-- Kalau Rio Jatuh Cinta --
Mario Stevano. Sepanjang perjalanan hidupnya, dia selalu menjadi objek yang diidolakan, bukan mengidolakan. Tapi semenjak kedatangan seorang gadis cantik berbehel beberapa hari yang lalu dikelasnya, semua menjadi berubah. Rasa ingin tahu terhadap gadis yang menurut sudut pandang Rio -sapaan akrab Mario- bisa dikategorikan dalam 'diam-diam menghanyutkan', teramat besar. Ia bahkan sampai rela membuang predikat 'cuek' dan 'misterius' hanya karena satu nama. Gadis itu tentunya.
"Bro," sebuah tepukan keras diiringi sapaan yang cukup akrab ditelinganya membuat Rio mendengus sebal. Bayangkan saja, aksi sahabatnya yang satu itu sudah berhasil membuat Rio kehilangan pemandangan indah yang tak bosan-bosannya ia pandangi sejak 15 menit yang lalu.
"Ngapain sih lo?" tanya Cakka, seseorang yang baru saja menepuk pundaknya "dia lagi?" Cakka mengarahkan kedua indra penglihatannya ke satu titik, objek 'wisata' bagi Rio "deketin sana, jangan diem aja lo disini. Kapan majunya coba."
Rio mendengus sebal. Deketin? Hehhh, kalau ngomong mah enak, praktekinnya gan, susah.
Rio mengomel dalam hati.
"Udahlah, gak usah ngurusin gue, urusin sono nyonya Agni lo itu," sahut Rio setengah meledek.
Satu sama lah, Rio dibikin kesal oleh Cakka karena kelambanannya melakukan aksi PDKT pada gadis itu. Sedangkan Cakka, dibuat dongkol oleh Rio karena ketakutannya untuk meluluhkan hati Agni, seorang gadis tomboy yang mampu mencuri hati Cakka, master of playboy, upss.
Tuingg..sebuah toyoran penuh hasrat mendarat disudut kepala Rio "gak usah bawa-bawa Agni deh." sungut Cakka kesal. Dengan menahan tawa, Rio menegakkan tubuhnya dan melangkah meninggalkan Cakka yang tengah bersungut-sungut kesal. Toh, gadis itu sudah menyelesaikan aktifitasnya, bermain basket.
"Yo..Yo! Mau kemana lo? Tungguin gue, woy!" seru Cakka sambil berjalan menyusul Rio.
***
"Dia lagi deket sama anak kelas sebelah, bro"
Kata-kata Cakka beberapa hari yang lalu terngiang dibenak Rio. Anak kelas sebelah, yang kata Cakka ganteng, tinggi, putih plus ramah itu bisa dibilang saingan terberat Rio. Karena, menurut desas desus yang beredar, pria tersebut memang selalu berusaha mengungguli Rio sejak dulu. Lah, terus apa hubungannya dengan gadis itu? Ya ada lah pastinya, secara Rio suka sama dia, dan bukan rahasia lagi kalau Rio pernah secara terang-terangan menunjukkan 'simpati' nya terhadap gadis manis tersebut.
»»
Seorang gadis manis berdagu tirus tengah berdiri dilapangan tengah sekolah, bersama sekelompok teman-teman perempuannya. Panasnya matahari pagi ini membuat kedua matanya sedikit menyipit, silau man. Sialnya, hari ini ia melupakan sebuah benda penting yang wajib ada disaat upacara bendera seperti ini. Topi. Karena terlalu terburu-buru, gadis tersebut melewatkan topi abu-abu yang sudah bertengger manis di atas meja belajarnya.
"Elo gak bawa topi, Fy?" tanya Agni, gadis tomboy yang berdiri disamping kanannya.
Ify -gadis tersebut- meringis kecil diiringi gerakan kepalanya yang menggeleng pelan "lupa." lirihnya pelan.
Sejenak kemudian ia merasakan sesuatu menutupi kepalanya. Oh bukan, tapi sesuatu sudah terpasang dikepalanya. Ia melihat ekspresi terkejut teman-temannya. Ada yang menutup mulut dengan kedua tangan, ada yang menganga lebar, ada juga yang menggerak-gerakkan kedua tangannya dengan agak aneh menurut Ify. Didorong rasa penasaran, gadis itu memutar tubuhnya ke belakang. Sedikit terkesiap saat melihat sepasang mata elang yang menatap lembut kedua matanya. Kedua bibir sang mata elang melengkung indah membentuk sebuah senyuman manis yang sukses membuat nafas para gadis disekitar Ify terengah-engah.
"E..elo, ngapain?" tanya Ify polos "eh kok, i..ini topi lo?" sambungnya seraya melepaskan topi abu-abu yang sempat bertengger dipuncak kepalanya.
Rio, seseorang yang memasangkan topi tersebut kembali tersenyum manis. Dan untuk kesekian kalinya, gadis-gadis disekitar Ify berseru histeris, namun nyaris tanpa suara. Gawat aja kalau mereka sampai berteriak-teriak heboh saat upacara akan dilangsungkan kurang dari 5 menit lagi, bisa-bisa sebuah hukuman massal akan mereka terima. Belum lagi posisi Bu Winda yang berdiri anggun dibelakang mereka. Celaka 12 namanya.
"Iya, ini topi gue." jawab Rio, tangannya bergerak mengambil topi miliknya yang berada ditangan Ify. Kemudian, ia kembali memasangkan topi tersebut, ke kepala gadis manis yang tanpa sepengetahuan siapa pun -kecuali Cakka, mungkin- mampu membuat degup jantungnya bereaksi lebih hebat dari biasanya.
"Pake, hari ini panas banget." tambah Rio setelah memasangkan topi tersebut.
"Tapi entar lo di-"
Rio mengibaskan tangan kanannya didepan wajah Ify "udah nggak papa, gue mah gampang. Udah ya, gue balik ke barisan gue dulu." pamitnya meninggalkan Ify yang masih nampak shock dengan tingkah Rio pagi ini.
Sepeninggal Rio, koor 'cie-cie' segera menyambut Ify yang berbalik dengan kedua rona merah menghiasi kedua pipinya. Pangeran yang sejak lama hanya dipandanginya secara diam-diam, nyaris tak terbaca oleh siapapun, baru saja melakukan tindakan yang menurut Ify -ekhem- cukup romantis.
Rio sendiri meninggalkan gerombolan anak gadis yang sebelumnya bergosip ria -setidaknya itu menurut pandangan Rio- itu, dengan senyuman penuh kelegaan tersungging dibibirnya.
««
"Arghhhh!"
Rio mengerang pelan sambil mengacak-acak rambutnya, frustasi. Yang benar saja, dia harus bersaing dengan Alvin Jonathan. Bukannya takut sih, tapi...dia kan gak kenal sama Alvin. Terus hubungannya?
Rio menjadi pusing sendiri, sepertinya dia memang harus lebih gencar melakukan aksi PDKT nya kepada Ify.
***
Tawa riang yang begitu khas menyapa lembut indra pendengaran Rio. Yang tanpa dipastikan pun, pria tersebut sudah bisa menebak siapa pemilik tawa tersebut. Sebuah ide melintas dipikirannya, dengan langkah pasti ia meneruskan gerak kakinya berjalan mendekati Ify.
Woupsss, satu pemandangan yang teramat manis sudah didapatinya saat ini. Ify nyuapin Alvin. Alvin nyuapin Ify. Atau dua-duanya main suap-suapan? Yang dia tau, sekarang tangan kanan Alvin mencengkram lembut pergelangan tangan Ify yang sepertinya ingin menyuapkan sepotong sandwich kedalam mulut pria berwajah oriental dihadapannya.
"Panas..panas..panas, badan i-"
Senandung Cakka -yang baru saja memposisikan diri disebelah Rio- terhenti karena delikan tajam dari sahabatnya yang roman-romannya sih lagi emosi. Glekk, sedikit menelan ludah Cakka menatap Rio hati-hati.
"Elo kalau mau ngajak gue ribut kelapangan aja sekalian." ucap Rio ketus, kemudian berlalu meninggalkan Cakka yang menatapnya heran, lengkap dengan aksi geleng-geleng kepala. Sebenarnya senandung Cakka tadi tercetus begitu saja, tanpa sedikitpun niat ingin menggoda Rio.
Merasa perlu tahu akan penyebab marahnya pria manis tersebut dipagi-pagi buta seperti ini, Cakka lantas mengedarkan pandangannya ke segala arah. Kemudian mengangguk kecil saat kedua manik matanya menemukan penyebab meledaknya gunung merapi dihati Rio, upss.
.....
"Nih, buka mulut lo!" suruh Ify sembari menyodorkan sepotong sandwich berukuran sedang ke mulut Alvin. Pria yang masih sedikit kesulitan dengan dasi sekolahnya ini menurut, membuka mulutnya perlahan dan membiarkan sepotong sandwich isi masuk kedalam mulutnya.
"Elo kenapa deh, Fy? Hari ini aneh banget perasaan. Habis menang lotre ya?" tanya Alvin menyelidik. Tentu saja hanya bergurau, masa' iya Ify main lotre? Kan gak mungkin.
Ify mendengus pelan, tapi ceria. Diraihnya kembali potongan sandwich didalam kotak bekalnya. Kemudian..happ, potongan sandwich tersebut melesak masuk kedalam mulut Alvin. Eum, ralat..ternyata tangan kanan Alvin lebih dulu menangkap pergelangan tangan Ify.
Ditatapnya gadis manis dihadapannya ini, tampang sumringah dengan senyum salah tingkah terpampang jelas diwajah Ify saat itu.
"Elo kenapa sih, Fy? Beneran deh gue bingung." tanya Alvin lagi, masih dengan posisi menahan tangan Ify "apa ini ada hubungannya sama-"
"Aaaa...Alvin, jangan ember lo. Gue emang lagi seneng," potong Ify, tangannya bergerak cepat menutup bibir tipis Alvin yang siap menyebutkan nama pria yang mencuri hatinya "gara-gara dia." sambung Ify. Kali ini ia menutup wajah tersipunya dengan kotak bekal pink dipangkuannya.
Alvin terkekeh pelan, tangan kanannya bergerak refleks mengacak-acak puncak kepala gadis dihadapannya itu.
Untuk sebagian orang mungkin ini termasuk asing. Eh nggak juga sih, lebih tepatnya akan menimbulkan suatu prasangka kalau diantara keduanya pasti ada 'something'. Ya, meskipun kenyataannya memang demikian. Hanya saja, keadaan yang sesungguhnya bukanlah "Alvin pacarnya Ify atau sebaliknya", melainkan "Alvin saudaranya Ify". Lebih tepatnya saudara tiri. Keduanya dipersatukan dalam suatu keluarga saat mereka sama-sama berumur 4 tahun. Hal itulah yang menyebabkan Alvin dan Ify teramat dekat. Berhubung Ify -masih- termasuk siswa baru disekolah ini, jadi wajarkan kalau tidak ada yang mengetahui statusnya sebagai saudara tiri dari Alvin Jonathan.
"Iya deh yang lagi falling in love," goda Alvin. Telunjuknya bergerak menunjuk kearah mulutnya yang terbuka lebar, mengisyaratkan Ify agar kembali memasukkan potongan sandwich berikutnya kedalam mulutnya.
