-- Memories --
Part 8
"Lupa loe, neng? Kisah
gue ama Dayat tuh udah game-o-ver-!"
Aku baru ingat kalau dua hari yang lalu tepat sehari setelah
Dayat berulang tahun, Sivia dan Dayat memutuskan untuk mengakhiri hubungan
mereka. Alasannya menurutku sepele tapi entahlah...bagiku keduanya sama-sama
salah. Aku menyimpulkan itu semua berdasarkan....
»»
"Oke...kalau emang loe ngerasa Sivia kaya gitu sama loe,
tapi bukan berarti loe bisa jadian ama si Iley,
kan?" komentar
ku setelah mendengar penjelasan Dayat. Kebetulan saat ini aku hanya bertiga
dengan Dayat dan Lintar. Sedangkan Sivia, Shilla, Zahra dan Angel sedang
mengikuti penyuluhan -lagi- sebagai anggota PMR.
"Ya..karena dengan Iley, gue bisa
ngerasain apa yang emang pengen gue rasain Fy." jawab
Dayat, Lintar hanya diam mendengarkan pembicaraanku dengan Dayat.
Sumpahhh...alasan Dayat buatku terlalu childish, hanya karena Sivia selalu menolak ajakan Dayat untuk mengantarkannya pulang -dengan alasan malu, yang ku anggap wajar
untuk anak SMP yang baru pacaran- Dayat memilih untuk selingkuh dengan
Iley, adik kelasku yang masih kelas VII.
"Please yah, Day, gue cuman mau loe bisa
berpikir lebih dewasa. Rumah Sivia tuh deket nggak nyampe 10 menit juga dari
sekolahan, jadi kalau dia nolak ajakan loe buat pulang bareng wajar, kan?
Lagian kalau Sivia pulang bareng loe, gue pulang bareng siapa?"
"Ya okey..gue salah tapi Sivia juga
salah dong, kenapa kalau Iyel yang ngajak dia nggak nolak?
tapi giliran gue yang ngajak selalu nolak.."
Aku terdiam, kalau
begini kesalahan memang bukan hanya pada Dayat tapi juga Sivia.
"Tapi..semestinya loe ajak dia ngomong baik-baik, bukannya malah
selingkuh gini, sama ade kelas pula.." aku menghela nafas sebentar. "Dan loe tau? Hanya karna ini gue
pastiin Iley bakalan dibenci sama anak kelas 3 terutama gue, Shilla, Zahra dan
Angel!" ujarku lagi. Aku punya alasan kenapa aku berkata seperti itu.
Karena memang pada dasarnya setiap senior tidak menyukai dengan junior yang
sok-sok-an, kan? Apalagi kalau kasusnya seperti ini. Menjadi orang ketiga dalam
hubungan salah satu best couple disekolah, di tambah lagi Iley jelas tahu betul
kalau Dayat dan Sivia masih berhubungan...
"Jadi gue harus gimana?" Dayat menunduk kan kepalanya,
kasihan juga melihatnya seperti itu. Aku tahu, sebenarnya yang Dayat rasakan
adalah 'hambar' nya hubungan yang terjalin diantara ia dan Sivia. Sivia yang
kurang perhatian, padahal Dayat selalu berusaha mengerti semua keinginan Sivia.
Dia nggak pernah melarang Sivia untuk dekat dengan pria mana pun. Sedangkan
Sivia selalu cemburu tiap Dayat terlihat dekat dengan salah satu murid
perempuan dikelasku.
Lintar menepuk-nepuk
punggung Dayat. "Makanya Day, kalau
ngambil tindakan dipikir dulu dong.." ujarnya halus, aku mengangguk
membenarkan perkataan Lintar.
"Iya..gue tau gue salah, terus masa iya gue harus jujur sama Sivia
kalau gue pacaran sama Iley?" tanya nya, ia terlihat putus asa.
"Kalau emang itu yang terbaik, why not? Lebih baik, Sivia tau
sekarang dari mulut loe daripada dia tau belakangan dari mulut gue atau mulut
yang lainnya.." ujarku berusaha bijak, entahlah tapi ku rasa apa yang
aku ucapkan adalah keputusan yang benar.
"Tapi, apa Sivia nggak sakit hati nanti?"
Aku dan Lintar saling
menatap satu sama lain, sama-sama bingung untuk memberikan solusi yang
benar-benar aman untuk Dayat dan juga Sivia.
"Sivia bakalan lebih sakit hati lagi kalau kelamaan lo bo'ongin
Day." ujar Lintar akhirnya.
