain, itu masa lalu dan gue gak mau bahas."
"Terus mau lo apa..??" tanya Gabriel lirih.
"Gue mau pulang." jawab Ify ketus.
"Maafin gue dulu."
Ify menggembungkan kedua pipinya, sebal "oke sekarang intinya kita lupaian aja yang dulu-dulu, karena gue gak mau ngebahas lagi, ngerti."
"Itu artinya elo maafin gue..??"
Ify mengangguk malas.
"Apa gue boleh minta satu permintaan..??" pinta Gabriel penuh harap, Ify berdecak kesal. Dikasih hati minta jantung nih orang.
"Apaan sih..?? Gak cukup apa keikhlasan gue buat maafin lo..??"
Gabriel kembali mengeluarkan jurus andalannya. Tatapan sayu yang menusuk, sehingga membuat Ify tidak tega.
"Please. Kali ini aja. Gue cuman minta waktu lo satu hari...aja, setelah itu gue bakal pergi jauh dari lo, dari kehidupan lo."
Alis Ify bertaut. Sedikit bingung dengan maksud ucapan Gabriel yang terdengar serius. Apa itu artinya Gabriel akan benar-benar enyah dari kehidupannya..?? Dan berhenti menjadi penguntit menyebalkan yang selalu membuat Ify merasa tidak nyaman..??
"Elo mau kan..?? Ngabulin satu permintaan gue tadi..??" sambungnya sangat berharap.
Ify masih diam, kedua tangannya yang telipat didada membuat matanya melotot saat menangkap jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 14.10.
"Oke gue mau. Tapi sekarang gue mau pulang, karena gue ada janji." ucap Ify buru-buru.
"Sama Rio..??" tanya Gabriel menyelidik.
Ify melengos "yahhh, sebenernya sama siapapun gue janjian itu bukan urusan lo kan..?? Sorry gue bener-bener gak pu-"
"Kak Ify cepet, kak Cakka udah ngomel-ngomel tuh." seru Oliv yang sudah standby didepan mobil Cakka.
"Lo dengerkan, gue pamit."
"Nomer lo masih yang dulukan..??" tanya Gabriel setengah berteriak karena Ify sudah lebih dahulu berlari-lari kecil menuju mobil Cakka.
Ify mengangguk dan mengacungkan ibu jarinya tanpa menoleh.
.....
'Gramedia depan barber shop, dekat simpang tiga Shill..'
Suara Ify yang mengantarkan kepulangannya beberapa jam yang lalu terngiang kembali ditelinga Shilla. Ia nampak memikirkan arti dari kalimat tersebut.
Shilla mengangkat kedua bahunya "daripada bingung, mending gue kesana aja deh." putusnya kemudian. Ia segera mengganti baju rumahannya dengan pakaian yang lebih pantas untuk bepergian.
.....
Ify berlari-lari kecil menuju meja bundar bernomer 8, tempat dimana ia membuat janji dengan Rio beberapa hari yang lalu. Rambut hitam tergerainya bergerak kesana kemari mengikuti langkah cepat Ify.
Beberapa kali ia menabrak pundak pengunjung cafe yang sedang berlalu lalang disekitarnya.
"Maaf." ucapnya singkat dan langsung mengambil posisi dikursi kosong yang berhadapan dengan kursi yang sudah ditempati Rio.
Rio yang datang -kira-kira- 15 menit lebih awal menatap Ify kesal, tanpa berbicara. Sebagian hati kecilnya merasa lega karena Ify tidak lupa lagi seperti sebelumnya.
"Habis darimana lo..?? Ngos-ngosan gitu..??" tanya Rio cuek.
"Itu, tadi gue telat pulang. Ya otomatis telat ngapa-ngapain juga, sorry udah buat lo nunggu." ucap Ify penuh sesal.
Rio mengangguk acuh "yah..se-ngganya elo ngga' lupa lagi kayak waktu itu." sindirnya. Ify mengerucutkan bibirnya, 'yang udah lewat gak usah dibahas bisa kali' batinnya dongkol.
