Sekali ini saja....
Tap...tap...derap langkah kakiku yang berpacu cepat terhenti
seketika saat sebuah teguran halus menyapa telingaku. Yang tanpa harus melihat
wajahnya -sang pemilik suara- pun,
aku sudah dapat memastikan bahwa suara itu milik Sivia, sahabatku.
"Eh, Via.."
sapaku tertawa garing. Tanpa sadar, tangan kiriku yang sedang bertengger
dilengan kursi, meremas-remas lengan kursi tersebut dengan kuat.
"Udah lama? Atau
baru nyampe?" sambungku bertanya, dengan nada bicara sesantai mungkin.
Tampaknya, usahaku untuk bersikap biasa-biasa saja menjadi sia-sia, saat ku
dapati tatapan menyelidik dari kedua mata sipit milik Sivia.
"Elo mau pergi?
Kemana? Kok kayaknya buru-buru banget?" cecarnya tanpa jeda.
Aku mendengus, benar-benar percuma. "Hahh?! Kok lo nanya gitu?"
Langkah demi langkah, Sivia berjalan maju ke arahku. "Pakaian lo rapi banget neng... Lagian,
masa' iya, elo mau pake-pake tas kayak gitu dirumah." ujarnya, sambil
menunjuk-nunjuk mini bag berwarna kalem yang tersampir dipundakku.
Baiklah. Mungkin memang sebaiknya aku membocorkan rencanaku
sore ini pada Sivia. Ku harap, gadis cantik didepanku ini takkan menghalangi
niat 'penting' ku, setelah ku
beberkan semuanya.
"Gue..gue emang
mau pergi," aku berucap gugup, tangan kananku menggaruk-garuk keningku
yang mendadak gatal. "Nemuin...Rio."
sambungku agak pelan. Dalam hati aku berdoa, semoga Sivia takkan memberikan
respon yang 'tak' ku harapkan.
"Apaaaa?!"
Dan sepertinya doa ku tak terkabul. Reaksi awal saat ia
terkejut saja sudah seperti itu, apalagi nanti. Aku yakin, ia akan melarang
keras niatku ini.
"Jangan gila
dong, Fy! Ngapain coba, elo nemuin tu makhluk satu? Wasting time aja tau
nggak."
Dan bla..bla..bla... Sivia mulai mengeluarkan
umpatan-umpatan tak sukanya pada Rio. Dan aku hanya bisa mendengus pasrah.
"Lagian, udah 3
tahun nggak ketemu, lo masih cinta aja sama dia. Lo masih ngarepin dia?!"
Bruk..aku menghempaskan tubuh mungilku pada sofa panjang
terdekat. Kemudian memandang jengah ke arah Sivia. Aku tidak mungkin masih
mengharapkan Rio, karena aku tau pasti, mengharapkan Rio sama saja seperti
mengharapkan pelangi di malam hari. Percuma. Karena sudah keputusan mutlak,
kalau kami takkan pernah bisa bersatu.
Aku mempunyai alasan lain mengapa aku ingin menemui pria
tersebut. Melepas rindu... Itu adalah salah satu dari beberapa alasan yang ku
miliki.
"Please deh, Vi..
Gue nggak sebodoh itu kali, ngarepin yang jelas-jelas nggak pantes untuk
diharepin."
Memang benar, kan? Aku tak pantas mengharapkannya. Karena
memang sudah takdir dari-Nya kalau aku dan dia tak kan bisa bersatu.
"Trus... Ngapain
lo mau ketemu dia?"
"Cuman pengen
ketemu, dan ngelurusin beberapa hal yang masih 'gantung' di antara kita."
Sivia memutar kedua bola matanya, entahlah..kesal mungkin.
"Apalagi yang
masih gantung, Ify... Semua udah jelas, elo sama dia itu end!" ucapnya
tegas.
Aku melengos sebal. Sivia benar-benar keras kepala, dan
cerewet.