"Tapi..dia suka sama gue juga nggak yah?" tanya Ify. Ia mendesah panjang. Pria se famous Rio, apa mungkin masih sempat 'meliriknya'?
Alvin menepuk lembut pundak Ify "kalau pendapat gue sebagai cowok nih, he has the same feeling with you, bibeh." bisik Alvin pelan. Membuat rona kemerahan menyembul dibalik pipi tirus Ify.
"Wetsss, mulai deh merah jambunya keluar." goda Alvin. Tanpa ampun, Ify melayangkan kotak bekal miliknya ke bahu Alvin, menghujani pria tampan itu dengan pukulan-pukulan sadis darinya.
***
Buka. Tutup. Buka. Tutup. Hal itu dilakukan Rio berulang-ulang, sedaritadi kedua bola matanya menatap niat gak niat kearah buku paket besar berjudulkan 'Matematika' dihadapannya itu. Okay, ini sudah terlalu mengganggu. Dan sepertinya, berusaha untuk tetap fokus pada rumus-rumus cantik yang tertulis dibuku itu hanya akan menjadi hal yang percuma.
"Hufttt..gak tenang gue." desahnya. Ia menutup kasar buku paket itu, kemudian meletakkannya secara asal.
Ucapan Cakka beberapa menit yang lalu terngiang-ngiang ditelinganya. Apalagi kalau bukan dorongan seorang sahabat agar sahabatnya bergerak lebih ekstrim supaya bisa mendapatkan yang ia mau.
Rio melirik jam dinding bergambar Inuyasha dikamarnya. Masih tersisa 45 menit lagi dari jam 8 malam yang akan segera berdentang, dipakai buat cari angin lumayan juga.
Setelah merapikan buku-buku yang nampak berantakan, Rio segera menyambar kunci motornya dan bergegas turun ke bawah. Sepertinya jalan-jalan malam akan lebih menenangkan perasaanya untuk sementara waktu.
.....
Ify menggigiti ujung kukunya dengan gelisah. Sepertinya pasukan air langit akan segera menyerbu bumi, dan sekarang gadis itu masih terdiam sendiri disalah satu halte bis yang jaraknya -sebenarnya- tidak terlalu jauh dari kediamannya. Oh God, Ify jadi gelisah sendiri. Bagaimana kalau hujan segera datang sebelum kendaraan -yang entah apa saja- yang mengantarkannya kembali, tiba?
Bisa-bisa gadis ini harus terjebak ditengah hujan, sendirian, malam pula.
"Ya ampun! Gue gimana nih? Mana mau ujan, Alvin gak bisa jemput. Hufttt."
Ify mendesah khawatir, kepalanya menengadah menatap langit tanpa bintang ya menciptakan satu kesimpulan "bakalan turun hujan" pikir Ify.
Ia menghentak-hentakkan kakinya yang dilapisi flat shoes cream dengan gelisah. Berkali-kali ia mendial sebuah nomer yang bahkan sudah ia ingat diluar kepala. Tapi jawabannya tetap sama, mailbox.
"Argghhh..Alvin, elo dimana sih?" tanya nya kesal. Dan brukk..ia kembali menghempaskan tubuhnya pada kursi panjang dihalte tersebut
.....
Tes..tess..tesss
Satu persatu bulir air langit menyentuh permukaan kulitnya. Setengah merutuk Rio mempercepat langkah kakinya menuju tempat berteduh terdekat disekitarnya.
Malam ini sepertinya kesialan memang sedang mengakrabkan diri dengan pemuda jangkung tersebut. Bayangkan saja dari motor yang mendadak mogok sehingga mau tidak mau ia harus menginapkan kendaraan tersayangnya itu dibengkel langganannya. Kemudian dilanjutkan dengan teman sejatinya -handphone- yang tertinggal dirumah, hal itu mempersulit Rio saat pemuda itu ingin menghubungi Cakka. Dan finally hujan, belum sampai rumah yah minimal wartel atau telpon umum terdekatlah, pasukan langit sudah memburunya.
"Ckckkk..sial banget gue malem ini." Rio berdecak kesal. Satu lagi kesialannya. Jaketnya tertinggal di bengkel. Jadilah tubuhnya harus ikhlas lahir bathin terkena guyuran hujan yang tidak bisa dibilang biasa itu.
Brukk..Rio menghempaskan tubuhnya secara asal dikursi panjang yang baru saja tertangkap matanya. Tanpa memperhatikan seseorang yang terlonjak kaget disebelahnya, Rio tetap bersikap acuh mengibas-ngibaskan rambut basahnya.
"Ehh, aduhh."
Mendengar suara mengaduh itu, Rio refleks memperhatikan seseorang yang berjarak cukup dekat dengannya. Seorang gadis dengan mata setengah tertutup itu masih terdiam sambil memegangi matanya.
"Mata lo kenapa?" tanya Rio polos. Dia memang tidak sadar kalau kibasan rambut basahnya tadi mengakibatkan air-air dari rambut itu bergerak tanpa arah dan masuk secara kasar kedalam mata gadis tersebut.
Masih tetap memegangi matanya, gadis itu berkata "gara-gara lo tau, air dari rambut lo tuh masuk ke mata gue." ucapnya kesal.
Dengan sedikit takut-takut, Rio menyentuh wajah gadis itu. Niatnya tulus, hanya ingin membantu meniup mata gadis tersebut. Tapi siapa yang tahu kalau ternyata yang terjadi justru bukan itu.
Rio terdiam tanpa kata saat menatap wajah pemilik suara mengaduh tadi. Dengan sekuat tenaga, Rio berusaha menahan nafasnya yang kian memburu. Seperti enggan bergerak, kedua tangan Rio masih membingkai wajah manis gadis tersebut, Ify.
"I..Ify." ucapnya lirih.
"E..emm iya, ini gue," sahut Ify tergagap "eumm, bisa..lo turunin ta..tangan lo." pinta Ify setengah meringis.
Sadar kedua tangannya masih diam ditempat, Rio segera menariknya kebelakang, menggaruk-garuk tengkuknya yang sungguh sama sekali tidak gatal.
"Ss..sorry, Fy."
Ify masih terlihat kikuk "nggak papa kok, eumm Yo."
"Lo kayak baru kenal gue aja deh, Fy. Nyebut nama gue kikuk gitu." seloroh Rio yang mulai bisa mengatur debaran didadanya.
Ify tersenyum, manis sekali "ehehe, udah lama sih tapi..kan kita emang gak pernah ngobrol." sahut Ify, apa adanya. Memang benarkan, walaupun mereka sekelas tapi mereka nyaris tak pernah berkomunikasi -kecuali saat insiden dilapangan senin lalu-. Ya meskipun gosip-gosip kalau Rio suka Ify atau Ify naksir Rio sudah menyebar bukan hanya dikalangan teman-teman sekelasnya. Tapi juga kakak dan adik kelas mereka. Beberapa guru malah sudah berpendapat kalau mereka memang cocok.
"Iya yah. Kita sekelas tapi kayak nggak kenal gitu." tambah Rio sambil tersenyum, Ify diam-diam menghembuskan nafasnya. Gilaaaa..senyumnya itu loh, awesome banget! Kira-kira begitulah pemikiran Ify saat ini.
"Kayaknya, kalau kita kenalan sekarang asik juga," ujar Rio, Ify memandangnya dengan alis terangkat "biar lebih afdhol, Fy." tambahnya yang dijawab dengan anggukan mengerti oleh Ify "kenalin, gue Mario Stevano." ucapnya dengan tangan terulur, lengkap dengan lengkungan super manis dibibirnya.
Dengan gemetar, Ify meraih uluran tangan Rio "Alyssa, Alyssa Saufika tapi panggil aja-"
"Ify." potong Rio, Ify tak dapat menahan senyum malu-malunya.
"Nggak pulang, Fy?" tanya Rio basa-basi.
Ify menatap ke arah rinai hujan dihadapannya sekilas "pengennya sih pulang, tapi nggak ada yang jemput. Mana hujan lagi," keluh Ify "elo sendiri?" Ify balik bertanya.
"Motor gue mogok, mesti nginep dibengkel ujung jalan sana," Rio menunjuk kearah barat "eh pas mau pulang malah hujan, mana handphone gue ketinggalan. Gak bisa nelpon Cakka deh, huhhh."
Ify terkekeh pelan "kita senasib yah, mau pulang ada halangannya gini."
"Jodoh kali," celetuk Rio "upss, maksud gue.."
Ify terdiam menanti kalimat lanjutan yang mungkin akan mengalir dari mulut Rio.
"Eh, Fy. Elo gue anterin pulang mau nggak?" tawar Rio, mengalihkan pembicaraan.
"Pake apa? Jalan kaki? Ujan-ujanan gitu?" tanya Ify tanpa jeda.
Rio menggeleng, telunjuknya mengarah pada setumpuk kardus dibawah kakinya "pake itu, rumah lo gak jauh lagi kan, dari sini?"
Ify mengangguk ragu. Dengan cepat Rio meraih sebuah kardus dan membentangkannya lebar-lebar.
"Ayo, Fy!" ajak Rio yang sudah siap di bawah kardus tebal, yang ia jadikan sebagai penghalau tetesan hujan.
Ify mengangguk, kemudian ikut berpayung pada kardus tebal tersebut, tepat disebelah Rio. Rio pun membiarkan Ify berada sedikit didepannya, tubuhnya sendiri ikut merapat ke tubuh Ify dari belakang. Ify tersentak kaget saat merasakan dada bidang Rio menabrak halus punggungnya.
"Ehh.." ceplos Ify tanpa sadar.
"Sorry, Fy. Kalau nggak kayak gini, gue nya keujanan dong." ucap Rio menyeringai lebar.
Dengan ke-kikuk-kan yang semakin bertambah, Ify mengangguk pelan.
Selanjutnya kedua insan tersebut mulai melangkahkan kaki dengan cepat menerobos hujan, berpayungkan sebuah kardus tebal untuk keduanya.
Dengan perasaan yang kian tak menentu. Aliran darah yang semakin mengalir deras. Degup jantung yang tak henti-hentinya berdetak liar, keduanya berusaha tetap biasa meskipun kenyataannya hasrat itu semakin tak tertahankan.
***
Cakka bersiul gembira sambil menyusuri lorong-lorong panjang menuju kelasnya. Kemarin adalah hari yang tak terlupakan bagi pria yang mendapat julukan 'master of playboy' itu. Karena setelah sekian lama berusaha meraih sekuat tenaga, kalau kata Krispatih sih 'tertatih', untuk mendapatkan bintang hatinya, akhirnya ia berhasil. Dan hari ini, ia akan menunjukkan pada Rio bahwa ia lebih hebat dari pemuda manis tersebut.
"Rio, bro..."
Kalimat Cakka menggantung saat melihat ekspresi wajah terlangka dari seorang Rio. Senyum-senyum sendiri tanpa ada satu objek lucu pun didepannya.
Cakka kembali menatap Rio dengan teliti. Biasa saja, pria itu hanya menggerak-gerakkan penanya diatas buku tulisnya, entah apa yang ditulis. Tapi..memangnya selucu itu, gambaran yang dibuat Rio?
