Senin, 13 Juni 2011

"_Aku (masih) Ingin Bersamanya_"

Ya Allah...aku ini insan yang kalah
Balut lah hatiku yang terbelah
Juga terpisah-pisah
.....

Isakan kecil bergaung lirih diruangan bercat pink pucat itu. Gadis yang terduduk di -hampir- bagian sudut kamarnya itu masih terbalut dengan kain putih bersih yang menutupi setiap lekuk aurat tubuhnya. Ia menangis. Meluapkan setiap emosi yang terpendam sejak pagi tadi. Perasaan campur aduk menghinggapi hatinya saat ini. Ia tak ingin menjadi pembangkang bagi kedua orang tuanya, lebih tepatnya ayahnya -karena ibunya sudah tiada-. Tapi ia juga tidak ingin menjadi seorang munafik yang berkata 'tidak' padahal hatinya berseru 'iya'.

Gadis itu terus melantunkan untaian-untaian doa penuh pengharapan. Ia hanya menginginkan yang terbaik untuknya dan semua orang-orang yang disayanginya. Dan semoga harapan yang tertanam dalam hatinya akan menjadi kenyataan, kenyataan yang -menurutnya- terbaik untuknya.

.....
Ya Allah...hanya pada-Mu aku meminta
Dan hanya pada-Mu ku memohon
Mohon dengan sangat
.....

Gadis itu terpaku tepat dianak tangga terakhir, saat kedua kakinya telah berpijak dilantai dasar rumahnya. Kedua tangannya refleks menutup mulut yang sempat menganga lebar karna -keterkejutannya- melihat sesosok pria tampan yang beberapa hari terakhir ini mulai dihindarinya. Lebih tepatnya, dihindari karena permintaan -yang lebih pantas disebut paksaan- ayahnya.

"Sudah saya bilang, jangan pernah kamu temui anak saya lagi."

Suara lantang penuh emosi itu terdengar begitu menusuk hatinya. Ia bisa merasakan, betapa sakitnya dibentak seperti itu oleh seseorang yang tak lain adalah orang tua seseorang yang kita sayangi.

"Maaf om, tapi...saya.."

"Kamu.."

Gadis itu melihat dengan jelas, saat tangan kanan ayahnya berhenti tepat didepan wajah pria tampan itu, nyaris melayang ke salah satu pipi pria itu. Ia menggigit kecil bibir bawahnya, kedua matanya terpejam. Berharap tangan kokoh ayahnya tidak meninggalkan 'cap 5 jari' diwajah pria terkasihnya.

'Ya Allah, tolong..jangan sampai ayah melukai dia.' pintanya -penuh harap- dalam hati, dengan kedua mata masih tertutup rapat.

"..jangan pernah temui anak saya lagi. Karna anak berandalan seperti kamu tidak pantas untuk anak baik-baik, seperti anak saya."

Huftt..gadis itu menghela nafas seraya membuka kedua kelopak matanya. Bersyukur ayahnya tidak bertindak anarkis seperti yang ia takutkan. Tangan kanannya mengusap dadanya dengan lega, namun hatinya miris mendengar penuturan ayahnya ‎​-yang- meskipun nada bicaranya tenang namun sangat menusuk.

Gadis itu masih menangkap sileut pria itu. Saat pria itu menunduk dalam diam, dan semenit kemudian bergegas pergi meninggalkan rumahnya dengan tak lupa mengucapkan salam untuk ayahnya.

'Alhamdulillah.' batinnya lega.
***

'Karna anak berandalan seperti kamu tidak pantas untuk anak baik-baik, seperti anak saya.'

Kalimat itu kembali terngiang ditelinganya. Ya, ia tahu, bahkan sangat tahu bagaimana kehidupan kelam pria itu. Sering membolos sekolah, ikut tawuran bahkan sering ikut serta dalam adu balap liar. Tapi itu dulu. Sebelum pria itu bertemu dengannya, sebelum pria itu jatuh cinta dengannya dan memintanya untuk menjadi kekasihnya. Bahkan ia rela meninggalkan semua kebiasaan buruk demi dirinya. Tapi bukan itu ‎​yang ia inginkan. Yang ia mau, pria itu berubah 'lillahita'ala' karna Allah, bukan dirinya.
»»

"Gue tau, gue anaknya slenge'an, gue anaknya berandalan, suka ikut tawuran, bolos terus balapan liar.."