"Sivia...banyak
hal yang masih belum selesai diantara gue dan Rio. Dan sampe pada akhirnya gue
bener-bener bisa ngelupain Rio, gue mau apa yang gue anggap belum selese itu
bener-bener se-le-sai!"
Sepertinya, Sivia mulai melunak. Ia mengangkat kedua bahunya
dengan -agak- ragu. "Fine, gue serahin semua sama lo. Tapi
gue harap, ini pertemuan 'spesial'
yang terakhir antara elo sama dia."
Aku mengangguk semangat sambil mengacungkan kedua ibu jariku
"sipppp! Thanks, Vi!" seruku,
dengan kedua tangan yang sudah melingkar ditubuh Sivia, erat.
"Terus, elo sama
dia janjian dimana?" tanya Sivia, setelah aku melepaskan pelukanku.
"Nggak tau."
jawabku jujur. Karena sebenarnya, aku belum mengadakan janji pada pria
tersebut.
"Kok gitu?"
"Gue bingung,
gimana ngajakin ketemuannya." ucapku jujur, terdengar polos mungkin.
Sivia menepuk jidatnya keras, "ya ampun...Ify, elo sms kek, bbm-in kek, telpon kek. Miskin ide
banget sih."
"Nggak pake
ngatain juga kali, Vi." cibirku, Sivia terkekeh kecil.
"Tapi..emang dia
mau ketemuan sama lo?"
Aku tersenyum misterius. Meski tidak pasti -karena bukan mendengar dari mulut Rio
langsung-, entah mengapa aku merasa yakin kalau separuh hatinya masih
milikku, hingga detik ini. So, aku pikir dia tidak akan menolak jika aku
meminta untuk bertemu dengannya saat ini.
Tanpa menjawab pertanyaan Sivia, aku segera mengetikan
sebuah pesan singkat untuk Rio. Diiringi dengan sebait doa, berharap Tuhan
mengabulkan keinginanku untuk menemui pria tersebut.
•• •• ••
Aku cuma ingin bertemu..
Aku cuma ingin pegang tanganmu..
Walau aku tahu rasa..
Cinta ini tak mungkin jadi satu..
"Yo...!"
Aku menyapa dengan sedikit kikuk saat menemukan sesosok
pemuda yang sedang dalam posisi memunggungiku.
Dia menoleh dan sedikit memberikan senyumnya untuk ku.
Senyum yang terlihat..emm canggung.
"Emm..hai,
Fy.."
Aku tersenyum kecil, tanpa bisa ku tahan, tangan kananku
telah terulur di depannya.
"Emm..apa kabar,
Yo?"
Dia menyambut uluran tanganku. Sentuhannya tak berubah,
masih hangat seperti dulu. Membuat keinginanku -yang semula hanya sekedar menjabat tangannya- untuk memeluknya
semakin bertambah besar. Yah..aku merindukannya. Sangat merindukannya!
"Baik, Fy." dia
tersenyum. Senyum yang lebih manis dari yang pertama. "Duduk, Fy.."
Dia menunjuk sebuah kursi kosong di depannya. Aku berjalan
memutarinya, menuju kursi yang ia maksud.
Hening...
Mendadak aku merasa kehabisan kata-kata yang telah ku
rangkai panjang lebar sejak di rumah tadi. Ohh Tuhan...apa yang harus aku
lakukan?
"Maaf.."
Aku mengangkat wajahku, saat mendengar ia berujar lirih.
"Buat?"
"Semua kesalahan
yang udah gue perbuat, semua sakit hati yang pernah lo rasain, semua--"
Aku menyentuh tangannya sambil tersenyum manis, sehingga
membuat ia menghentikan kalimatnya. "Masa
lalu, Yo. Tujuan aku ke sini...emm.."
"Kenapa?"
Ia bertanya dengan nada bicara yang teramat halus. Membuat
dadaku berdesir. Nada bicara yang teramat aku rindukan itu akhirnya ku dengar
kembali.