Dengan sedikit mengendap-endap, Cakka mendekati Rio dan mulai memperhatikan coretan apa yang dihasilkan Rio dibukunya.
-Alyssa, Mario. Mario, Alyssa-
Hanya dua nama itu yang ditulis Rio berulang-ulang. Tak lupa ukiran-ukiran hati dari yang ukurannya paling kecil, sampai yang paling besar (karena dibuat membingkai seluruh tulisan Alyssa, Mario) menghiasi dua nama yang tertulis dibuku tersebut.
"Eaaa, ketauan ya!" seru Cakka menggoda.
Rio mendelik tajam. Apa-apaan Cakka ini? Rio hampir saja terjengkal bolak -balik saking terkejutnya. Belum lagi tulisan yang ia buat sepenuh hati nyaris tercoret tanpa seni karena Cakka mengejutkannya tepat saat sang pena menari-nari diatas sang putih.
"Peace bro. Lo emosi banget, kayak cewek-cewek lagi pms tau nggak. Sensitif." ledeknya, Rio mendengus sebal dan segera menyimpan bukunya.
"Ngapin sih lo, kurang kerjaan banget." semprot Rio setengah dongkol.
"Gue punya kabar baik dong mament."
"Baik buat lo, belum tentu baik buat gue." timpal Rio.
Cakka menjentikkan jarinya "great. Gue udah jadian sama Agni dan lo," Cakka menunjuk Rio dengan telunjuknya "belum ada tanda-tanda bakal jadian sama Ify, yihaaa!" serunya girang.
Rio melongo tak percaya. Agni yang masuk dalam kategori "cewek ganas' menurut Rio, akhirnya bisa ditaklukkan juga sama Cakka, sahabatnya yang lebih dikenal sebagai master of playboy. Oh No!
"Demi apa lo, Kka?" tanya Rio histeris, ia mengguncang keras tubuh Cakka.
"Eh nyante dong bro, nyante. Engap gue." ujar Cakka berusaha melepaskan cengkraman Rio.
"Demi semua yang ada dimuka bumi ini," lanjutnya dengan nada bicara serius. Dan itu cukup menjadi pertanda kalau Cakka tidak main-main "so, kapan lo mau nembak Ify? Entar keburu diembat Alvin loh." pancing Cakka.
Rio tertawa kecil mengingat nama Alvin "Alvin, ya? Nggak mungkin tuh." balas Rio santai.
"Nggak mungkin gimana? Elo sendirikan pernah liat kedekatan mereka yang nggak bisa dibilang biasa, Yo. Udah gitu suap-suapan lagi, kalah start lo." seru Cakka menggebu-gebu.
Rio menepuk-nepuk pundak Cakka "denger ya, bro. Mereka itu saudara, lebih tepatnya saudara tiri." jelas Rio.
"Tau darimana lo?" tanya Cakka seakan meragukan penuturan Rio.
Rio berdehem sebentar, kemudian mulai menjelaskan "jadi gini.."
»»
Tetesan hujan masih mengguyuri kardus penangkal hujan yang ditahan Rio untuk melindunginya dan Ify.
Tiba-tiba sebuah pertanyaan timbul dibenaknya. Pria itu menimbang-nimbang, tanya atau nggak..pikir Rio.
"Eumm, Fy!" seru Rio setengah berteriak. Takutnya, volume suara yang dihasilkan mulutnya masih mampu diredam oleh ribuan rintik hujan yang terdengar berisik kala itu.
"Iyaa! Kenapa, Yo?" balas Ify dengan suara yang tak kalah keras.
"Alv..A-"
Ify menghentikan langkahnya, saat ia dan Rio telah berada didepan pintu gerbang rumahnya "Alvin?" tanya Ify memotong ucapan Rio, sambil membuka gerbang tinggi yang mengelilingi rumahnya.
Dengan ragu, Rio menganggukkan kepalanya "iya," ucapnya pelan "kok tau?!" sambungnya kembali dengan suara keras.
Drap..drap.. Ify berlari-lari kecil, dengan kepalanya ia mengisyaratkan Rio agar ikut berlari bersamanya.
Brak.. Rio menghempaskan kardus yang mulai melemas ditangannya begitu saja. Kemudian mengikuti Ify berlari-lari kecil menuju teras rumah milik gadis tersebut.
Ting..tong..ting..tong..
Didepan rumahnya, Ify terus menggerakkan jari telunjuknya untuk menekan tombol putih yang tertempel disudut pintu rumahnya. Memanggil penghuni rumah yang bersantai didalam.
"Jadi..Alvin itu siapa lo?" tanya Rio lagi. Rasa penasaran yang berkelebat didadanya membuat pertanyaan ulang tersebut kembali meluncur tiba-tiba.
Ify menatap Rio sekilas, kemudian kembali menekan bel rumahnya "Alvin itu.."
Cklekk..bersamaan dengan kalimat yang belum sempurna itu, pintu rumah Ify terbuka disusul dengan munculnya sesosok pria berwajah oriental yang diliputi kecemasan.
"Ify..elo darimana aja sih? Nggak tau ini udah malem? Mana hujan lagi, lo balik bareng siapa?" serbunya begitu saja. Tanpa melihat bahwa sang gadis yang dicecarnya saat itu tidak berdiri sendiri, ada pria lain yang berdiri disebelah gadis tersebut.
"Elo kebiasaan deh, Vin. Lagian ini tuh salah lo, ditelponin gak diangkat." sungut Ify kesal, Alvin menjawabnya dengan cengiran lebar.
"Eh elo kan-"
Rio yang tadinya enggan memandang Alvin segera memotong ucapan pria putih tersebut "gue Mario Stevano, temen sekelasnya Ify." jawabnya singkat dan jelas. Kali aja Alvin itu pacarnya Ify. Kemudian salah paham karena kepulangan Ify yang tidak sendiri, melainkan bersamanya.
Alvin terkekeh pelan. Ia memundurkan sedikit badannya, dan memperlebar jalan masuk kedalam rumahnya. Dengan sekali gerakan, ia mengisyaratkan Ify untuk membawa Rio masuk ke dalam rumahnya.
"Masuk yuk, Yo." ajak Ify ramah.
Rio menggeleng pelan "nggak usah, Fy. Gue langsung balik aja." tolaknya halus. Sebenarnya sih dalam hati pria ini melengos. Masuk kedalam rumah Ify dan membiarkan dirinya menjadi obat nyamuk yang harus menyaksikan kemesraan Alvin dan Ify, gitu? No thanks.
"Udah masuk aja, lagian lo basah gitu," suruh Alvin yang melangkah masuk lebih dulu "gue mandi dulu ya, Fy. Elo jangan lupa mandi juga, ntar sakit lagi." pesan Alvin sebelum menghilang ditikungan antara kamar dan dapur.
Ify berdecak kecil, malu juga. Masa' didepan Rio, Alvin masih tetap memperlakukannya seperti anak kecil?
"Udah deh, Yo. Masuk, yuk!" ajaknya setengah menyeret lengan Rio, dan membawa pria tersebut menuju ruang tamu rumahnya "tunggu disini, gue ambilin baju dulu." pesan Ify sebelum pamit.
Mata Rio melebar. Ngambil baju ganti? Nggak salah? Masa' iya nanti Rio mengenakan baju milik Ify? Yang modelnya jenis-jenis dress, gitu?
Rio menggeleng pelan, nggak mungkin kan cowok kayak dia berpenampilan seperti itu.
"Nih," Ify menyerahkan selembar baju kaos lengkap dengan jeans pendek berwarna hitam ditangannya, kepada Rio "ganti baju lo sana." suruhnya.
Rio menatap setelan santai itu dengan alis bertaut "punya lo? Pembantu lo? Atau supir lo?"
"Enak aja supir, punya gue tuh," sahut Alvin yang tiba-tiba muncul dibalik punggung Ify "Fy, gue ke kamar dulu yah," pamitnya pada Ify "dan lo, jangan macem-macem." pesan Alvin sambil menatap serius pada Rio.
Ify dan Rio sama-sama mengamati punggung Alvin yang kian menghilang dibalik pintu kamarnya. Kemudian, Rio mendesah lega.
"Pacar lo galak banget, Fy." celetuk Rio.
Ify tersentak kaget "eumm Alv..Alvin maksud lo?" tanya nya, telunjuknya mengarah pada pintu kamar Alvin yang tertutup rapat "dia bukan pacar gue." bantah Ify cepat, saat Rio menganggukkan kepalanya.
"Lah, terus?"
"Dia itu saudara tiri gue, kita udah sama-sama dari umur 4 taun, makanya gue deket banget sama dia," cerita Ify dengan tawa kecil diujungnya "ya, berhubung gue baru pindah, ya jadi orang-orang banyak yang gak tau kalau kita saudara. Maklumlah, gue kan dulunya nggak tinggal disini." Ify menjelaskan ceritanya secara mendetail. Entah mengapa, ia merasa perlu menjelaskan semua itu pada Rio. Takut salah paham, mungkin.
Rio mengangguk tenang. Dalam hati pria itu bersorak gembira, karena peluang mendapatkan gadis manis itu terbuka lebar.
"Ohhh, pantes deket banget." ceplos Rio tanpa sadar.
Ify tersenyum "ya ialah, namanya juga saudara."
Eh tapi..saudara tiri bukan berarti mereka gak bisa saling jatuh cinta, kan? Bisa jadi Alvin menaruh hati pada Ify, mengingat tatapan mata Alvin yang memang lebih perhatian pada gadis tersebut. Itu dari sudut pandang Rio.
"Eumm..tapi, elo sama dia kayak.."
"Kayak apaan, Yo?"
"Eh itu maksud gue, emang lo gak punya perasaan lain gitu sama Alvin?" tanya Rio agak susah, takut salah ngomong. Tapi justru yang ia tanyakan kali ini lebih terkesan 'mau tau' dan terlalu cepat juga "ya kan, lo berdua cuman saudara tiri jadi-"
Ify mulai paham dengan maksud ucapan Rio. Buru-buru ia menyela ucapan pria tersebut "nggaklah, gue sama dia nggak pacaran. Dan nggak saling suka."
"Tapi..maaf nih kalau gue kesannya cerewet, elo sama dia tuh kalau lagi berdua kayak orang pacaran mana Alvin kayaknya tadi khawatir banget sama lo, berarti dia perhatian kan, sama lo?"
Ify meringis. Yang namanya saudara perhatian, wajarkan?
"Yaelah, Yo..Yo. Elo merhatiin kita banget deh kayaknya," seloroh Alvin yang tiba-tiba sudah menempati posisi kosong disamping Ify. Membuat Rio sedikit terlonjak kaget dan menyimpan rasa tidak enak karena telah membicarakan pria bermata sipit disebelah Ify secara diam-diam.
Alvin membentangkan tangan kanannya di bahu Ify, kemudian merangkulnya hangat "nih ya, gue sama Ify itu so-da-ra. Nggak saling suka, nggak saling cinta. Murni sayang sebagai so-da-ra." jelas Alvin.
Rio menyeringai kecil "sorry, bro."
"Nevermind, biasalah." ucap Alvin santai "intinya, elo nggak perlu takut. Gue sama Ify bersih dari rasa saling suka kok." tambahnya lagi.
««
"...nah, gitu Kka. Jelas?"