Pria itu menatap sayu wajah manis gadis dihadapannya. Gadis itu tetap diam, dengan kedua tangan terlipat didada, pandangannya berpaling dari kedua bola mata hitam milik pria tampan yang terus menatap lembut kedua manik matanya.

"..bahkan, gue juga..yahh, jarang...eumm sh..shalat." lanjut pria itu ragu, ia mulai menunduk.

Gadis itu memutar kedua bola matanya "Kamu ngajak aku ketemuan dan maksa aku bolos cuman buat ngomongin itu..?" tanya nya kesal. Terlintas dalam benaknya tampang sangar sang guru killer yang mungkin akan menghukumnya habis-habisan jika mengetahui ia membolos.

Pria itu mengangguk, kemudian dengan cepat menggeleng. Bukan, bukan hanya itu yang ingin ia sampaikan. Ia ingin gadis yang sudah mencuri hatinya itu menjadi miliknya, bukan hanya hati gadis itu yang ingin dimiliknya tapi juga jiwa dan raganya.

"..eumm, semua yang gue sebutin tadi itu adalah kekurangan gue ya..karna jujur gue sendiri gak tau apa gue punya suatu kelebihan yang bisa gue banggain ke elo.."

Gadis itu meringis dalam hati. Andaikan pria didepannya ini terus-terusan berbicara tidak jelas seperti ini, ia bersumpah akan segera meninggalkan pria ini dan tak akan pernah mau menemui pria ini lagi nantinya.
Dengan susah payah gadis itu memaksakan sebuah senyuman untuk pria dihadapannya saat ini.

"Apa tujuan kamu ngajakin aku ketemuan disini cuman buat dengerin kamu ngomong muter-muter kaya gini..??" tanya nya -lagi- mencoba santai, meskipun dengan kalimat yang berbeda tapi jelas intinya sama.

Pria itu menggeleng "dengan semua kekurangan gue itu...bukan berarti gue gak boleh jatuh cinta sama lo kan..??"

Gadis itu tersentak tak percaya. Secara mendadak ia merasakan dadanya berdebar-debar, darahnya berdesir hebat dan jantungnya..mulai melompat liar, entah apa maksudnya.
Hening. Semilir angin yang menyapa dedaunan kering yang berseliweran dikakinya semakin membuat keadaan hening ini menjadi -seperti- didramatisir, secara alami tentunya.

"..gue cinta sama lo, gue sayang sama lo. Gue sadar, gue sama lo terlalu jauh, gue bagaikan tinta hitam dan elo kertas putih. Tapi gue yakin, seandainya tinta itu digoreskan dengan hati, dia gak akan membuat noda dikertas putih itu, justru sebaliknya akan ada banyak makna yang tertulis..dan itu semua hanya akan terjadi jika dilakukan dengan hati."

Pria itu menyudahi kalimat panjangnya yang terdengar membingungkan ditelingan gadis itu. Well, secara garis besar gadis itu mengerti, bahwa makna dari kalimat panjang lebar itu hanya satu. Memintanya menjadi kekasih hati dari pria tersebut. Tapi, tidak semudah itu...

"Aaa..aku gak ngerti maksud kamu." ujar gadis itu. Berusaha mengelak pada kenyataan, bahwa sesungguhnya ia mengerti.

"Gue tau lo bohong. Elo ngerti maksud gue tapi pura-pura ngga paham. Please Fy, beri gue kesempatan buat jadi pengisi hati lo, gue janji gue bakal ngerubah semua sikap buruk gue demi lo."

Pria itu menggenggam tangan kanan gadis yang ia panggil 'Fy' itu dengan lembut. Gadis itu tetap bungkam, mulutnya ingin menolak tapi hatinya berseru untuk menerima permintaan yang sangat terdengar tulus dan penuh kejujuran.

"Aa..aku.."