"Kenapa lo manyun gitu..??" tanya Rio "..tuh, gue udah mesenin minuman lo duluan sebelum lo dateng." sambungnya tanpa menunggu jawaban dari Ify. Karena sebenarnya Rio sudah bisa menebak hal apa yang membuat Ify manyun seperti itu.
Ify memperhatikan segelas lemon squash segar dihadapannya. Tanpa berbicara sepatah katapun gadis itu langsung menyambar minuman dingin untuk melepaskan dahaga.
"Hahhh.." Ify mendesah lega "eh, jadi apa tujuan lo ngajakin gue ketemuan..??" tanya Ify to the point.
"Ya buat ngegantiin acara ketemuan kita yang elo lupain waktu itu lah." jawab Rio, Ify mengangguk kecil.
"Eh, emang waktu itu tujuan lo ngajakin gue ketemuan apa..??"
"Ah eh ah eh, gue punya nama jadi jangan panggil eh deh, gak enak banget." sungut Rio kesal.
Ify melengos "bodo' elo aneh deh, kenapa akhir-akhir ini sikap jutek, nyolot, nyebelin, ngeselin, ngebetein, nge-"
"Kok lo ngatain gue." seru Rio -agak- nyolot.
"Yee..gue ngomongin fakta kali, elo tuh akhir-akhir ini berubah tau ngga'...?? Balik kayak dulu jadi Mario Mr. Sok Cool yang nyebelin, gue lupa dikit ngambek, padahal dulu waktu elo sengaja ngelupain gue demi pergi sama Shilla gue gak marah kayak lo deh." ujar Ify yang tanpa sadar kembali mengungkit 'cerita lama' itu. Rio diam, dalam hati ia merenungi ucapan Ify yang ada benarnya juga.
Dan bla..bla..bla..Ify terus berceloteh meluahkan unek-uneknya pada pria dihadapannya yang sedang bergelut dengan pikirannya.
Ya Rio akui dia emm sedikit berubah. Tapi, dia berubah gini kan karena takut kehilangan Ify.
Ancaman Gabriel yang tanpa sengaja ditemuinya sehari setelah ia dan Ify batal ketemuan membuat Rio jadi terlalu bersikap over ke Ify.
»»
Duk..duk..dukk..
Suara pantulan bola basket lain, selain miliknya yang sedang berada dalam pelukannya membuat Rio membalikkan badan. Mencari tahu siapa orang lain yang juga sedang berada dalam satu wilayah dengannya saat ini.
Rio sedikit mendengus saat mengetahui orang tersebut adalah Gabriel.
Seseorang yang terus melangkah sambil mendribble bola basket dengan senyuman yang dimata Rio terlihat sinis dan meremehkan.
"Elo tau, dulu gue selalu bisa terima kalau pada kenyataannya elo selalu menang dari gue. Tapi ngga untuk yang sekarang." ucap Gabriel sambil terus mendribble bolanya. Ia berhenti, sedikit jauh dari ring basket dan bersiap menembakkan bolanya.
Rio terdiam dengan kening berkerut. Masih terlalu bingung dengan maksud ucapan Gabriel tadi.
Bukkk...bola masuk dengan mulus tanpa menyentuh bibir ring basket. Membuat Rio tersadar secara tiba-tiba.
"To the point ajadeh, gue ngga' suka berbelit-belit." ucap Rio dingin. Ia mendadak malas melanjutkan permainannya.
"Ify."
Satu kata yang terlontar dari mulut Gabriel. Namun dengan cepat mampu membuat Rio mematung. Gabriel kembali menyunggingkan senyum miringnya, ia bergerak mendekati Rio dan menepuk-nepuk bahu pria tersebut.
Tanpa berkata-kata, Gabriel segera berlalu meninggalkan Rio yang masih bergeming.
««
"Gue pulang." pamit Ify yang membuat Rio kembali ke alam nyatanya setelah beberapa saat lalu hanyut dalam kejadian beberapa hari yang lalu.