Cakka mengangguk, lalu menggeleng. Kemudian mengangguk dan kembali menggeleng.
"Elo ngerti gak sih?"
Cakka menata rambut rapinya "penjelasan lo terlalu ribet, bertele-tele. Tapi, intinya sih gue ngerti."
Gubrakkk..dengan kesal Rio menjitak puncak kepala Cakka "bilang ngerti aja ribet banget sih." sungutnya kesal.
"Biarin, yang penting gue udah jadian sama Agni." Cakka memeletkan lidahnya dan segera kabur saat tangan Rio bersiap melayangkan sebuah pulpen kepadanya.
***
Ify melangkah riang menuju lapangan indoor disekolahnya. Gadis itu membawa sebotol minuman dan sekotak bekal dikedua tangannya. Entah mengapa perasaannya saat ini tak karuan. Dadanya berdebar-debar, jantungnya berdetak cepat, sepertinya suatu hal besar akan terjadi beberapa saat lagi.
Fiuhh..ia menghela nafas sejenak saat kedua kakinya berhenti didepan pintu lapangan indoor. Setelah membuang nafas berkali-kali, barulah gadis itu mendorong masuk pintu lapangan tersebut, dan melangkah kedalam pelan-pelan.
Suara decitan pintu yang terjadi karena dorongan seseorang membuat Rio menghentikan permainannya. Ia memungut bola basket miliknya yang sempat tergeletak begitu saja. Kemudian, dengan senyum mengembang pria tersebut menghampiri Ify yang sudah duduk manis di kursi panjang, yang berjejer dipinggir lapangan.
Semenjak peristiwa 'hujan' waktu itu, keduanya memang semakin dekat. Bahkan, beberapa teman mereka menganggap keduanya sudah jadian.
"Nih," Ify menyodorkan botol minuman yang ia bawa pada Rio "cape' yah?" tanya nya sambil memperhatikan lekukan wajah manis Rio, yang dihiasi bulir-bulir keringat pada paras tersebut.
Keren, pekik Ify dalam hati.
Rio mendelik aneh saat kedua bola mata Ify tak berhenti menatapnya.
"Kenapa, Fy? Ada yang aneh dimuka gue?"
Ify tersadar, buru-buru ia membuang muka ke arah yang berlawanan "eh nggak kok, biasa aja." jawabnya.
Hening. Suasana ruangan tertutup itu semakin sunyi. Rio masih asyik menegak habis minumannya, sedangkan Ify mendadak kikuk saat menyadari betapa jarak yang tercipta diantara keduanya sangatlah dekat.
Tuk..tuk..
Demi membunuh bosan, Ify memilih untuk mengetuk-ngetukkan telunjuknya pada kotak bekal berwarna pink lembut, yang ia bawa tadi.
Rio yang mendengar suara tersebut langsung menutup botol minumannya, kemudian beralih menatap Ify.
"Elo bawa apaan, Fy?"
Tuk..Ify menghentikan ketukannya "hahh?"
"Itu, yang lo bawa apaan?" Rio mengulang pertanyaannya, dengan telunjuk mengarah pada kotak bekal milik Ify.
"Oh ini?" tunjuk Ify pada kotak bekalnya, Rio mengangguk sekali. Melihat itu, Ify segera membuka kotak bekal miliknya dan menyodorkannya pada Rio.
Rio menatap isi bekal Ify dengan mata berbinar "sus?!" tanya nya semangat, Ify mengangguk cepat sambil tersenyum.
"Buat gue kan?" tanya Rio, Ify hanya mengangguk "gue makan yah?" izinnya. Ify menjawabnya dengan sebuah senyuman.
Dengan semangat Rio memasukkan satu persatu potongan kue sus tersebut kedalam mulutnya. Memindahkannya secara teratur dari kotak bekal Ify ke perutnya. Pria itu menikmati tiap potong sus tersebut dengan penuh penghayatan.
Melihat betapa antusiasnya sang pujaan hati melahap habis bekal buatannya, tak ayal membuat Ify terkikik menahan tawa. Dengan kedua tangannya gadis itu berusaha mengatupkan bibirnya yang sempat terbuka.
"Elo kenapa sih?" tanya Rio disela-sela makannya. Ify menggeleng sambil tersenyum kecil.
"Nggak, lucu aja ngeliat lo makan," ujar Ify "kayak anak kecil." tambahnya.
"Hah? Apanya?" tanya Rio yang masih belum 'ngeh' dengan maksud gadis tersebut.
Ify menggeleng pelan, membuat poni-poninya berayun lucu mengikuti gerak kepalanya.
"Ini, belepotan," tanpa permisi Ify mengulurkan jemarinya, mengusap lembut sudut bibir Rio yang 'dihiasi' lelehan coklat dari kue sus yang ia makan.
Rio terpaku, kedua matanya terfokus pada wajah cantik Ify yang tetap tenang membersihkan sisa-sisa coklat disudut bibirnya. Dan rasa itu hadir lagi. Membuat ia semakin tak mampu membendung betapa rasa cinta yang ia miliki untuk gadis berwajah tirus ini, sudah sampai diubun-ubun. Harus segera dinyatakan, karena tak mampu lagi dipendam.
"Nah bersih deh." ucap Ify puas, sambil menurunkan tangan kanannya.
Dengan sigap, tangan kokoh Rio menahan pergelangan tangan gadis tersebut. Membuatnya tertahan dalam cekalan kuat namun hangat.
Ify sendiri refleks menelan ludah saat kedua penglihatnya beradu pandang dengan kedua mata elang milik Rio. Tajam namun menghanyutkan. Itulah cara Rio menatap gadis manis disebelahnya saat ini.
"Ekhem," Ify berdehem -sengaja-, demi mencairkan suasana yang terasa kikuk saat ini.
Bukannya melepaskan cekalan tersebut, Rio justru berubah menggenggam lembut telapak tangan kanan Ify. Membuat gadis tersebut semakin tak karuan, karena rasa gugup itu hadis seketika.
"Gue..jatuh cinta, sama lo," ucap Rio spontan dengan tetap terus menatap Ify "dan itu, udah dari dulu. Sejak pertama kali elo menginjakkan kaki lo disekolah ini." sambungnya lagi.
Ify shock. Merasa ini mimpi, dan hanya igauan semata. Namun genggaman itu terasa nyata, menyentuh halus permukaan kulitnya dan membalutnya dengan kehangatan.
"E..elo baik-baik aja kan, Yo?"
Tak mau dianggap 'ke-GR-an', Ify memilih menggunakan pertanyaan itu sebagai sahutan.
Rio mempertajam tatapannya. Tetap disatu titik. Berusaha meyakinkan bahwa apa yang diucapkannya tadi adalah kenyataan, bukan sekedar bualan atau omong kosong belaka.
"Apa mata gue terlihat berbohong?" tanya Rio pelan, tapi tegas.
Ify kembali menelan ludah. Tatapan ini, tatapan yang mampu membius seluruh gadis disekolah ini. Tatapan yang mampu membungkam semua ucapan para siswi disekolah ini. Tatapan yang sedang disuguhkannya pada Ify saat ini. Tajam namun menghanyutkan.
Ify menggeleng samar, secara perlahan kepalanya bergerak turun, menunduk.
Hening. Keduanya sama-sama diam dalam posisi tak berubah. Duduk bersebelahan dengan tangan Rio yang masih menggenggam tangan Ify. Kotak bekal Ify yang tadinya berada dalam pangkuan Rio pun telah berpindah tempat ke ruang kosong disebelah pria tersebut.
"Jadi?" tanya Rio memecah keheningan. Ify yang sempat terfokus pada ujung-ujung sepatunya -yang bisa dipastikan sangat tidak ada yang menarik disana- mengangkat wajahnya.
Ditatapnya wajah Rio dengan alis menyatu, masih tidak paham dengan makna kata 'jadi' bernada pertanyaan yang dilontarkan Rio beberapa menit yang lalu.
"Maksudnya?" tanya Ify polos.
Rio mendesah pelan, sedikit meringis karena gadis ini terkesan lambat dalam menangkap maksud hatinya.
"Did you want a relationship with me?"
"Bercanda?" sela Ify.
Rio menggeleng mantap "I'm serious, and was not joking. So, do you want a relationship with me?"
"Kita coba." putus Ify.
Rio mengernyitkan dahi, bingung.
"Maksudnya?"
Dengan gemas Ify mencubit kedua pipi Rio, Rio sendiri hanya bisa meringis pasrah "ya kita coba Mario, gue emang ngerasain hal yang sama kayak lo. Tapi, satu hal yang perlu lo tau, gue belum pernah pacaran." jelas Ify singkat.
"Berarti gue pacar pertama lo dong?" tanya Rio senang, Ify hanya mengangguk malu.
"Dan elo cinta pertama gue." sambung Rio. Ify menatap penuh tanya pada Rio.
"Emang pacar pertama sama cinta pertama itu beda?"
Dengan mantap Rio mengangguk "beda dong. Pacar pertama kan belum tentu cinta pertama, begitu juga sebaliknya. Kayak gue, dulu-dulu gue pacaran gak pake cinta, cuman sekedar buat jaga gengsi aja." aku Rio.
Ify masih menatap tak mengerti pada Rio "dan sekarang, untuk pertama kalinya gue pacaran pake hati, pake cinta. Dan itu sama lo."
Meski masih tak mengerti Ify tetap terlihat bahagia mendengar penuturan terakhir Rio. Pake hati, pake cinta dan sama lo. 7 kata yang mampu melambungkan dirinya, membuatnya tersenyum bahagia dan merasa menjadi satu-satunya wanita teristimewa.
"Makasih." ucap Ify malu-malu.
"Sudah seharusnya." sahut Rio, sambil mengacak-acak gemas puncak kepala gadisnya tersebut.
===
Yakkk! Gimana? Krik krik banget yah?
Eummm, gimana yah? *tampang sok mikir* gue juga nggak tau kenapa endingnya bisa "gubrak" begini. Gak jelas dan rada iuhhh-_-
Yeaa, but since that comes to mind is that, then that's what I wrote. Ya meskipun iuh gitu hasilnya, mana dibagian ending sok english-english gitu ya..ahahaha *maklum baru makan burger*
Tau nggak? Gak tau pasti-_- gue beberapa kali ngere-read file ini, dan selalu mau ketawa. You know why? Karena 'tajam namun menghanyutkan'. Itu kalimat gue ulang dua kali, padahal gue nyadar kalimat itu rada-rada gitu..ahaha
Sipp deh, pokoknya yang mau koment, kritik, saran and apa ajalah silahkan. Teteppp, dengan senang hati dan suka cita gue terima. Buat yang nunggu WL *kalau ada--'* jangan tanya kapan karena gue juga nggak tau :/ habis stuck ide sih..huhuuu malah gue berencana pengen lanjut ngepost diblog aja..
Ini juga, buat yang pernah minta tokoh Obiet, Irsyad/Arsyad, Lintar dan gak tau siapa lagi, maaf karena belum dipenuhin._.v kan bentar lagi lebaran :D
Eh last one deh, ini judulnya gue bingung setengah koid, jadi sorry sorry maaf yee kalau G A K N Y A M B U N G ! ! !
