-- Memories --
Part 7
"Pandangan
pertama...awal aku berjumpa~" senandung Dayat sambil mesem-mesem.
Jelas sudah ia menggodaku, apalagi saat ku perhatikan ternyata saat ini
posisiku bisa dibilang berhadap-hadapan dengan Alvin meskipun dibangku yang
berbeda. Aku duduk dikursi
yang terletak disamping kiri sedangkan Alvin disamping kanan dan ditengah-tengah
kami ada Dayat yang sedang bernyanyi.
Anehh..nggak biasanya Alvin diam, bukan hanya diam malah,
tapi juga terkesan..malu-malu?
-----
Aaahhh..tiba-tiba aku merindukan senyum itu. Senyum yang
hampir tak pernah ku lihat, apalagi dalam kondisi sedang 'diejek' seperti waktu itu.
Rintik hujan yang sedari tadi deras mulai mereda. Aku sempat
menadahkan tanganku untuk menampung air hujan. Lalu...
Cessss..
Air itu ku cipratkan ke arah depan. Setelah puas bermain air
hujan, aku berlari menerobos rintik hujan itu menuju sebuah kelas yang berada
disebrang kelas tempat ku berdiri saat ini.
Yahhh..ini dulunya adalah kelas IXe. Kelas unggulan -lagi-. Aku semakin berbangga hati
begitu mengingat soal kelas unggulan ini, pasalnya dari awal kelas VII aku
sudah menempati kelas unggulan hingga kelas IX, kelas IX itu baru aku tempati pada semester kedua.
Aku membuka pintu kelas itu secara perlahan, kemudian pandanganku
menyapu isi kelas yang mulai mengalami beberapa perubahan. Salah satunya warna
cat dan beberapa hiasan kelas yang -mungkin-
merupakan buah tangan penghuni kelas pada tahun ini.
Aku kembali menuju bangku yang pernah menampungku saat kelas
IX dulu, deretan pertama dekat pintu dan paling depan.
Sebuah gitar yang terletak dibangku pojok paling belakang
mengingatkan ku pada....
.......
Jrenggg...suara
petikan gitar itu mulai terdengar hingga ke kelasku. Aku, Shilla dan Sivia yang
tadinya sibuk bergosip, karena memang jam pelajaran yang kosong mengalihkan
perhatian ke suara petikan gitar tersebut. Shilla clingukan ke jendela kelas,
ingin memastikan siapa yang sedang menggenjreng gitar saat itu.
Tetttt...Tettttt....
Bertepatan dengan itu, bel tanda istirahat berbunyi, kami
pun memutuskan untuk beristirahat. Berhubung Zahra dan Angel belum kembali dari
toilet, maka kami bertiga menunggu didepan pintu kelas.
Dari kelasku, aku bisa melihat segerombolan murid laki-laki
yang sedang berkumpul ditaman kosong yang memisahkan kelas IXd dan IXc.
Pasti suara tadi berasal dari mereka. Setelah beberapa menit
menunggu, akhirnya Zahra dan Angel telah bergabung bersama kami, dan kami pun
memutuskan untuk segera menuju warung samping sekolah, warung langganan kami.
"Eh..eh..kayaknya
gue nggak jadi ikut bareng kalian deh.." ujar Sivia tiba-tiba, kami
memandang Sivia dengan tatapan bertanya.
"Kenapa Vi?"
tanyaku mewakili yang lain.
"Gue ada janji
sama Bu Dina, jadi kayanya gue jajan dikantin sekolah aja deh." aku
mengangguk.
"Kalau gitu,
gue nemenin Sivia aja deh yah." ujar Zahra.
"Oke...loe Shill, Ngel?" tanyaku pada Shilla
dan Angel, keduanya kompak menggeleng.
"Ya udah Vi,
Ra, kita pergi dulu yah. Bye!"
Aku, Shilla dan Angel pun pamit.