Dengan cepat pria itu memotong ucapan gadis manis dihadapannya "Gue janji gak bakal bolos lagi Fy, gak ikut tawuran, balap liar, gue..gue akan rajin shalat dan kalau perlu gue belajar ngaji sama lo. Gue gak malu, karena semua gue lakuin demi lo...demi cinta gue ke elo."

Ify -gadis itu- meremas-remas ujung rok abu-abunya dengan tangan kiri yang tergantung bebas disisi rok tersebut. Ia memejamkan matanya, menanti jawaban tepat dari debat pendapat yang terjadi diantara setan dan malaikat dihatinya.

"Aku mau kamu berubah bukan karna aku, tapi karna Allah." ucapnya mantap.

"Apa itu artinya elo nerima gue..??"

"Buktiin dulu, kalau emang kamu bisa...aku rasa kamu tau apa jawabannya"

Meskipun ragu -karna sedikit tidak mengerti dengan maksud Ify-, toh pria itu tetap mengangguk mengiyakan. Senyum bahagia merekah dibibirnya. Ini untuk pertama kalinya ia merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya. Tidak pernah ia menemukan gadis yang mampu membawanya pada perubahan yang lebih baik, sebelumnya.

Dan semenjak saat itu, pria itu terus berusaha menjadi apa yang Ify inginkan dengan satu niat 'lillahita'ala' seperti permintaan Ify.
Dalam waktu satu bulan, ia mampu menunjukkan pada Ify bahwa ia bisa menjad apa yang Ify inginkan.

"Jadi..elo udah nerima gue..??" tanya pria itu pelan, ia sedang berada diperpustakaan sekolah bersama Ify saat ini. Ify mengangguk sekilas.

"..elo serius..??" tanya nya -lagi- yang lagi-lagi dibalas Ify dengan sebuah anggukan.

"Ya Tuhan...makasih Fy, makasih banget karena elo udah nerima gue, elo udah ngebuat gue berubah menjadi lebih baik.."

Ify menaikkan sebelah alisnya "..emm maksud gue, semua gue lakuin dengan niat lillahita'ala kok Fy, tapi Allah ngirimin elo sebagai perantara untuk menyadarkan gue supaya gue berubah." ralatnya, Ify mengangguk dan tersenyum bahagia.
««

"Fy..Fy."

Sebuah telapak tangan melambai-lambai didepan wajah Ify. Membuat gadis yang asik melamun itu hampir terjatuh dari kursinya karna terkejut.

"Shilla. Gak pake ngagetin bisa kali" sungutnya kesal.

Gadis bernama Shilla itu menyeringai lebar, sambil menunjukkan kedua jarinya -jari tengah dan telunjuk- "peace Fy, maaf. Habis elo ngelamun sih. Mikiran apaan emangnya..?? Cakka yah..??" tebak Shilla, tepat sasaran.

Ify menghela nafas sebentar untuk melegakan dada yang mulai terasa menyesak begitu mengingat kemarahan-kemarahan ayahnya akhir-akhir ini. Kemarahan yang bersumber hanya karna satu nama...Cakka.

.....
Ya Tuhanku...apa lagi yang salah dariku..?
Bersujud ku mohon kepada-Mu
Ampuni dosaku
.....

Entah untuk keberapa kalinya bulir-bulir air mata itu jatuh membasahi sajadah merah yang ia duduki. Ia benar-benar tersiksa. Ia tahu, ia paham, ia mengerti. Semua ini terjadi hanya karna kecemasan ayahnya, rasa sayang yang teramat besar -yang dimiliki ayahnya- untuk dirinya membuat ayahnya bersikap demikian. Apalagi ia adalah satu-satunya harta termahal yang dimiliki ayahnya. Ibunya..?? Ibunya meninggal sesaat setelah ia melahirkan. Dan kakak perempuannya, menyusul setelah sebelumnya mengalami kecelakaan bersama kekasihnya -kekasih kakaknya- saat ikut serta dalam adu balap liar. Dan hal itulah yang membuat ayahnya over protective terhadap dirinya.
Tapi..haruskan ayahnya menyaikiti orang yang ia sayangi..??
Meskipun hanya dengan kata-kata, tapi jelas itu sangat melukai hati orang yang ia sayangi itu.