:: 26.08.11 ::
_With Love Nia Stevania_
Mario Stevano. Sepanjang perjalanan hidupnya, dia selalu menjadi objek yang diidolakan, bukan mengidolakan. Tapi semenjak kedatangan seorang gadis cantik berbehel beberapa hari yang lalu dikelasnya, semua menjadi berubah. Rasa ingin tahu terhadap gadis yang menurut sudut pandang Rio -sapaan akrab Mario- bisa dikategorikan dalam 'diam-diam menghanyutkan', teramat besar. Ia bahkan sampai rela membuang predikat 'cuek' dan 'misterius' hanya karena satu nama. Gadis itu tentunya.
"Bro," sebuah tepukan keras diiringi sapaan yang cukup akrab ditelinganya membuat Rio mendengus sebal. Bayangkan saja, aksi sahabatnya yang satu itu sudah berhasil membuat Rio kehilangan pemandangan indah yang tak bosan-bosannya ia pandangi sejak 15 menit yang lalu.
"Ngapain sih lo?" tanya Cakka, seseorang yang baru saja menepuk pundaknya "dia lagi?" Cakka mengarahkan kedua indra penglihatannya ke satu titik, objek 'wisata' bagi Rio "deketin sana, jangan diem aja lo disini. Kapan majunya coba."
Rio mendengus sebal. Deketin? Hehhh, kalau ngomong mah enak, praktekinnya gan, susah.
Rio mengomel dalam hati.
"Udahlah, gak usah ngurusin gue, urusin sono nyonya Agni lo itu," sahut Rio setengah meledek.
Satu sama lah, Rio dibikin kesal oleh Cakka karena kelambanannya melakukan aksi PDKT pada gadis itu. Sedangkan Cakka, dibuat dongkol oleh Rio karena ketakutannya untuk meluluhkan hati Agni, seorang gadis tomboy yang mampu mencuri hati Cakka, master of playboy, upss.
Tuingg..sebuah toyoran penuh hasrat mendarat disudut kepala Rio "gak usah bawa-bawa Agni deh." sungut Cakka kesal. Dengan menahan tawa, Rio menegakkan tubuhnya dan melangkah meninggalkan Cakka yang tengah bersungut-sungut kesal. Toh, gadis itu sudah menyelesaikan aktifitasnya, bermain basket.
"Yo..Yo! Mau kemana lo? Tungguin gue, woy!" seru Cakka sambil berjalan menyusul Rio.
***
"Dia lagi deket sama anak kelas sebelah, bro"
Kata-kata Cakka beberapa hari yang lalu terngiang dibenak Rio. Anak kelas sebelah, yang kata Cakka ganteng, tinggi, putih plus ramah itu bisa dibilang saingan terberat Rio. Karena, menurut desas desus yang beredar, pria tersebut memang selalu berusaha mengungguli Rio sejak dulu. Lah, terus apa hubungannya dengan gadis itu? Ya ada lah pastinya, secara Rio suka sama dia, dan bukan rahasia lagi kalau Rio pernah secara terang-terangan menunjukkan 'simpati' nya terhadap gadis manis tersebut.
»»
Seorang gadis manis berdagu tirus tengah berdiri dilapangan tengah sekolah, bersama sekelompok teman-teman perempuannya. Panasnya matahari pagi ini membuat kedua matanya sedikit menyipit, silau man. Sialnya, hari ini ia melupakan sebuah benda penting yang wajib ada disaat upacara bendera seperti ini. Topi. Karena terlalu terburu-buru, gadis tersebut melewatkan topi abu-abu yang sudah bertengger manis di atas meja belajarnya.
"Elo gak bawa topi, Fy?" tanya Agni, gadis tomboy yang berdiri disamping kanannya.
Ify -gadis tersebut- meringis kecil diiringi gerakan kepalanya yang menggeleng pelan "lupa." lirihnya pelan.
Sejenak kemudian ia merasakan sesuatu menutupi kepalanya. Oh bukan, tapi sesuatu sudah terpasang dikepalanya. Ia melihat ekspresi terkejut teman-temannya. Ada yang menutup mulut dengan kedua tangan, ada yang menganga lebar, ada juga yang menggerak-gerakkan kedua tangannya dengan agak aneh menurut Ify. Didorong rasa penasaran, gadis itu memutar tubuhnya ke belakang. Sedikit terkesiap saat melihat sepasang mata elang yang menatap lembut kedua matanya. Kedua bibir sang mata elang melengkung indah membentuk sebuah senyuman manis yang sukses membuat nafas para gadis disekitar Ify terengah-engah.
"E..elo, ngapain?" tanya Ify polos "eh kok, i..ini topi lo?" sambungnya seraya melepaskan topi abu-abu yang sempat bertengger dipuncak kepalanya.
Rio, seseorang yang memasangkan topi tersebut kembali tersenyum manis. Dan untuk kesekian kalinya, gadis-gadis disekitar Ify berseru histeris, namun nyaris tanpa suara. Gawat aja kalau mereka sampai berteriak-teriak heboh saat upacara akan dilangsungkan kurang dari 5 menit lagi, bisa-bisa sebuah hukuman massal akan mereka terima. Belum lagi posisi Bu Winda yang berdiri anggun dibelakang mereka. Celaka 12 namanya.
"Iya, ini topi gue." jawab Rio, tangannya bergerak mengambil topi miliknya yang berada ditangan Ify. Kemudian, ia kembali memasangkan topi tersebut, ke kepala gadis manis yang tanpa sepengetahuan siapa pun -kecuali Cakka, mungkin- mampu membuat degup jantungnya bereaksi lebih hebat dari biasanya.
"Pake, hari ini panas banget." tambah Rio setelah memasangkan topi tersebut.
"Tapi entar lo di-"
Rio mengibaskan tangan kanannya didepan wajah Ify "udah nggak papa, gue mah gampang. Udah ya, gue balik ke barisan gue dulu." pamitnya meninggalkan Ify yang masih nampak shock dengan tingkah Rio pagi ini.
Sepeninggal Rio, koor 'cie-cie' segera menyambut Ify yang berbalik dengan kedua rona merah menghiasi kedua pipinya. Pangeran yang sejak lama hanya dipandanginya secara diam-diam, nyaris tak terbaca oleh siapapun, baru saja melakukan tindakan yang menurut Ify -ekhem- cukup romantis.
Rio sendiri meninggalkan gerombolan anak gadis yang sebelumnya bergosip ria -setidaknya itu menurut pandangan Rio- itu, dengan senyuman penuh kelegaan tersungging dibibirnya.
««
"Arghhhh!"
Rio mengerang pelan sambil mengacak-acak rambutnya, frustasi. Yang benar saja, dia harus bersaing dengan Alvin Jonathan. Bukannya takut sih, tapi...dia kan gak kenal sama Alvin. Terus hubungannya?
Rio menjadi pusing sendiri, sepertinya dia memang harus lebih gencar melakukan aksi PDKT nya kepada Ify.
***
Tawa riang yang begitu khas menyapa lembut indra pendengaran Rio. Yang tanpa dipastikan pun, pria tersebut sudah bisa menebak siapa pemilik tawa tersebut. Sebuah ide melintas dipikirannya, dengan langkah pasti ia meneruskan gerak kakinya berjalan mendekati Ify.
Woupsss, satu pemandangan yang teramat manis sudah didapatinya saat ini. Ify nyuapin Alvin. Alvin nyuapin Ify. Atau dua-duanya main suap-suapan? Yang dia tau, sekarang tangan kanan Alvin mencengkram lembut pergelangan tangan Ify yang sepertinya ingin menyuapkan sepotong sandwich kedalam mulut pria berwajah oriental dihadapannya.
"Panas..panas..panas, badan i-"
Senandung Cakka -yang baru saja memposisikan diri disebelah Rio- terhenti karena delikan tajam dari sahabatnya yang roman-romannya sih lagi emosi. Glekk, sedikit menelan ludah Cakka menatap Rio hati-hati.
"Elo kalau mau ngajak gue ribut kelapangan aja sekalian." ucap Rio ketus, kemudian berlalu meninggalkan Cakka yang menatapnya heran, lengkap dengan aksi geleng-geleng kepala. Sebenarnya senandung Cakka tadi tercetus begitu saja, tanpa sedikitpun niat ingin menggoda Rio.
Merasa perlu tahu akan penyebab marahnya pria manis tersebut dipagi-pagi buta seperti ini, Cakka lantas mengedarkan pandangannya ke segala arah. Kemudian mengangguk kecil saat kedua manik matanya menemukan penyebab meledaknya gunung merapi dihati Rio, upss.
.....
"Nih, buka mulut lo!" suruh Ify sembari menyodorkan sepotong sandwich berukuran sedang ke mulut Alvin. Pria yang masih sedikit kesulitan dengan dasi sekolahnya ini menurut, membuka mulutnya perlahan dan membiarkan sepotong sandwich isi masuk kedalam mulutnya.
"Elo kenapa deh, Fy? Hari ini aneh banget perasaan. Habis menang lotre ya?" tanya Alvin menyelidik. Tentu saja hanya bergurau, masa' iya Ify main lotre? Kan gak mungkin.
Ify mendengus pelan, tapi ceria. Diraihnya kembali potongan sandwich didalam kotak bekalnya. Kemudian..happ, potongan sandwich tersebut melesak masuk kedalam mulut Alvin. Eum, ralat..ternyata tangan kanan Alvin lebih dulu menangkap pergelangan tangan Ify.
Ditatapnya gadis manis dihadapannya ini, tampang sumringah dengan senyum salah tingkah terpampang jelas diwajah Ify saat itu.
"Elo kenapa sih, Fy? Beneran deh gue bingung." tanya Alvin lagi, masih dengan posisi menahan tangan Ify "apa ini ada hubungannya sama-"
"Aaaa...Alvin, jangan ember lo. Gue emang lagi seneng," potong Ify, tangannya bergerak cepat menutup bibir tipis Alvin yang siap menyebutkan nama pria yang mencuri hatinya "gara-gara dia." sambung Ify. Kali ini ia menutup wajah tersipunya dengan kotak bekal pink dipangkuannya.
Alvin terkekeh pelan, tangan kanannya bergerak refleks mengacak-acak puncak kepala gadis dihadapannya itu.
Untuk sebagian orang mungkin ini termasuk asing. Eh nggak juga sih, lebih tepatnya akan menimbulkan suatu prasangka kalau diantara keduanya pasti ada 'something'. Ya, meskipun kenyataannya memang demikian. Hanya saja, keadaan yang sesungguhnya bukanlah "Alvin pacarnya Ify atau sebaliknya", melainkan "Alvin saudaranya Ify". Lebih tepatnya saudara tiri. Keduanya dipersatukan dalam suatu keluarga saat mereka sama-sama berumur 4 tahun. Hal itulah yang menyebabkan Alvin dan Ify teramat dekat. Berhubung Ify -masih- termasuk siswa baru disekolah ini, jadi wajarkan kalau tidak ada yang mengetahui statusnya sebagai saudara tiri dari Alvin Jonathan.
"Iya deh yang lagi falling in love," goda Alvin. Telunjuknya bergerak menunjuk kearah mulutnya yang terbuka lebar, mengisyaratkan Ify agar kembali memasukkan potongan sandwich berikutnya kedalam mulutnya.