"Gini deh Day, kita udah kasih solusi yang menurut kita baik tapi
semua balik lagi ke elo, elo yang berhak nentuin ngikutin saran kita atau
ngikutin kemauan loe sendiri.." aku menatap Dayat tajam berharap apa
yang aku sampaikan dicerna baik olehnya.
"Dan apa pun keputusan loe, gue dukung, selagi itu nggak ngebuat Sivia
lebih sakit hati lagi." sambungku.
Lintar menyela
ucapanku. "Yahh..gue setuju sama pendapat Ify!"
"Satu hal yang harus loe
inget, jangan sampai keputusan yang loe ambil itu bakalan buat loe
menyesal nantinya, jadi pikirin dengan baik.." lanjutku lagi, kemudian
menepuk pundaknya sebentar dan pergi bersama Lintar meninggalkan Dayat sendiri
didalam kelas...
««
Aaahhhh...aku jadi merasa bersalah pada Sivia jika mengingat
itu. Karena tanpa ku sadari, aku sama saja telah membantu Dayat untuk
membohongi Sivia, aku membiarkan Dayat berselingkuh dibelakang Sivia.
Sivia.....forgive me please!
"Sorry yah,
Vi..." ucapku setelah mengingat itu semua, Sivia terlihat mengerutkan
keningnya.
"Buat?"
"Karena
sebelumnya kan gue udah tau kalau Dayat selingkuh tapi gue malah--"
Sivia memotong ucapanku.
"Udahlah Fy, semua mungkin emang salah gue. Sekarang kita nggak usah mikirin itu lagi oke?" pintanya, aku mengangguk setuju.
Huhhh setidaknya aku bisa melupakan Alvin sebentar.
"Ya udah,
kita ke lapangan depan aja yuk,
ngeliat Iyel main basket, Rio juga ikut main lho~" goda Sivia, ia menyenggol pelan lenganku. Tanpa ku minta
rona-rona merah menyembul di pipiku...ehheee engga deh, bo'ong. Mana aku tau
pipiku merona atau ngga...
"Ihh..apadeh lo
Vi~"
Sivia tertawa. "Ahahaa...se-nggaknya,
biar nggak dapet Alvin kan, loe dapet Rio.." ujarnya, kemudian
berjalan meninggalkanku.
"Siviaaaaaa!"
seruku sambil menyusulnya.
Sesampainya di lapangan basket..
"Udah deh,
nikmatin tuh permainannya Rio, daripada diem dikelas bikin sakit hati.." aku mengangguk membenarkan
perkataan Sivia.
Wawwww..ternyata Rio memang keren.
Hello...kemana aja loe Fy sampe baru sadar kalau Rio itu
keren?
Dia tersenyum, aku tak salah lihat, Rio tersenyum kikuk kearahku,
agak canggung mungkin....dan aku membalasnya dengan kikuk juga. Bayangkan! Sudah
lebih dari 2 tahun aku tak pernah bertukar senyum dengannya....ahahaa, aneh..
-----
Hemmm...aku mulai merasa kalau selama ini aku sudah memiliki
terlalu banyak kesalahan pada Rio, dengan sikapku yang terlalu....entahlah terlalu
apa, yang jelas itu bukanlah prilaku yang benar.
Masa hanya karena Rio menyukaiku, aku menjauhinya dan
memusuhinya hingga kami kelas 3? Silahkan kalian hitung sendiri, berapa lama
aku memusuhinya hanya karna persoalan sepele....
'Rio...aku minta
maaf!'
Apalagi semenjak kelulusan aku tak pernah bertemu dengannya.
Pernah sih, kalau kebetulan dia lagi nongkrong dirumah Iyel. Kebetulan rumahku
dan Iyel berdekatan, tapi biasanya aku hanya berani mendengar suaranya bukan
menatap wajahnya.
Ya ialah...bagaimana aku bisa menatap wajahnya kalau setiap
aku ingin -diam-diam- mendengarkan
suaranya, aku hanya duduk manis diteras rumahku bukan didepan rumahnya Iyel.
Aku jadi ingat, saat dengan susah payah aku mengumpulkan
keberanianku untuk meminta maaf pada Rio. Saat itu.....
»»
Hari ini adalah hari
jum'at dan besok sabtu, besoknya lagi minggu. Semua orang juga tau...tapi bukan
itu yang ku maksud. Itu artinya hari ini adalah hari terakhir aku sekolah dalam
keadaan lebih tenang, karena senin depan aku akan melaksanakan UAN sedangkan
besok aku masuk sekolah hanya sekedar untuk mengecek dimana ruangan ujianku dan
dimana aku duduk nantinya.