Untuk menuju warung yang letaknya disamping sekolah itu,
aku, Shilla dan Angel mau tak mau harus melewati sekelompok siswa yang tak lain
adalah anggota gank nya Cakka. Beuhhh..kalau Shilla mah pasti seneng. Kalau
Angel...kayanya dia masih kurang nyaman apalagi disana ada Sion, seseorang yang
pernah menjadi pacar Angel dalam waktu nggak genap sehari. Kalau aku...nggak
tau kenapa aku malah jadi dag dig dug yah. Apa karna disana ada Rio?
Hahhhh...Rio, aku bingung kenapa sekarang aku merasa ada
sesuatu yang berbeda tiap aku mengingat atau menyebut nama Rio. Bahkan sehari
saja tak melihat wajahnya, aku jadi gelabakan sendiri. Belum lagi sikapku
akhir-akhir ini yang kurasa mulai melunak terhadap Rio, nggak seperti dulu yang
selalu membuang muka atau menatap sinis. Tapi terkadang aku justru berusaha
mencari-cari perhatian didepan Rio. Oh my gosh...gue kenapa?
"Kau hancurkan
aku dengan sikapmu...tak sadarkah kau telah menyakitiku~"
Lagu itu disenandungkan oleh salah satu dari segerombolan
anak cowo ditaman itu. Aku yang sebentar lagi akan melewat mereka menjadi
semakin deg-deg-an tak karuan.
"Lelah hati ini
meyakinkanmu...cinta ini membunuhku~" pada bagian ini, lagu itu
dinyanyikan dengan penuh penekanan. Seakan-akan lagu itu ditujukan untuk salah
satu dari kami bertiga -aku, Shilla, dan
Angel-. Bukannya GR, tapi memang hanya ada kami bertiga selain mereka
disana. Dan ternyata, salah satu yang menyanyikan lagu itu adalah Rio. Tepat
saat ia melantunkan bait itu, ia menatap tajam kearahku seolah berkata, "lagu ini buat loe, Fy! Buat loe!"
Ahahaa...aku GR kali yah..
-----
Air mataku meleleh, ternyata aku benar-benar merindukannya,
merindukan sosok Rio yang lebih dari 3 tahun tak pernah ku temui. Hahhh...aku
kangen kamu Yo, bisikku dalam hati.
Aku kembali mengamati ruangan kelas ini, aku sadar kalau
ruangan ini benar-benar penuh kenangan rupanya. Terutama saat menjelang UAN,
begitu banyak cerita yang terjadi saat itu. Salah satu yang ku ingat adalah
saat dimana aku merasa sakit hati ketika Alvin mencurahkan isi hatinya mengenai
rasa cinta yang masih tersimpan untuk sang mantan. Bukan denganku memang ia
menceritakan semuanya, lebih tepatnya dengan Lintar, Debo, Ray, Dayat, Shilla,
Zahra dan Angel yang memang cukup dekat dengannya..
......
Hari ini seluruh siswa/i kelas IX tidak begitu aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Berhubung UAN didepan mata dan try out kami baru saja
berakhir, kami diberikan kebebasan sejenak untuk santai. Bisa dibilang ini
adalah minggu tenang sebelum minggu depan kami melaksanakan UAN. Dan salah satu
kebiasaan dikelasku saat jam santai seperti ini adalah, curhat massal!
Ahahaa..lucu memang, tapi kami sudah terbiasa. Kadang kami
curhat dengan kelompok kecil kami, kadang juga kami curhat secara bersama-sama
dengan berkumpul dipojok kelas sambil lesehan. Tak perduli mereka adalah
lelaki, para siswa dikelasku pun ikut membaur dengan para siswi. Apalagi jumlah
laki-laki dikelas ini hanya 6 orang, jadi para laki-laki itu sudah terbiasa
bergabung dengan kami.
Ku lihat dipojok kelas teman-temanku mulai berkumpul, duduk
secara asal. Ada yang dibangku, atas meja atau lesehan. Hanya aku yang memilih
untuk duduk didepan kelas, bukan tak ingin berbagi hanya saja aku merasa
canggung jika harus berada dalam satu kelompok bersama..Alvin..
Yahhh..disana Alvin lah yang akan mencurahkan isi hatinya.
"Gue masih
sayang sama Aren.."