"Tapi..dia suka sama gue juga nggak yah?" tanya Ify. Ia mendesah panjang. Pria se famous Rio, apa mungkin masih sempat 'meliriknya'?
Alvin menepuk lembut pundak Ify "kalau pendapat gue sebagai cowok nih, he has the same feeling with you, bibeh." bisik Alvin pelan. Membuat rona kemerahan menyembul dibalik pipi tirus Ify.
"Wetsss, mulai deh merah jambunya keluar." goda Alvin. Tanpa ampun, Ify melayangkan kotak bekal miliknya ke bahu Alvin, menghujani pria tampan itu dengan pukulan-pukulan sadis darinya.
***
Buka. Tutup. Buka. Tutup. Hal itu dilakukan Rio berulang-ulang, sedaritadi kedua bola matanya menatap niat gak niat kearah buku paket besar berjudulkan 'Matematika' dihadapannya itu. Okay, ini sudah terlalu mengganggu. Dan sepertinya, berusaha untuk tetap fokus pada rumus-rumus cantik yang tertulis dibuku itu hanya akan menjadi hal yang percuma.
"Hufttt..gak tenang gue." desahnya. Ia menutup kasar buku paket itu, kemudian meletakkannya secara asal.
Ucapan Cakka beberapa menit yang lalu terngiang-ngiang ditelinganya. Apalagi kalau bukan dorongan seorang sahabat agar sahabatnya bergerak lebih ekstrim supaya bisa mendapatkan yang ia mau.
Rio melirik jam dinding bergambar Inuyasha dikamarnya. Masih tersisa 45 menit lagi dari jam 8 malam yang akan segera berdentang, dipakai buat cari angin lumayan juga.
Setelah merapikan buku-buku yang nampak berantakan, Rio segera menyambar kunci motornya dan bergegas turun ke bawah. Sepertinya jalan-jalan malam akan lebih menenangkan perasaanya untuk sementara waktu.
.....
Ify menggigiti ujung kukunya dengan gelisah. Sepertinya pasukan air langit akan segera menyerbu bumi, dan sekarang gadis itu masih terdiam sendiri disalah satu halte bis yang jaraknya -sebenarnya- tidak terlalu jauh dari kediamannya. Oh God, Ify jadi gelisah sendiri. Bagaimana kalau hujan segera datang sebelum kendaraan -yang entah apa saja- yang mengantarkannya kembali, tiba?
Bisa-bisa gadis ini harus terjebak ditengah hujan, sendirian, malam pula.
"Ya ampun! Gue gimana nih? Mana mau ujan, Alvin gak bisa jemput. Hufttt."
Ify mendesah khawatir, kepalanya menengadah menatap langit tanpa bintang ya menciptakan satu kesimpulan "bakalan turun hujan" pikir Ify.
Ia menghentak-hentakkan kakinya yang dilapisi flat shoes cream dengan gelisah. Berkali-kali ia mendial sebuah nomer yang bahkan sudah ia ingat diluar kepala. Tapi jawabannya tetap sama, mailbox.
"Argghhh..Alvin, elo dimana sih?" tanya nya kesal. Dan brukk..ia kembali menghempaskan tubuhnya pada kursi panjang dihalte tersebut
.....
Tes..tess..tesss
Satu persatu bulir air langit menyentuh permukaan kulitnya. Setengah merutuk Rio mempercepat langkah kakinya menuju tempat berteduh terdekat disekitarnya.
Malam ini sepertinya kesialan memang sedang mengakrabkan diri dengan pemuda jangkung tersebut. Bayangkan saja dari motor yang mendadak mogok sehingga mau tidak mau ia harus menginapkan kendaraan tersayangnya itu dibengkel langganannya. Kemudian dilanjutkan dengan teman sejatinya -handphone- yang tertinggal dirumah, hal itu mempersulit Rio saat pemuda itu ingin menghubungi Cakka. Dan finally hujan, belum sampai rumah yah minimal wartel atau telpon umum terdekatlah, pasukan langit sudah memburunya.
"Ckckkk..sial banget gue malem ini." Rio berdecak kesal. Satu lagi kesialannya. Jaketnya tertinggal di bengkel. Jadilah tubuhnya harus ikhlas lahir bathin terkena guyuran hujan yang tidak bisa dibilang biasa itu.
Brukk..Rio menghempaskan tubuhnya secara asal dikursi panjang yang baru saja tertangkap matanya. Tanpa memperhatikan seseorang yang terlonjak kaget disebelahnya, Rio tetap bersikap acuh mengibas-ngibaskan rambut basahnya.
"Ehh, aduhh."
Mendengar suara mengaduh itu, Rio refleks memperhatikan seseorang yang berjarak cukup dekat dengannya. Seorang gadis dengan mata setengah tertutup itu masih terdiam sambil memegangi matanya.
"Mata lo kenapa?" tanya Rio polos. Dia memang tidak sadar kalau kibasan rambut basahnya tadi mengakibatkan air-air dari rambut itu bergerak tanpa arah dan masuk secara kasar kedalam mata gadis tersebut.
Masih tetap memegangi matanya, gadis itu berkata "gara-gara lo tau, air dari rambut lo tuh masuk ke mata gue." ucapnya kesal.
Dengan sedikit takut-takut, Rio menyentuh wajah gadis itu. Niatnya tulus, hanya ingin membantu meniup mata gadis tersebut. Tapi siapa yang tahu kalau ternyata yang terjadi justru bukan itu.
Rio terdiam tanpa kata saat menatap wajah pemilik suara mengaduh tadi. Dengan sekuat tenaga, Rio berusaha menahan nafasnya yang kian memburu. Seperti enggan bergerak, kedua tangan Rio masih membingkai wajah manis gadis tersebut, Ify.
"I..Ify." ucapnya lirih.
"E..emm iya, ini gue," sahut Ify tergagap "eumm, bisa..lo turunin ta..tangan lo." pinta Ify setengah meringis.
Sadar kedua tangannya masih diam ditempat, Rio segera menariknya kebelakang, menggaruk-garuk tengkuknya yang sungguh sama sekali tidak gatal.
"Ss..sorry, Fy."
Ify masih terlihat kikuk "nggak papa kok, eumm Yo."
"Lo kayak baru kenal gue aja deh, Fy. Nyebut nama gue kikuk gitu." seloroh Rio yang mulai bisa mengatur debaran didadanya.
Ify tersenyum, manis sekali "ehehe, udah lama sih tapi..kan kita emang gak pernah ngobrol." sahut Ify, apa adanya. Memang benarkan, walaupun mereka sekelas tapi mereka nyaris tak pernah berkomunikasi -kecuali saat insiden dilapangan senin lalu-. Ya meskipun gosip-gosip kalau Rio suka Ify atau Ify naksir Rio sudah menyebar bukan hanya dikalangan teman-teman sekelasnya. Tapi juga kakak dan adik kelas mereka. Beberapa guru malah sudah berpendapat kalau mereka memang cocok.
"Iya yah. Kita sekelas tapi kayak nggak kenal gitu." tambah Rio sambil tersenyum, Ify diam-diam menghembuskan nafasnya. Gilaaaa..senyumnya itu loh, awesome banget! Kira-kira begitulah pemikiran Ify saat ini.
"Kayaknya, kalau kita kenalan sekarang asik juga," ujar Rio, Ify memandangnya dengan alis terangkat "biar lebih afdhol, Fy." tambahnya yang dijawab dengan anggukan mengerti oleh Ify "kenalin, gue Mario Stevano." ucapnya dengan tangan terulur, lengkap dengan lengkungan super manis dibibirnya.
Dengan gemetar, Ify meraih uluran tangan Rio "Alyssa, Alyssa Saufika tapi panggil aja-"
"Ify." potong Rio, Ify tak dapat menahan senyum malu-malunya.
"Nggak pulang, Fy?" tanya Rio basa-basi.
Ify menatap ke arah rinai hujan dihadapannya sekilas "pengennya sih pulang, tapi nggak ada yang jemput. Mana hujan lagi," keluh Ify "elo sendiri?" Ify balik bertanya.
"Motor gue mogok, mesti nginep dibengkel ujung jalan sana," Rio menunjuk kearah barat "eh pas mau pulang malah hujan, mana handphone gue ketinggalan. Gak bisa nelpon Cakka deh, huhhh."
Ify terkekeh pelan "kita senasib yah, mau pulang ada halangannya gini."
"Jodoh kali," celetuk Rio "upss, maksud gue.."
Ify terdiam menanti kalimat lanjutan yang mungkin akan mengalir dari mulut Rio.
"Eh, Fy. Elo gue anterin pulang mau nggak?" tawar Rio, mengalihkan pembicaraan.
"Pake apa? Jalan kaki? Ujan-ujanan gitu?" tanya Ify tanpa jeda.
Rio menggeleng, telunjuknya mengarah pada setumpuk kardus dibawah kakinya "pake itu, rumah lo gak jauh lagi kan, dari sini?"
Ify mengangguk ragu. Dengan cepat Rio meraih sebuah kardus dan membentangkannya lebar-lebar.
"Ayo, Fy!" ajak Rio yang sudah siap di bawah kardus tebal, yang ia jadikan sebagai penghalau tetesan hujan.
Ify mengangguk, kemudian ikut berpayung pada kardus tebal tersebut, tepat disebelah Rio. Rio pun membiarkan Ify berada sedikit didepannya, tubuhnya sendiri ikut merapat ke tubuh Ify dari belakang. Ify tersentak kaget saat merasakan dada bidang Rio menabrak halus punggungnya.
"Ehh.." ceplos Ify tanpa sadar.
"Sorry, Fy. Kalau nggak kayak gini, gue nya keujanan dong." ucap Rio menyeringai lebar.
Dengan ke-kikuk-kan yang semakin bertambah, Ify mengangguk pelan.
Selanjutnya kedua insan tersebut mulai melangkahkan kaki dengan cepat menerobos hujan, berpayungkan sebuah kardus tebal untuk keduanya.
Dengan perasaan yang kian tak menentu. Aliran darah yang semakin mengalir deras. Degup jantung yang tak henti-hentinya berdetak liar, keduanya berusaha tetap biasa meskipun kenyataannya hasrat itu semakin tak tertahankan.
***
Cakka bersiul gembira sambil menyusuri lorong-lorong panjang menuju kelasnya. Kemarin adalah hari yang tak terlupakan bagi pria yang mendapat julukan 'master of playboy' itu. Karena setelah sekian lama berusaha meraih sekuat tenaga, kalau kata Krispatih sih 'tertatih', untuk mendapatkan bintang hatinya, akhirnya ia berhasil. Dan hari ini, ia akan menunjukkan pada Rio bahwa ia lebih hebat dari pemuda manis tersebut.
"Rio, bro..."
Kalimat Cakka menggantung saat melihat ekspresi wajah terlangka dari seorang Rio. Senyum-senyum sendiri tanpa ada satu objek lucu pun didepannya.
Cakka kembali menatap Rio dengan teliti. Biasa saja, pria itu hanya menggerak-gerakkan penanya diatas buku tulisnya, entah apa yang ditulis. Tapi..memangnya selucu itu, gambaran yang dibuat Rio?
Dengan sedikit mengendap-endap, Cakka mendekati Rio dan mulai memperhatikan coretan apa yang dihasilkan Rio dibukunya.