Seperti biasa setiap
jum'at pagi, sekolah ku selalu melakukan senam pagi berjama'ah. Berhubung hari
ini seluruh jam pelajaran dikosongkan, maka selepas senam akan diadakan jum'at
bersih alias bersih-bersih massal. Huhhh...melelahkan pastinya, keluhku dalam
hati.
"Akhirnya....selesai juga kerjaan kita!" ujar Zahra yang
langsung menghempaskan tubuhnya di pelataran kelas. Aku, Shilla, Sivia dan
Angel ikut mengistirahatkan diri disamping Zahra.
"Sekarang kita ngapain nih?" tanyaku pada salah satu
diantara mereka. Semua nampak berpikir.
"Aha! Kita minta maaf aja gimana?" usul Shilla.
Alis ku bertaut,
bingung tak mengerti dengan maskud ucapan Shilla. "Maksudnya?" tanyaku dengan tampang polos.
"Ya elah Fy, kaya zaman SD itu lho kan pas mau ujian kita
maaf-maaf-an gitu sama guru-guru, adek kelas, ya minta doain juga sama mereka
sekalian biar kita bisa lulus." ujar Shilla, menjelaskan.
"Boleh!"
Akhirnya kami berlima
mulai mengitari seluruh penghuni sekolah satu persatu. Dimulai dari kantor
guru, kami menyalami satu persatu guru yang berada disana, memohon ridho supaya
kami bisa mengerjakan soal ujian dengan baik. Kali aja ada salah satu guru yang
punya dendam kesumat sama kami berlima, who knows?
Biar kata aku dan
teman-temanku termasuk murid yang patuh, tetep aja kan nggak ada yang tau kalau
ternyata tanpa kami sadari, kami sudah membuat guru-guru jadi memendam rasa tak
suka terhadap kami.
Aku, Shilla. Sivia,
Zahra dan Angel telah selesai menghampiri guru-guru dan ini saatnya kami
menghampiri adik-adik kelas kami yang berada digedung sebelah. Lelah juga
rasanya setelah sekian lama tidak menginjakkan kaki digedung ini -gedung waktu
aku kelas satu-. Ternyata tidak banyak perubahan, hanya saja kelas pada lantai
dua yang biasanya dibiarkan kosong kini sudah mulai digunakan. Aku dan yang
lainnya mulai meniti satu persatu anak tangga untuk bermaafan dengan adik kelas
kami yang berada dilantai atas. Selain itu menurut kabar wali kelas kami juga
berada disana. Pantas saja saat tadi kami mencari beliau, kami sama sekali
tidak menemukannya...
Aku menduduk-kan
diriku disalah satu kursi yang terjejer didepan kantor guru, dengan kaki yang
kubiarkan terbentang kedepan aku mulai menyenderkan kepalaku pada sandaran
kursi.
"Huhhh..pegel kaki gue.." keluh Shilla sambil
memijit-mijit kakinya.
"Iya nih, berasa banget deh gempornya." tambah Zahra.
Tiba-tiba Sivia
memutar badannya yang semula menghadap lapangan menjadi kehadapanku.
"Loe nggak jadi ngejalanin rencana lo Fy?" tanya nya.
Aku mengernyitkan
dahi, heran. "Rencana? Rencana
apa?" tanyaku dengan tampang polos. Entahlah..aku sendiri bingung dengan
rencana yang dimaksudkan Sivia. Atau aku yang lupa?
"Ahelahhh..pake lupa lagi, katanya loe mau minta maaf sama
Ri...awww!" Sivia meringis. Memang aku tadi secara refleks menyubit
kecil lengannya, daripada dia ember...
"Waduhh...loe mau
minta maaf ama siapa Fy?" tanya
Shilla, Zahra dan Angel mengangguk ingin tahu.
Aku jadi
tersenyum, senyuman yang aneh. Mau jujur malu, kalau nggak jujur dijamin deh nggak
dipercaya secara mereka tau banget aku nggak
gampang bo'ong.
"Malah diam..." ceplos Zahra yang sepertinya sudah tak sabar.
"Minta maaf sama Ri...o.." jawabku
pelan.
"Hahhhh?!!" Shilla, Zahra dan Angel terkejut berjama'ah.
Tuhkan...apa ku bilang, malu kan jadinya. Entahlah sudah jadi apa muka ku saat
ini.
"Iiihh..tapi nggak jadi tau~" ralatku cepat.
"Lho kenapa nggak jadi?" tanya
Angel.
To be continue
0 komentar:
Posting Komentar