"Ya Allah..berikanlah petunjuk-Mu. Jangan biarkan hamba terbelenggu dalam kegalauan ini ya Allah. Berikanlah segala yang terbaik untuk hamba, ayah dan...Cakka." pintanya lirih, nyaris berbisik.

Ia membiarkan tetes airmata itu mengalir dikedua pipi tirusnya. Tiada lagi isakan, tiada lagi jeritan. Tangisan ini tersampaikan dalam diam, di heningnya malam. Sengaja ia menyempatkan diri untuk bangun pada sepertiga malam, demi 'berbagi' cerita dengan Tuhannya. Menyampaikan semua hasrat yang sulit tersampaikan sebelumnya.

.....
Ya Tuhanku...hanya engkau yang dapat mengerti
Kesepian yang mencabik diri
Ku tak tahan lagi
.....

Ify menangis sesenggukan dipelukan Shilla, sahabatnya. Ia tak habis pikir, mengapa ayahnya sampai berbuat sejauh ini. Memutuskan segala akses yang ia gunakan untuk tetap terus menjaga komunikasi dengan Cakka. Handphonennya memang tidak disita tapi ayahnya memaksa ia mengganti nomer, kepergian yang selalu diawasi supir dan banyak hal lagi yang dilakukan ayahnya, agar Ify berhenti berhubungan dengan Cakka.
Bukan ingin membangkang. Tapi...apakah salah jika ia tetap berteman dengan Cakka. Ya, meskipun kata putus juga belum ter-ikrar dari mulut mereka.

"Sudah Fy, sudah. Percuma kamu ngelawan ayah kamu, Fy." ujar Shilla menenangkan. Tangan kanannya bergerak naik-turun, seirama helaan nafas Ify dalam isakannya.

"Gue..gue gak ngelawan ayah. Tap..tapi apa salah kalau gue tetep temanan sama Cakka..?? Ayah salah Shill, Cakka udah berubah, dia bukan anak berandalan kayak dulu lagi" ujarnya masih disertai dengan tangisan yang -sepertinya- enggan mereda.

Shilla diam, membiarkan Ify meluapkan semua isi hatinya dalam dekapan hangatnya. Ia tau, bukan nasihat yang dibutuhkan Ify tapi semangat. Semangat bahwa semua akan baik-baik saja. Bahwa apa yang terjadi saat ini sudah digariskan Tuhan. Dan apa yang digariskan Tuhan, adalah yang terbaik untuk hamba-Nya.

"Gue gak kuat Shill, gue sayang Cakka...tapi gue juga sayang ayah."

"Elo ingetkan Fy, kata Pak Ahmad Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya, klise sih..tapi maknanya besar." Shilla mengingatkan, bayangan guru agamanya -Pak Ahmad- yang tiba-tiba melintas dipikirannya lah yang membuat ia berkata demikian.

Ify mengangguk. Ya, kata-kata sederhana yang sering diucapkan semua orang itu memang terkesan biasa saja. Tapi, coba kita renungkan dengan hati kita, kita akan sadar betapa kalimat sederhana itu mempunyai kekuatan besar yang mampu membuat kita bangkit dan kembali semangat dalam menghadapi segala macam halangan dan rintangan yang menghadang.

"Tapi..gue kangen sama Cakka." ucap Ify lirih.

"Percayalah Fy, semua yang digariskan Tuhan buat lo pasti yang terbaik buat lo." ucap Shilla lembut penuhan keyakinan, miris rasanya melihat sahabatnya dalam keadaan galau seperti ini.

Ify mengangkat wajahnya yang tertunduk "Shill, gue minta tolong yah sama lo." pintanya.

"Boleh, elo minta gue ngapain Fy..??" tanya Shilla antusias, semoga ia bisa membantu mengurangi beban pikiran Ify.

"Sepulang dari sini, elo mampir ke rumah Cakka yah. Gue mau nitip surat ke elo buat dia."