-Alyssa, Mario. Mario, Alyssa-
Hanya dua nama itu yang ditulis Rio berulang-ulang. Tak lupa ukiran-ukiran hati dari yang ukurannya paling kecil, sampai yang paling besar (karena dibuat membingkai seluruh tulisan Alyssa, Mario) menghiasi dua nama yang tertulis dibuku tersebut.
"Eaaa, ketauan ya!" seru Cakka menggoda.
Rio mendelik tajam. Apa-apaan Cakka ini? Rio hampir saja terjengkal bolak -balik saking terkejutnya. Belum lagi tulisan yang ia buat sepenuh hati nyaris tercoret tanpa seni karena Cakka mengejutkannya tepat saat sang pena menari-nari diatas sang putih.
"Peace bro. Lo emosi banget, kayak cewek-cewek lagi pms tau nggak. Sensitif." ledeknya, Rio mendengus sebal dan segera menyimpan bukunya.
"Ngapin sih lo, kurang kerjaan banget." semprot Rio setengah dongkol.
"Gue punya kabar baik dong mament."
"Baik buat lo, belum tentu baik buat gue." timpal Rio.
Cakka menjentikkan jarinya "great. Gue udah jadian sama Agni dan lo," Cakka menunjuk Rio dengan telunjuknya "belum ada tanda-tanda bakal jadian sama Ify, yihaaa!" serunya girang.
Rio melongo tak percaya. Agni yang masuk dalam kategori "cewek ganas' menurut Rio, akhirnya bisa ditaklukkan juga sama Cakka, sahabatnya yang lebih dikenal sebagai master of playboy. Oh No!
"Demi apa lo, Kka?" tanya Rio histeris, ia mengguncang keras tubuh Cakka.
"Eh nyante dong bro, nyante. Engap gue." ujar Cakka berusaha melepaskan cengkraman Rio.
"Demi semua yang ada dimuka bumi ini," lanjutnya dengan nada bicara serius. Dan itu cukup menjadi pertanda kalau Cakka tidak main-main "so, kapan lo mau nembak Ify? Entar keburu diembat Alvin loh." pancing Cakka.
Rio tertawa kecil mengingat nama Alvin "Alvin, ya? Nggak mungkin tuh." balas Rio santai.
"Nggak mungkin gimana? Elo sendirikan pernah liat kedekatan mereka yang nggak bisa dibilang biasa, Yo. Udah gitu suap-suapan lagi, kalah start lo." seru Cakka menggebu-gebu.
Rio menepuk-nepuk pundak Cakka "denger ya, bro. Mereka itu saudara, lebih tepatnya saudara tiri." jelas Rio.
"Tau darimana lo?" tanya Cakka seakan meragukan penuturan Rio.
Rio berdehem sebentar, kemudian mulai menjelaskan "jadi gini.."
»»
Tetesan hujan masih mengguyuri kardus penangkal hujan yang ditahan Rio untuk melindunginya dan Ify.
Tiba-tiba sebuah pertanyaan timbul dibenaknya. Pria itu menimbang-nimbang, tanya atau nggak..pikir Rio.
"Eumm, Fy!" seru Rio setengah berteriak. Takutnya, volume suara yang dihasilkan mulutnya masih mampu diredam oleh ribuan rintik hujan yang terdengar berisik kala itu.
"Iyaa! Kenapa, Yo?" balas Ify dengan suara yang tak kalah keras.
"Alv..A-"
Ify menghentikan langkahnya, saat ia dan Rio telah berada didepan pintu gerbang rumahnya "Alvin?" tanya Ify memotong ucapan Rio, sambil membuka gerbang tinggi yang mengelilingi rumahnya.
Dengan ragu, Rio menganggukkan kepalanya "iya," ucapnya pelan "kok tau?!" sambungnya kembali dengan suara keras.
Drap..drap.. Ify berlari-lari kecil, dengan kepalanya ia mengisyaratkan Rio agar ikut berlari bersamanya.
Brak.. Rio menghempaskan kardus yang mulai melemas ditangannya begitu saja. Kemudian mengikuti Ify berlari-lari kecil menuju teras rumah milik gadis tersebut.
Ting..tong..ting..tong..
Didepan rumahnya, Ify terus menggerakkan jari telunjuknya untuk menekan tombol putih yang tertempel disudut pintu rumahnya. Memanggil penghuni rumah yang bersantai didalam.
"Jadi..Alvin itu siapa lo?" tanya Rio lagi. Rasa penasaran yang berkelebat didadanya membuat pertanyaan ulang tersebut kembali meluncur tiba-tiba.
Ify menatap Rio sekilas, kemudian kembali menekan bel rumahnya "Alvin itu.."
Cklekk..bersamaan dengan kalimat yang belum sempurna itu, pintu rumah Ify terbuka disusul dengan munculnya sesosok pria berwajah oriental yang diliputi kecemasan.
"Ify..elo darimana aja sih? Nggak tau ini udah malem? Mana hujan lagi, lo balik bareng siapa?" serbunya begitu saja. Tanpa melihat bahwa sang gadis yang dicecarnya saat itu tidak berdiri sendiri, ada pria lain yang berdiri disebelah gadis tersebut.
"Elo kebiasaan deh, Vin. Lagian ini tuh salah lo, ditelponin gak diangkat." sungut Ify kesal, Alvin menjawabnya dengan cengiran lebar.
"Eh elo kan-"
Rio yang tadinya enggan memandang Alvin segera memotong ucapan pria putih tersebut "gue Mario Stevano, temen sekelasnya Ify." jawabnya singkat dan jelas. Kali aja Alvin itu pacarnya Ify. Kemudian salah paham karena kepulangan Ify yang tidak sendiri, melainkan bersamanya.
Alvin terkekeh pelan. Ia memundurkan sedikit badannya, dan memperlebar jalan masuk kedalam rumahnya. Dengan sekali gerakan, ia mengisyaratkan Ify untuk membawa Rio masuk ke dalam rumahnya.
"Masuk yuk, Yo." ajak Ify ramah.
Rio menggeleng pelan "nggak usah, Fy. Gue langsung balik aja." tolaknya halus. Sebenarnya sih dalam hati pria ini melengos. Masuk kedalam rumah Ify dan membiarkan dirinya menjadi obat nyamuk yang harus menyaksikan kemesraan Alvin dan Ify, gitu? No thanks.
"Udah masuk aja, lagian lo basah gitu," suruh Alvin yang melangkah masuk lebih dulu "gue mandi dulu ya, Fy. Elo jangan lupa mandi juga, ntar sakit lagi." pesan Alvin sebelum menghilang ditikungan antara kamar dan dapur.
Ify berdecak kecil, malu juga. Masa' didepan Rio, Alvin masih tetap memperlakukannya seperti anak kecil?
"Udah deh, Yo. Masuk, yuk!" ajaknya setengah menyeret lengan Rio, dan membawa pria tersebut menuju ruang tamu rumahnya "tunggu disini, gue ambilin baju dulu." pesan Ify sebelum pamit.
Mata Rio melebar. Ngambil baju ganti? Nggak salah? Masa' iya nanti Rio mengenakan baju milik Ify? Yang modelnya jenis-jenis dress, gitu?
Rio menggeleng pelan, nggak mungkin kan cowok kayak dia berpenampilan seperti itu.
"Nih," Ify menyerahkan selembar baju kaos lengkap dengan jeans pendek berwarna hitam ditangannya, kepada Rio "ganti baju lo sana." suruhnya.
Rio menatap setelan santai itu dengan alis bertaut "punya lo? Pembantu lo? Atau supir lo?"
"Enak aja supir, punya gue tuh," sahut Alvin yang tiba-tiba muncul dibalik punggung Ify "Fy, gue ke kamar dulu yah," pamitnya pada Ify "dan lo, jangan macem-macem." pesan Alvin sambil menatap serius pada Rio.
Ify dan Rio sama-sama mengamati punggung Alvin yang kian menghilang dibalik pintu kamarnya. Kemudian, Rio mendesah lega.
"Pacar lo galak banget, Fy." celetuk Rio.
Ify tersentak kaget "eumm Alv..Alvin maksud lo?" tanya nya, telunjuknya mengarah pada pintu kamar Alvin yang tertutup rapat "dia bukan pacar gue." bantah Ify cepat, saat Rio menganggukkan kepalanya.
"Lah, terus?"
"Dia itu saudara tiri gue, kita udah sama-sama dari umur 4 taun, makanya gue deket banget sama dia," cerita Ify dengan tawa kecil diujungnya "ya, berhubung gue baru pindah, ya jadi orang-orang banyak yang gak tau kalau kita saudara. Maklumlah, gue kan dulunya nggak tinggal disini." Ify menjelaskan ceritanya secara mendetail. Entah mengapa, ia merasa perlu menjelaskan semua itu pada Rio. Takut salah paham, mungkin.
Rio mengangguk tenang. Dalam hati pria itu bersorak gembira, karena peluang mendapatkan gadis manis itu terbuka lebar.
"Ohhh, pantes deket banget." ceplos Rio tanpa sadar.
Ify tersenyum "ya ialah, namanya juga saudara."
Eh tapi..saudara tiri bukan berarti mereka gak bisa saling jatuh cinta, kan? Bisa jadi Alvin menaruh hati pada Ify, mengingat tatapan mata Alvin yang memang lebih perhatian pada gadis tersebut. Itu dari sudut pandang Rio.
"Eumm..tapi, elo sama dia kayak.."
"Kayak apaan, Yo?"
"Eh itu maksud gue, emang lo gak punya perasaan lain gitu sama Alvin?" tanya Rio agak susah, takut salah ngomong. Tapi justru yang ia tanyakan kali ini lebih terkesan 'mau tau' dan terlalu cepat juga "ya kan, lo berdua cuman saudara tiri jadi-"
Ify mulai paham dengan maksud ucapan Rio. Buru-buru ia menyela ucapan pria tersebut "nggaklah, gue sama dia nggak pacaran. Dan nggak saling suka."
"Tapi..maaf nih kalau gue kesannya cerewet, elo sama dia tuh kalau lagi berdua kayak orang pacaran mana Alvin kayaknya tadi khawatir banget sama lo, berarti dia perhatian kan, sama lo?"
Ify meringis. Yang namanya saudara perhatian, wajarkan?
"Yaelah, Yo..Yo. Elo merhatiin kita banget deh kayaknya," seloroh Alvin yang tiba-tiba sudah menempati posisi kosong disamping Ify. Membuat Rio sedikit terlonjak kaget dan menyimpan rasa tidak enak karena telah membicarakan pria bermata sipit disebelah Ify secara diam-diam.
Alvin membentangkan tangan kanannya di bahu Ify, kemudian merangkulnya hangat "nih ya, gue sama Ify itu so-da-ra. Nggak saling suka, nggak saling cinta. Murni sayang sebagai so-da-ra." jelas Alvin.
Rio menyeringai kecil "sorry, bro."
"Nevermind, biasalah." ucap Alvin santai "intinya, elo nggak perlu takut. Gue sama Ify bersih dari rasa saling suka kok." tambahnya lagi.
««
"...nah, gitu Kka. Jelas?"