Aku menggigit kecil bibir bawahku, "emmm..masih banyak hal gantung di antara kita, Yo." aku
bernafas sebentar. "Ya..meskipun aku
tau, apa yang udah terjadi sama kita selama ini, udah cukup buat ngejelasin
kalau hubungan kita udah...berakhir." ucapku dengan sedikit berat.
Berat? Jelas! Apalagi jika aku mengingat hari-hari yang
pernah aku lalui ketika bersamanya. Tak pernah aku di buat menangis olehnya.
Dia selalu membuat ku tersenyum, tertawa, dan merasa bahwa aku lah satu-satu
nya wanita yang paling bahagia.
"Maaf.."
Aku menggeleng. Terlalu sering aku mendengar kata maaf
terlontar dari bibirnya. Jika dulu aku selalu menghindar, selalu mengabaikan.
Maka untuk kali ini aku akan mengungkapkan..
"Aku udah maafin
kamu, Yo.."
Hening..kami kembali terkurung dalam kecanggungan untuk
kedua kalinya. Konyol sekali..
"Kamu..masih
sama--"
"Masih!"
Belum selesai aku mengucapkan kalimatku, ia telah
memotongnya. Dengan tegas pula! Tapi entah mengapa, aku merasa emm..janggal
dengan pernyataannya. Tegas tidak selalu
berarti iya, kan? Menurutku sih seperti itu..
Aku tersenyum paksa, "hemm..kamu
bahagia sama dia?"
"Ba..bahagia,
dia..dia baik.."
Tatap mataku sekarang, sayang..
Dan kau tak bisa berdusta, kepadaku..
Masih jelas hati itu..
Aku sayang kamu..
"Aku masih sayang
sama kamu, Yo!" ucapku tegas, tapi pelan. Terdengar lirih mungkin,
tapi aku jujur.
Dia mengangkat wajahnya, dan menampakkan raut keterkejutan
yang terpeta disana.
"Gu..gue--"
"Kamu bisa
bohongin aku, Yo. Tapi kamu nggak mungkin bisa ngebohongin hati, kamu.."
ujarku menyela keragu-raguannya.
Aku tahu, dia akan berkata apa. Tapi aku juga yakin, apa
yang ingin ia lontarkan dari bibirnya tak seirama dengan hati kecilnya.
"Gue..emang nggak
mau munafik, Fy. Gue masih sayang sama, lo.."
Bahagia? Tentu saja! Aku merasa sangat berbunga-bunga saat
ini. Tapi aku sadar, bukan saatnya untuk tersanjung seperti ini.
"Tapi..kita
juga--"
Aku tertawa pelan.
"Kamu nggak usah berpikir, kalau aku mau kita ngejalanin hubungan kita
kayak dulu lagi. Aku cuma mau jujur sama kamu, aku cuma mau ngumgkapin perasaan
aku yang bahkan nggak pernah berubah meskipun kita udah lost contact tiga
tahun.."
"Maaf.."
"Rio..ini adalah
ketiga kalinya kamu bilang maaf, padahal kita belum sampe setengah jam duduk
disini." sahutku sambil sedikit melirik ke arah arloji stainless steel
yang aku gunakan di tangan kananku.
Dia menggaruk-garuk tengkuknya. Lucu sekali! Itu adalah
ekspresi yang paling ku ingat dari dirinya, saat ia kebingungan.
"Habis..gue
ngerasa bersalah banget sama lo.."
"Yahhh.. Kamu
benar. Kesalahan kamu emang udah banyak banget sama aku, aku aja sampe nggak
bisa ngitung." ujarku jujur.
"Mau ikut
gue?" tanya nya mengajak, tangan kanannya terulur menanti sambutan
tanganku.
Aku mengangguk, dan meraih tangannya. Membiarkan pemuda di
masa lalu ku ini, membawaku ke tempat yang aku sendiri pun tak tau, dimana...