Shilla mengangguk, dengan penuh kelegaan Ify segera beranjak ke meja belajarnya. Mengambil selembar kertas dan sebatang pulpen hitam miliknya. Detik berikutnya, pulpen itu menari-nari diatas kertas putih yang kembali mengingatkannya pada sosok Cakka.

'gue bagaikan tinta hitam dan elo kertas putih. Tapi gue yakin, seandainya tinta itu digoreskan dengan hati, dia gak akan membuat noda dikertas putih itu, justru sebaliknya akan ada banyak makna yang tertulis..dan itu semua hanya akan terjadi jika dilakukan dengan hati.'

Satu tetes air matanya jatuh tepat diatas kertas putih itu. Dengan cepat Ify menyekanya dan kembali menuliskan semua ungkapan hatinya. Membiarkan tinta hitam itu menggoreskan rangkaian kalimat yang menggambarkan betapa ia merindukan Cakka...seseorang yang berada dalam status 'masih pacarnya' atau mungkin segera menjadi 'mantan pacarnya'. Entahlah.

***

Pria itu menutup ‎​​Al Qur'an bersampul -dengan warna- emas miliknya. Diletakkannya kembali, 'kitab suci' itu kedalam lemari yang memang secara khusus menyimpan kitab suci milik seluruh penghuni rumah itu. Ya, meskipun hanya satu yang terbuka, hanya satu yang terbaca...milik Cakka.

Tok..tok..tokk
Suara ketukan pintu berirama cepat dari luar kamarnya membuat Cakka sesegara mungkin membukakan pintu kamar yang memang selalu ia kunci.
Cklekkk..pintu terbuka perlahan, dilihatnya wajah permbantunya yang hampir membuatnya terkejut, karena tepat muncul didepan wajahnya.

"Ada ‎​​apa bik..??"

"Diluar ada temennya den, katanya ada perlu." ujar bik Sum -pembantu rumah tangga- singkat.

Setelah mendapat anggukan yang berarti iya dari majikannya, bik Sum pun berlalu pergi meninggalkan kamar tuan mudanya yang hanya tertutup setengah.

"Eummm..Shilla kan..??" tanya nya ragu-ragu. Ia berdiri di ambang pintu rumahnya. Menatap dengan dahi mengernyit dan alis bertaut, gadis cantik yang berdiri didepannya.

Ia memang hanya mengenal Shilla sekelas, itu pun secara tidak sengaja. Saat ia sedang menghabiskan malam minggunya bersama kekasihnya dan secara tidak sengaja bertemu dengan Shilla disalah satu pusat perbelanjaan.

"Iya, gue Shilla temennya Ify. Gue kesini cuman mau nyampein ini."

Shilla merogoh saku jaketnya dan memberikan sepucuk surat titipan Ify untuk pria dihadapannya.

Cakka mendesah panjang "Ohh, dia masih belum boleh keluar rumah yah..??" tanya nya terdengar kecewa.

Shilla menatap iba kekasih sahabatnya itu "iya, sabar yah buat elo sama Ify." ujar Shilla menyemangati.

"Thanks yah"

Shilla mengangguk dan segera pamit pulang mengingat matahari yang mulai merangkak naik, kembali ke peraduannya.

.....
Ya Allah...jangan biarkan aku terpisah
Terjerat dalam pusaran rindu
Rahasia kasih-Mu
.....

_____

Dear Cakka..

Sampai detik ini aku masih berharap kamu bisa nunjukin ke ayah kalau kamu udah berubah. Kamu bukan lagi Cakka yang dulu. Dan buktikan pada ayah, bahwa kamu bisa menjaga aku sebagaimana ayah menjaga aku selama ini. Aku sayang kamu..aku juga sayang ayah...
Aku tidak ingin melawan ayah, tapi aku juga tidak bisa membohongi hatiku bahwa aku masih sangat menyayangimu.
Kalaupun kita harus berpisah, aku ingin sebelumnya kamu bisa menghapus anggapan ayah yang masih menganggap kamu buruk.
Aku merindukanmu...