Cakka mengangguk, lalu menggeleng. Kemudian mengangguk dan kembali menggeleng.
"Elo ngerti gak sih?"
Cakka menata rambut rapinya "penjelasan lo terlalu ribet, bertele-tele. Tapi, intinya sih gue ngerti."
Gubrakkk..dengan kesal Rio menjitak puncak kepala Cakka "bilang ngerti aja ribet banget sih." sungutnya kesal.
"Biarin, yang penting gue udah jadian sama Agni." Cakka memeletkan lidahnya dan segera kabur saat tangan Rio bersiap melayangkan sebuah pulpen kepadanya.
***
Ify melangkah riang menuju lapangan indoor disekolahnya. Gadis itu membawa sebotol minuman dan sekotak bekal dikedua tangannya. Entah mengapa perasaannya saat ini tak karuan. Dadanya berdebar-debar, jantungnya berdetak cepat, sepertinya suatu hal besar akan terjadi beberapa saat lagi.
Fiuhh..ia menghela nafas sejenak saat kedua kakinya berhenti didepan pintu lapangan indoor. Setelah membuang nafas berkali-kali, barulah gadis itu mendorong masuk pintu lapangan tersebut, dan melangkah kedalam pelan-pelan.
Suara decitan pintu yang terjadi karena dorongan seseorang membuat Rio menghentikan permainannya. Ia memungut bola basket miliknya yang sempat tergeletak begitu saja. Kemudian, dengan senyum mengembang pria tersebut menghampiri Ify yang sudah duduk manis di kursi panjang, yang berjejer dipinggir lapangan.
Semenjak peristiwa 'hujan' waktu itu, keduanya memang semakin dekat. Bahkan, beberapa teman mereka menganggap keduanya sudah jadian.
"Nih," Ify menyodorkan botol minuman yang ia bawa pada Rio "cape' yah?" tanya nya sambil memperhatikan lekukan wajah manis Rio, yang dihiasi bulir-bulir keringat pada paras tersebut.
Keren, pekik Ify dalam hati.
Rio mendelik aneh saat kedua bola mata Ify tak berhenti menatapnya.
"Kenapa, Fy? Ada yang aneh dimuka gue?"
Ify tersadar, buru-buru ia membuang muka ke arah yang berlawanan "eh nggak kok, biasa aja." jawabnya.
Hening. Suasana ruangan tertutup itu semakin sunyi. Rio masih asyik menegak habis minumannya, sedangkan Ify mendadak kikuk saat menyadari betapa jarak yang tercipta diantara keduanya sangatlah dekat.
Tuk..tuk..
Demi membunuh bosan, Ify memilih untuk mengetuk-ngetukkan telunjuknya pada kotak bekal berwarna pink lembut, yang ia bawa tadi.
Rio yang mendengar suara tersebut langsung menutup botol minumannya, kemudian beralih menatap Ify.
"Elo bawa apaan, Fy?"
Tuk..Ify menghentikan ketukannya "hahh?"
"Itu, yang lo bawa apaan?" Rio mengulang pertanyaannya, dengan telunjuk mengarah pada kotak bekal milik Ify.
"Oh ini?" tunjuk Ify pada kotak bekalnya, Rio mengangguk sekali. Melihat itu, Ify segera membuka kotak bekal miliknya dan menyodorkannya pada Rio.
Rio menatap isi bekal Ify dengan mata berbinar "sus?!" tanya nya semangat, Ify mengangguk cepat sambil tersenyum.
"Buat gue kan?" tanya Rio, Ify hanya mengangguk "gue makan yah?" izinnya. Ify menjawabnya dengan sebuah senyuman.
Dengan semangat Rio memasukkan satu persatu potongan kue sus tersebut kedalam mulutnya. Memindahkannya secara teratur dari kotak bekal Ify ke perutnya. Pria itu menikmati tiap potong sus tersebut dengan penuh penghayatan.
Melihat betapa antusiasnya sang pujaan hati melahap habis bekal buatannya, tak ayal membuat Ify terkikik menahan tawa. Dengan kedua tangannya gadis itu berusaha mengatupkan bibirnya yang sempat terbuka.
"Elo kenapa sih?" tanya Rio disela-sela makannya. Ify menggeleng sambil tersenyum kecil.
"Nggak, lucu aja ngeliat lo makan," ujar Ify "kayak anak kecil." tambahnya.
"Hah? Apanya?" tanya Rio yang masih belum 'ngeh' dengan maksud gadis tersebut.
Ify menggeleng pelan, membuat poni-poninya berayun lucu mengikuti gerak kepalanya.
"Ini, belepotan," tanpa permisi Ify mengulurkan jemarinya, mengusap lembut sudut bibir Rio yang 'dihiasi' lelehan coklat dari kue sus yang ia makan.
Rio terpaku, kedua matanya terfokus pada wajah cantik Ify yang tetap tenang membersihkan sisa-sisa coklat disudut bibirnya. Dan rasa itu hadir lagi. Membuat ia semakin tak mampu membendung betapa rasa cinta yang ia miliki untuk gadis berwajah tirus ini, sudah sampai diubun-ubun. Harus segera dinyatakan, karena tak mampu lagi dipendam.
"Nah bersih deh." ucap Ify puas, sambil menurunkan tangan kanannya.
Dengan sigap, tangan kokoh Rio menahan pergelangan tangan gadis tersebut. Membuatnya tertahan dalam cekalan kuat namun hangat.
Ify sendiri refleks menelan ludah saat kedua penglihatnya beradu pandang dengan kedua mata elang milik Rio. Tajam namun menghanyutkan. Itulah cara Rio menatap gadis manis disebelahnya saat ini.
"Ekhem," Ify berdehem -sengaja-, demi mencairkan suasana yang terasa kikuk saat ini.
Bukannya melepaskan cekalan tersebut, Rio justru berubah menggenggam lembut telapak tangan kanan Ify. Membuat gadis tersebut semakin tak karuan, karena rasa gugup itu hadis seketika.
"Gue..jatuh cinta, sama lo," ucap Rio spontan dengan tetap terus menatap Ify "dan itu, udah dari dulu. Sejak pertama kali elo menginjakkan kaki lo disekolah ini." sambungnya lagi.
Ify shock. Merasa ini mimpi, dan hanya igauan semata. Namun genggaman itu terasa nyata, menyentuh halus permukaan kulitnya dan membalutnya dengan kehangatan.
"E..elo baik-baik aja kan, Yo?"
Tak mau dianggap 'ke-GR-an', Ify memilih menggunakan pertanyaan itu sebagai sahutan.
Rio mempertajam tatapannya. Tetap disatu titik. Berusaha meyakinkan bahwa apa yang diucapkannya tadi adalah kenyataan, bukan sekedar bualan atau omong kosong belaka.
"Apa mata gue terlihat berbohong?" tanya Rio pelan, tapi tegas.
Ify kembali menelan ludah. Tatapan ini, tatapan yang mampu membius seluruh gadis disekolah ini. Tatapan yang mampu membungkam semua ucapan para siswi disekolah ini. Tatapan yang sedang disuguhkannya pada Ify saat ini. Tajam namun menghanyutkan.
Ify menggeleng samar, secara perlahan kepalanya bergerak turun, menunduk.
Hening. Keduanya sama-sama diam dalam posisi tak berubah. Duduk bersebelahan dengan tangan Rio yang masih menggenggam tangan Ify. Kotak bekal Ify yang tadinya berada dalam pangkuan Rio pun telah berpindah tempat ke ruang kosong disebelah pria tersebut.
"Jadi?" tanya Rio memecah keheningan. Ify yang sempat terfokus pada ujung-ujung sepatunya -yang bisa dipastikan sangat tidak ada yang menarik disana- mengangkat wajahnya.
Ditatapnya wajah Rio dengan alis menyatu, masih tidak paham dengan makna kata 'jadi' bernada pertanyaan yang dilontarkan Rio beberapa menit yang lalu.
"Maksudnya?" tanya Ify polos.
Rio mendesah pelan, sedikit meringis karena gadis ini terkesan lambat dalam menangkap maksud hatinya.
"Did you want a relationship with me?"
"Bercanda?" sela Ify.
Rio menggeleng mantap "I'm serious, and was not joking. So, do you want a relationship with me?"
"Kita coba." putus Ify.
Rio mengernyitkan dahi, bingung.
"Maksudnya?"
Dengan gemas Ify mencubit kedua pipi Rio, Rio sendiri hanya bisa meringis pasrah "ya kita coba Mario, gue emang ngerasain hal yang sama kayak lo. Tapi, satu hal yang perlu lo tau, gue belum pernah pacaran." jelas Ify singkat.
"Berarti gue pacar pertama lo dong?" tanya Rio senang, Ify hanya mengangguk malu.
"Dan elo cinta pertama gue." sambung Rio. Ify menatap penuh tanya pada Rio.
"Emang pacar pertama sama cinta pertama itu beda?"
Dengan mantap Rio mengangguk "beda dong. Pacar pertama kan belum tentu cinta pertama, begitu juga sebaliknya. Kayak gue, dulu-dulu gue pacaran gak pake cinta, cuman sekedar buat jaga gengsi aja." aku Rio.
Ify masih menatap tak mengerti pada Rio "dan sekarang, untuk pertama kalinya gue pacaran pake hati, pake cinta. Dan itu sama lo."
Meski masih tak mengerti Ify tetap terlihat bahagia mendengar penuturan terakhir Rio. Pake hati, pake cinta dan sama lo. 7 kata yang mampu melambungkan dirinya, membuatnya tersenyum bahagia dan merasa menjadi satu-satunya wanita teristimewa.
"Makasih." ucap Ify malu-malu.
"Sudah seharusnya." sahut Rio, sambil mengacak-acak gemas puncak kepala gadisnya tersebut.
===
Yakkk! Gimana? Krik krik banget yah?
Eummm, gimana yah? *tampang sok mikir* gue juga nggak tau kenapa endingnya bisa "gubrak" begini. Gak jelas dan rada iuhhh-_-
Yeaa, but since that comes to mind is that, then that's what I wrote. Ya meskipun iuh gitu hasilnya, mana dibagian ending sok english-english gitu ya..ahahaha *maklum baru makan burger*
Tau nggak? Gak tau pasti-_- gue beberapa kali ngere-read file ini, dan selalu mau ketawa. You know why? Karena 'tajam namun menghanyutkan'. Itu kalimat gue ulang dua kali, padahal gue nyadar kalimat itu rada-rada gitu..ahaha
Sipp deh, pokoknya yang mau koment, kritik, saran and apa ajalah silahkan. Teteppp, dengan senang hati dan suka cita gue terima. Buat yang nunggu WL *kalau ada--'* jangan tanya kapan karena gue juga nggak tau :/ habis stuck ide sih..huhuuu malah gue berencana pengen lanjut ngepost diblog aja..
Ini juga, buat yang pernah minta tokoh Obiet, Irsyad/Arsyad, Lintar dan gak tau siapa lagi, maaf karena belum dipenuhin._.v kan bentar lagi lebaran :D
Eh last one deh, ini judulnya gue bingung setengah koid, jadi sorry sorry maaf yee kalau G A K N Y A M B U N G ! ! !
:: 26.08.11 ::
_With Love Nia Stevania_
0 komentar:
Posting Komentar