Sekali ini saja ku buat kau bahagia..
Dan aku akan pergi tuk merelakanmu..
Aku membiarkan dia menggenggam lembut jemariku. Seperti
dulu. Sebelum semua yang tak aku duga merenggut segalanya, kebahagiaanku yang
selalu tercipta semenjak bersamanya.
Dalam diam kami menyusuri bibir pantai berpasir putih tanpa
alas kaki. Genggaman kami tak mengendur, tetap sama. Erat, dan kuat.
"Makasih karena
elo udah mau nemuin gue hari ini.."
Aku menatapnya dengan alis terangkat. Kenapa dia yang
berterima kasih? Bukan kah dia yang menerima ajakan ku? Itu artinya, aku yang
harus berterima kasih, kan?
"Hahh?!
Maksudnya?"
Dia menghentikan langkahnya. Kemudian semakin mempererat
genggamannya pada jemariku.
"Gue kangen
banget sama lo, dan gue nggak nyangka, bener-bener seneng banget waktu dapet
sms dari lo.."
Aku mengangguk paham, "ohhh..aku
cuman ngelakuin apa yang disuruh sama hati aku." ujarku sembari
menarik kelima jariku yang masih terbungkus dalam jemari hangatnya. Aku kembali
melangkah, mendahuluinya yang masih terpaku disana.
Dia berlari mengejarku, kemudian mensejajarkan langkah
kakinya dengan ku.
Hupp..
Aku merasakannya lagi. Dekapan hangat yang tak pernah ku
dapatkan dari pria asing lainnya. Karena memang hanya dia lah, satu-satunya
pria asing yang pernah memeluk ku hanya dia, hanya...Mario!
"Izinin gue buat
meluk lo, Fy. Sekali ini aja.."
Aku tak menjawab. Hanya berdiam, bertahan pada posisiku
tanpa sedikit pun menyingkirkan balutan kedua tangannya di tubuhku.
'Yah, memang hanya untuk sekali ini. Karena nggak akan ada lagi
sekali-sekali yang berikutnya..' bathinku.
Sekali ini saja kau ada untukku..
Dan aku akan kehilangan kamu
Untuk selamanya..
Aku ingin engkau s'lalu
Hadir dan temani aku
Di setiap langkah, yang meyakiniku
Kau tercipta untukku
Dia menyenandungkan lagu tersebut dengan lembut. Tanpa
petikan gitar, disertai kepergiaan indahnya matahari terbenam yang secara
perlahan mulai kembali ke peraduan.
Tanpa sadar, kepalaku telah luruh di bahunya. Bersandar
dengan nyaman dengan mata terpejam. Bukan tidur! Hanya saja, aku sedang
menikmati menit-menit terakhir kebersamaanku dengannya. Kebersamaan yang
mungkin takkan terulang lagi di waktu-waktu berikutnya.
"Apa kita bisa
mengulang yang pernah terjadi di antara kita dulu, Fy?" tanya nya.
Aku membuka kedua kelopak mataku secara refleks. Tanpa
mengubah posisiku, aku kembali memejamkan kedua mataku. Berusaha menikmati
sentuhan tangannya yang mulai bergerak membelai lembut rambut panjangku. Dengan
tangan kiri yang merangkulku, dan tangan kanan yang membelai rambutku, aku
dapat merasakan detak jantungku yang kian berpacu cepat.
"Nggak akan bisa,
Yo.."
"Kenapa?"
"Mestinya, kamu
nggak perlu tanya kenapa, Yo. Karena kamu udah tau jawaban nya.."
Dia mendesah. Aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang
hangat menerpa kulit wajahku.
"Fy, itu
artinya..hubungan kita udah benar-benar berakhir?"
Aku terkekeh pelan, "
bukannya dari dulu? Cuman belum resmi aja. Sekarang..kamu udah sah milik..dia
seutuhnya."