Alyssa
_____

Cakka meremas-remas surat pemberian Ify. Digenggamnya dengan kuat gumpalan kertas -dari surat Ify- itu, kedua matanya terpejam. Ingin rasanya ia berteriak, bahwa ia juga merindukan Ify. Merindukan gadisnya yang sudah nyaris 2 minggu tak ditemuinya. Ia bersyukur karena setidaknya surat ini sudah menjadi bukti bahwa ia mencintai dan menyayangi seseorang yang tepat.
Lalu, hal apa yang bisa ia lakukan untuk membuktikan kesungguhan cintanya pada Ify..?? Bagaimana caranya ia meyakinkan ayah Ify bahwa Cakka yang sekarang berbeda dengan Cakka yang dulu..??

"Gue juga kangen sama lo Fy, tapi...gue mesti gimana..??" tanya nya pasrah. Kedua tangannya beralih menutupi wajahnya, rambutnya nampak acak-acakan sekali saat ini.

'Lakukan dengan hati dan niat lillahita'ala, Insya Allah semua beres'

Kata-kata itu. Kata-kata yang pernah diutarakan Ify kepadanya dulu, kini menjadi penyemangat untuknya. Membuat ia yakin bahwa ia bisa dan mampu menunjukkan kepada ayah Ify bahwa ia tidak akan menyakiti apalagi sampai merusak Ify
***

Tap..tap..tap..derap langkah kakinya bergema di koridor perkantoran yang cukup besar. Kepalanya bergerak kesana kemari, mencari sesuatu atau pun seseorang yang bisa mempertemukannya dengan pria paruh baya yang tak lain adalah ayah dari kekasihnya.

'Receptionist.' batinnya tersenyum lega.

Setelah berbicara beberapa menit dengan receptionist cantik itu, Cakka segera mengambil posisi disalah satu kursi tunggu yang berjejer didepan sebuah ruangan milik sang pemilik perusahaan.
Ia berusaha menetralisir degup jantungnya saat ini. Perasaan gugup yang semakin menjalar didirinya tidak menyurutkan niat pria ini untuk memperbaiki semuanya. Ia berencana untuk berbicara serius, empat mata dengan ayah Ify. Walaupun resiko berupa bentakan, cacian, umpatan dan segala macam sejenisnya itu akan diterimanya ia tidak perduli. Setidaknya, kalau pun ayah Ify bersikeras menentang hubungannya dengan Ify bukan dengan alasan bahwa Cakka anak berandalan karna biar bagaimanapun juga Cakka sudah berubah, Cakka yang sekarang jauh lebih baik dari Cakka yang dulu.

Suara pintu yang terbuka itu membangunkan Cakka dari lamunannya. Dengan perasaan tak karuan ia bergerak mendekati ayah Ify yang memasang tampang -sangat- tidak bersahabat diambang pintu sana.

"Mau apa kamu kesini..?? Disini tidak ada Ify." tutur ayah Ify ketus, matanya menatap tajam kedua bola mata milik Cakka

"Maaf om, Cakka gak bermaksud lancang, Cakka cuma.."

"Cuma apa..?? Cuma ingin merebut Ify dari saya dan membawanya kedalam kehidupan kamu yang suram itu, iya..??" tuduh ayah Ify. Nada bicaranya tetap tenang namun penuh emosi. Bagaimanapun juga, ini kantor. Dan sebagai pemilik sekaligus atasan tertinggi diperusahaan ini, ayah Ify harus bisa menjaga sikapnya agar image nya tidak buruk dihadapan karyawannya.

"Ngga om. Cakka..Cakka.." Cakka merasakan lidahnya kelu, terlalu sulit rasanya untuk merangkai kalimat yang pas agar dapat dipahami dengan mudah oleh ayah Ify.

"..om, Cakka udah berubah, Cakka udah gak berandalan lagi kayak dulu. Cakka serius sama anak om, Cakka gak mungkin nyakitin anak om dan merusak anak om.."

"Cukup.."

Potong ayah Ify membuat Cakka menghentikan ucapannya. Tangan kirinya -ayah Ify- bergerak perlahan menyusuri dadanya agak ke kiri. Nafasnya mulai memburu, entah mengapa ayah Ify mulai kesulitan melanjutkan ucapannya.
Cakka yang merasakan gelagat aneh itu berusaha mendekati ayah Ify. Beruntung saat itu ayah Ify tidak memarahinya saat Cakka menyentuh lengannya.