Aku bisa mendengar suara Alvin itu meski samar-samar. Jujur,
aku cemburu, aku sakit hati. Aku...aku ingin teriak rasanya saat itu juga, tapi
aku tak bisa..
"Tapi, loe
sama Zeva belum putuskan, Vin?"
Aku tahu pertanyaan itu pasti berasal dari Shilla.
"Gue udah mau
mutusin dia tapi dia nya nggak mau. Sedangkan Aren baru mau balik sama gue
kalau gue udah putus sama Zeva.."
Ya Allah...aku sakit hati, aku rasa mataku mulai memanas,
pandanganku mulai mengabur. Sebelum butiran kristal hangat itu benar-benar
terjatuh, aku lebih dulu menengadahkan wajahku menghadap kangit-langit kelas.
"Nggak mau ikut
curhat bareng Alvin, Fy?" tanya seseorang tiba-tiba, aku menatap orang
yang tak lain adalah, Ray.
Aku menggeleng kecil.
"Nggak." jawabku singkat, karena memang hanya itu yang dapat ku
lontarkan.
"Jiahh...Alvin
lagi sedih itu...mestinya loe semangatin dong, loe kan pacarnya~" ujar
Ray, aku tahu dia bercanda. Lantas aku mendorong pundak Ray pelan, pura-pura
kesal.
"Apadeh lo Ray,
gue lagi gak mood yah buat bercanda~"
"Idihhh..siapa
yang bercanda? Ya udah deh, gue gabung sama yang lain yah.." Ray
pamit, aku sendiri lagi.
Hahhh...aku tak tahu mengapa tiba-tiba aku menjadi seperti
ini.
Seseorang menyentuh halus
pundakku, aku mengangkat wajah. Kudapati wajah Sivia yang tengah tersenyum
menatapku. "Loe nangis, Fy?"
tanya nya, aku menggeleng dan tersenyum tipis. Padahal aku tahu itu percuma karena
Sivia cukup peka terhadapku.
"Gue tau, loe
pasti sakit hati kan, denger curhatannya Alvin?" ujar seseorang yang
lain, ternyata itu Shilla.
"Aduhh..gue
baik-baik aja kok, beneran deh. Nih gue senyum nih.." aku berusaha
meyakinkan Sivia dan Shilla yang sudah mengambil tempat duduk dikanan dan
kiriku, dengan senyum yang kupaksakan untuk berkembang dibibirku. Tapi, yang
terjadi pada mataku, justru berbanding terbalik dengan apa yang ditunjukkan
oleh bibirku.
"Shill! sini deh!"
tanpa melihat siapa yang memanggil Shilla pun aku sudah tau kalau itu
suara...Alvin.
Shilla menepuk-nepuk halus pundak ku, aku beralih
menatapnya, ku lihat ia menggigit kecil bibir bawahnya sepertinya ia tak enak
denganku. Aku tersenyum berusaha memberitahu bahwa aku baik-baik saja.
"Udah Shill, gue nggak
papa kok." ujarku, dengan enggan Shilla kembali menghampiri Alvin dan
yang lainnya ke pojokan kelas.
"Percaya deh,
Alvin ama Shilla cuman curhat doang kok.." ujar Sivia, aku menoleh
kearahnya.
"Iya! Gue tau
kok. Lagian wajar kali kalau Alvin curhat ama Shilla, Shilla kan cukup deket
sama Aren ya kali aja Shilla bisa bantuin dia buat balikan sama Aren." ujarku
lagi.
"Kita ke depan
yuk, gue mau liat emm...Iyel lagi main basket tuh." ajak Sivia
malu-malu.
Aku melayangkan sebuah toyoran kecil ke kepalanya. "Huuu..udah punya Dayat juga.." cibirku.
"Lupa loe, neng? Kisah
gue ama Dayat tuh udah game-o-ver-!"
Aku baru ingat kalau dua hari yang lalu tepat sehari setelah
Dayat berulang tahun, Sivia dan Dayat memutuskan untuk mengakhiri hubungan
mereka. Alasannya menurutku sepele tapi entahlah...bagiku keduanya sama-sama
salah. Aku menyimpulkan itu semua berdasarkan....
To be continue
•••••
0 komentar:
Posting Komentar