Aku merasa sulit menelan ludahku sendiri saat itu. Karena
jelas, pernyataanku barusan telah menegaskan. Bahwa Ify, Rio..end!
"Nggak..nggak
seutuhnya, Fy.."
"Lalu?"
"Mungkin raga gue
emang bersama dia, tapi hati gue...sampe detik ini tetap memilih elo sebagai
penghuninya.."
"Ini cuman
masalah waktu, Yo."
Ahh..kenapa tiba-tiba, aku merasa setetes cairan hangat
mengalir di pipi ku? Aku menangis?
"Cinta ada karena
terbiasa. Ntar kalau kamu kebiasaan sama dia juga...kamu bisa cinta kok, sama
dia.."
Kini sentuhan lembut itu lenyap. Berganti dengan rengkuhan
erat kedua tangannya, yang membawaku pada pelukan hangatnya. Aku menumpahkan
segalanya disana. Tangisan yang hanya disertai air mata, tanpa isakan.
Hening..lagi-lagi kebisuan menyelimuti keadaan kami. Hingga akhirnya, dia mulai
mendesah lirih..
"Aku untuk
kamu..kamu untuk aku.."
Dia mulai bersenandung tanpa melepaskan pelukannya di
tubuhku. Dan entah mengapa, aku justru ikut bernyanyi bersamanya.
"Namun semua apa
mungkin? Iman kita yang berbeda.."
------
Hadohhhhh...*nutup muka pake tangan
Beneran deh, akhir-akhir ini tuh saya lagi galau! Galau to
the max! Sebelum cerpen angkuh, gue ngepost cerpen yang judulnya apaan deh?
Lupa-__- *ehh
Yang gue inget, ini cerpen yang entah untuk keberapa kalinya
gue bikin dengan tema 'peri cintaku'
Kenapaa? Kenapaa? Kenapaa???!!! Karena gue adalah korban
peri cintaku!
Okayokayy..forget it.
Selain karena gue KPC (re. Korban Peri Cintaku) juga karena
gue lagi galau. Sama siapa? Sama Andrean! *frontal-__-
Andrean yang kata anak-anak mirip Cakka lah, Rio lah,
padahal menurut gue dia lebih mirip Alvin! Suer! Nggak percaya? Lets check
@lilshake18 kalau udah liat, jangan pada naksir....
Gue bingunggg..gue kangen lohh, udah 3 harian deh nggak
mentionan ama dia (˘̩̩̩.˘̩ƪ)
Terakhir mention tuh tanggal 25 dan cuman di RETWEET sama
diaaa! Errrrr...
Sebelumnya, tau Andrean nggak, sih? Dia itu anak basket,
temen satu timnya Nico di Senayan. Tau Nico, kan? Masa nggak tau? Dia anak AAB
yang nampilin freestyle sebagai aksinya-___-
Etapii, bukan berarti kalau dia temennya Nico dia seumuran
ama Nico yang kelas dua SMP yahh-__- dia lebih tua dari Nico..Well, pokoknya
tuh, terakhir si Nico pernah nimbrung di 'acara' mention-mentionannya gue ama
Andrean. Ngecie-ciein gitu. Kayaknya sih dia risih, terus jaga jarak sama gue
huhuuuu
Beneran kangen ama mention-mentionnya dia :'(
Aduhh jadi curcol-__-
Anyway..thankso for readers, likers and komentator, luph yu
muach muachhh :* :*
Ehh promosi dehh, buat yang belum baca "Love In The
Difference" lets check my blog yah..hihii
Pengen ngepost di fb takut ditimpukin pembaca soalnya
gan?tung dan peri cintaku, juga..ahahaha
Follow :
•
Http://niastevania.blogspot.com/
• @NiaStvnia
Akhir kata..
Seeyaa..
Nia 'nistev' Stevania...
0 komentar:
Posting Komentar