"Om..om kenapa..?? Om sakit..??" Cakka terlihat panik, ayah Ify tidak bisa menjawab pertanyaan Cakka. Dan dalam hitungan detik, tubuh ayah Ify melemas dan hampir terjatuh kalau saja tubuh Cakka tidak menahannya.
***

Cakka menutup yassin kecil ditangannya. Ia baru saja melantunkan surah tersebut sambil menunggui ayah Ify yang belum siuman. Ia belum mengabari Ify tentang ayah Ify yang masuk rumah sakit ini. Karena ia tidak ingin membuat cemas Ify, Ify pasti akan merasa sangat bersalah dan menyangka apa yang terjadi pada ayahnya saat ini adalah karena dirinya. Begitulah pikir Cakka. Dalam hati, Cakka terus berharap agar ayah Ify mau memberikan kesempatan sekali saja pada Cakka, dan mengizinkan Ify menjalin hubungan istimewa dengannya.
Cakka mendesah panjang dan tertawa lirih. Memang, sulit rasanya menghapus anggapan orang saat cap buruk -dan apalah sejenisnya- menempel didiri kita. Dan butuh perjuangan besar untuk membuktikan pada mereka bahwa dia mampu, bisa dan terbukti sekarang dia sudah berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya -setidaknya itu menurut anggapannya-.

Tanpa Cakka sadari, sepasang mata menangkap semua aktifitas dan raut penuh kekhawatiran diwajah Cakka. Ia mendengar bagaimana Cakka dengan tulusnya mengungkapkan betapa ia sangan menyayangi Ify dan berusaha untuk menjauhi Ify, jika itu yang diinginkan ayahnya.
Lelaki itu -pemilik sepasang mata yang memperhatikan Cakka- juga mendengar saat Cakka melantunkan ayat demi ayat dari surah yassin yang dibaca Cakka tepat disampingnya.
Satu yang mengisi pikirannya saat ini. Cakka sudah berubah. Lantas apa yang harus ia lakukan saat ini..?? Memberikan kesempatan kepada Cakka kah..??

.....
Ya Allah...dia satu antara seribu
Ku mohon jangan pisahkan aku
Mohon dengan sangat
.....

Desis suara semilir angin yang berhembus dari kaca jendela kamarnya, membuat tirai yang menghias jendelanya ikut menari seirama hembusan angin.
Meskipun dinginnya angin begitu menusuk kulitnya, ia tetap berdiri terpaku menatap langit penuh bintang malam ini.
Bintang dilangit itu memang banyak, tapi yang paling bersinar hanya satu. Seperti itulah pandangannya tentang Cakka. Cakka. Nama itu membuatnya tertawa kecil. Ia tidak pernah menyangka bahwa ia mampu menaklukkan lelaki 'liar' seperti Cakka. Bangga..?? Tentu saja. Karena selain ia mampu menaklukkan Cakka, ia juga satu-satunya wanita yang mampu membuat Cakka berubah, keluar dari lembah hitam dan memulai kehidupan yang baru. Namun sayang, sepertinya takdir tidak berpihak padanya. Buktinya, ayahnya dengan tegas menentang hubungan mereka.

"Ya Allah..kalau Cakka memang jodohku, tolong dekatkanlah. Dan kalau memang dia bukan jodohku, aku mohon..jodohkanlah."

Bisiknya lirih, tercetus bersama hembusan angin malam yang semakin kencang. Mungkin permintaanya terkesan memaksa, tapi...

Drttt...drttt...
Ponsel touchscreen miliknya berkelap kelip. Menandakan ada sebuah panggilan masuk disana. Begitu memperhatikan display handphonenya, ia mengerutkan kening. Merasa tidak mengenali siapa pemilik 'new number' ini. Dengan acuh, ia menekan tombol hijau dan segera menyapa.

"Hallo..apa..?? Kamu serius Kka..?? Oke aku segera kesana."

Klikk...ia memutuskan sambungan telpon. Dengan terburu-buru ia menyambar jaket ungu miliknya dan segera menyuruh Pak Man menyiapkan mobil untuknya.