Gadis itu merasa sebal karena sedari tadi mulutnya sibuk bercuap-cuap Rio malah asik dunia khayalannya sendiri dan mengacuhkan Ify.
Baru ingin membuka suara, gadis itu telah menghilang dari pandangannya.
Makin runyam. Niatnya hari ini ingin memperbaiki keadaan yang entah karena apa -Rio sendiri belum mengerti- menjadi dingin, diantara dirinya dan Ify. Tapi sepertinya, Rio dan Ify sama-sama perlu waktu untuk sendiri.
Rio mendesah panjang. Tangan kanannya bergerak mengacak-acak rambutnya dengan kesal.
"Argghhh..berantakan kan, gara-gara Gabriel nih semuanya." Rio mengumpat kesal, mengabaikan tatapan penuh keheranan dari para pengunjung cafe yang lainnya. Ia segera merogoh sakunya dan mengambil selembar uang -yang dirasanya cukup untuk membayar pesanannnya dan Ify- dan meninggalkannya di atas meja, tanpa menunggu kembaliannya.
.....
Shilla clingukan ditrotoar jalan yang besebrangan dengan sebuah toko buku yang sempat disebutkan Ify tadi, sesaat sebelum ia beranjak pulang. Meskipun tidak sepenuhnya mengerti akan maksud Ify, tapi Shilla tetap mengunjungi tempat ini dengan alasan penasaran.
Shilla sedikit kaget saat melihat Riko baru saja keluar dari toko buku didepannya dengan di dampingi seorang gadis yang entah siapa.
Ia berniat untuk menghampiri Riko, tapi urung mengingat Riko yang tidak sendiri.
'Aduhh, kenapa gue jadi gini sih..?? Itu siapa lagi yang disebelah Riko..??' batin Shilla cemas. Ia menggigit kecil ujung-ujung kukunya dengan kepala yang sesekali menunduk, takut ketahuan Riko.
'Etdaahhh, kenapa gue berasa jadi mata-mata gini sih..??'
Shilla semakin menundukkan wajahnya saat Riko -seperti- menatap tajam dirinya. Entah hanya perasaannya saja, tapi Shilla merasa yakin kalau Riko menyadari akan kehadirannya.
'Oh Tuhan please...jangan sampe Riko sadar kalau ada gue disini.' do'a Shilla dalam hati. Lantas ia membuang muka untuk mengalihkan perhatian Riko yang menurut penglihatan dari ekor matanya -mata Shilla-, sedang ditarik-tarik gadis disampingnya.
Oke, sepertinya Shilla akan menjadi mata-mata hari ini. Terbukti, ia langsung mengikuti Riko yang mulai berjalan bersisian dengan gadis tadi di trotoar yang berada disebrang Shilla.
Ia mengikuti sambil sesekali melirik ke arah Riko yang terlihat asik mengobrol dengan gadis disebelahnya itu.
"Mau kemana sih mereka..?? Ngapain coba pake jalan kaki segala..?? Biasanya juga tu anak naik motor."
Sepanjang jalan Shilla bersungut-sungut kesal. Belum lagi matahari disore ini masih enggan untuk beranjak pergi. Shilla yang hanya memakai dress selutut berlengan pendek terus mengeluh kepanasan karena sengatan matahari yang jatuh tepat menerpa kulit putihnya.
.....
Riko baru saja keluar dari sebuah toko buku milik sepupunya, tempat dimana ia biasa menghabiskan waktunya untuk bekerja paruh waktu disana.
Sebenarnya Riko bukanlah berasal dari golongan menengah ke bawah apalagi masuk kategori -em- miskin. Hanya saja ia ingin menjadi lebih mandiri, dan caranya adalah dengan bekerja di toko buku milik kakaknya Aren, yang tak lain adalah kakak sepupunya sendiri.