Tak perlu waktu lama untuk Ify melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit Bakhti Husada itu. Apalagi jalan raya malam ini nampak lengang, jadilah ia dengan 'liar' memacu kendaraan roda empatnya, perasaan hatinya ‎​yang kalut, khawatir membuat rasa takut -karna memacu kendaraannya dengan kecepatan yang tak biasa- menguap seketika.

"Ayah.." serunya tertahan. Ia menangis melihat ayahnya tergolek lemah diatas tempat tidur rumah sakit.

Dengan sebuah isyarat -menggunakan tangan kanannya- ayah Ify menyuruh Ify berjalan menghampirinya. Seolah belum sadar ada Cakka disana, Ify langsung menghambur ke pelukan ayahnya.

"Ayah kenapa..?? Jantung ayah kumat lagi..?? Ayah pasti lupa minum obat, ayah membuat Ify takut."

Ify berkata tanpa jeda dengan air mata yang terus membasahi kedua pipinya. Ayahnya tertawa pelan sambil mengelus sayang rambut panjang Ify.
Ify melepaskan pelukannya dan terlonjak kaget saat mendapati Cakka berdiri tegak disampingnya.

"Ca..Kka" ucapnya ragu-ragu. Diliriknya ayahnya melalui ekor matanya.

Hei. Mengapa ayah tersenyum..?? Apakah ayahnya tidak marah dengan kehadiran Cakka disini..??
Seolah mengerti kebingungan Ify, ayah Ify berdehem pelan. Dengan susah payah ia meraih tangan kanan Ify dan Cakka, kemudian menyatukannya.

"Ayah tau, ayah salah menilai selama ini. Cakka pantas untuk kamu Fy, dan ayah..ayah sudah merestui kalian. Karna Cakka sudah membuktikan pada ayah bahwa dia berubah." jelas ayah Ify.

Air mata Ify semakin tidak terbendung "ayah..."

Dengan cepat ia kembali memeluk ayahnya. Rasanya terima kasih saja tidak cukup untuk membalas restu yang ia peroleh dari ayahnya. Ia senang karena apa yang ia harapkan menjadi kenyataan. Apa yang ia panjatkan dapat dikabulkan. Allah memang tidak pernah memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya. Dan pastinya, selalu ada hikmah yang tersimpan dibalik semua masalah yang kita alami.

"Om harap, kamu tidak akan mengecewakan om. Jangan pernah kamu menyakiti Ify, karena om pastikan kamu tidak akan selamat jika hal itu terjadi." celetuk ayah Ify setengah bercanda, diiringi tawa kecil dibelakangnya. Namun Cakka mengerti betapa ayah Ify mengucapkannya penuh kesungguhan.

"Cakka akan menjaga dan menyayangi Ify, sebagaimana om menjaga dan menyayangi Ify selama ini, om" ucap Cakka mantap, ayah Ify tersenyum dan mengangguk kecil.

"Ify sayang ayah" ucap Ify disela-sela tangisnya. Ia belum melepaskan pelukannya sama sekali. Tanpa berkata-kata, ayah Ify mencium kening anak tersayangnya itu.

"Ayah juga sayang Ify"


=====

Endingnya gak jelas yah..???
Aduhh..gak tau deh, idenya nyetop sampe disitu doang soalnya._.v. FYI, ini bikinnya dari jam 9 malem sampe hampir jam setengah ‎​‎​1 lho, yaaa..sekitar 3 setengah jam-an gitu lah *upps gakda yang nanya yah-_-*
Hemmm untuk pertama kalinya mencoba couple yang baru (baru buat gue maksudnya) semoga ngefeel yah, kayak yang RiFy (kayak biasanya orang ngefeel aja tiap baca cerita RiFy gue--')
Udah ah..semoga kalian suka dan kalau emang menurut kalian ada yang perlu dikritik silahkan isi kolom kosong dibawah ini :)

Song : Mohon Dengan Sangat ost. Kiamat Sudah Dekat


 ‎​_With Love Nia Stevania_



0 komentar:

Posting Komentar