"Ahhh, buruan kak. Elo kan udah janji mau nraktir gue di kedai ice cream disana." paksa Aren, setengah menyeret lengan Riko yang terkesan lambat. Riko memang sudah berjanji pada Aren, saat menerima gaji pertamanya nanti ia berniat untuk mentraktir gadis tersebut. Berhubung Aren sangat menyukai ice cream, dan kebetulan didekat toko buku miliknya ada kedai ice cream yang sudah cukup terkenal maka keduanya berniat untuk berkunjung kesana dengan hanya berjalan kaki.
"Ihhhh, sabar dikit deh Ren." protes Riko. Ia menolehkan kepalanya ke belakang karena merasa melihat seseorang yang ia kenal.
"Kalau elo lelet, yang ada penuh ntar disana."
Riko pasrah. Akhirnya ia mengikuti 'seretan' Aren yang membawanya ke kedai ice cream tersebut.
Riko melirik dengan ekor matanya. Meskipun jaraknya lumayan jauh, tapi ia bisa merasakan kalau ada seseorang yang -sepertinya- mengikutinya. Bedanya orang tersebut berjalan ditrotoar sebrang Riko.
"Gelisah amat sih lo kak, kenapa..??"
Riko menggeleng cepat "ngga' da kok. Yuk deh kita cepet-cepet aja kesananya." ajaknya sambil berbalik menggenggam jemari Aren. Dan menarik gadis itu untuk berjalan lebih cepat menuju kedai ice cream tujuan mereka.
....
"Oh God.." Shilla memegangi kedua pipinya dengan kedua tangannya "..Riko megang tangan tu cewe..!!" serunya shock, tanpa suara.
Drtt..drtt..getar kecil dari handphonenya mengalihkan perhatian Shilla sejenak dari Riko. Ia merogoh saku dressnya dan segera menerima panggilang yang berasal dari mama nya.
"Hallo, iya ma...ngga' Shilla sendiri...emm ada perlu aja...iya nanti kalau mau pulang Shilla nelpon supir kok."
Shilla membiarkan ocehan mamanya ditelpon dan mulai clingukan mencari sosok Riko yang tiba-tiba menghilang.
"Ma udah dulu ya, Shilla buru-buru nih. Bye ma, love you."
Klik. Shilla memutuskan sambungan tanpa menunggu respon dari mama nya. Disimpannya kembali ponsel qwerty miliknya kedalam kantong dressnya.
"Ihh, kemana lagi si Riko, kok ngilang." gumam Shilla pelan "apa gue samperin ke sebrang aja kali yah..?? Iya ajadeh."
Akhirnya Shilla memutuskan untuk menyebrang demi mencari Riko. Shilla tidak pernah menyebrang sendiri sebelumnya, jadilah ia sedikit was-was saat mengamati banyaknya kendaraan yang berlalu lalang.
"Ah, kelamaan. Ntar Riko nya makin jauh."
Baru selangkah Shilla ingin maju, sebuah mini bus melaju cepat ke arahnya.
Glekk. Shilla meneguk ludah, apa yang harus ia lakukan..?? Ia mendadak bingung sambil menatap 'shock' pada mini bus yang semakin lama semakin mendekat.
'Oh God, kaki gue, aduh kok gak bisa gerak sih.' batin Shilla meringis. Tak tau harus berbuat apa, secara refleks Shilla malah memejamkan kedua matanya tanpa beranjak dari tempat itu.
Dan....
====
Finishhhh…
How do you think..?? Mengecewakan..?? sorry, if this part was still disappointing..padahal gue nya udah beusaha untuk memberikan yang lebih baik dari part sebelumnya loh-_- tapi apa mau dikata..??
Okelah, sebenarnya gue ada niatan pengen ngerubah cara penulisan gue tapi..kayaknya gak jadi deh, takutnya ntar terkesan garing karena cara penulisan awal dicerbung ini kan gak kayak yang diniatin (?)
Well, mungkin pada gak ngerti yah-_- so forget it aja kali yah..
Butuh koment nih, saran juga boleh…
0 komentar:
Posting Komentar