-- Memories --
Part 4
Aku tengah duduk sendiri di bangku ku sambil mencoret-coret
buku tulisku dengan kasar. Saat ini guru-guru sedang rapat jadi pada jam ini
pembelajaran dikosongkan. Shilla mengajak Angel ke kelas VIIc untuk menghampiri
gebetannya. Sivia dan Zahra sedang ke toilet dan hanya aku yang menetap dikelas
bersama murid-murid lainnya.
Aku melihat seseorang telah duduk di bangku depan. Arah
duduknya diputar menghadapku, huhhh kirain siapa ternyata.
Aku menghentikan aktifitas mencoretku dan menatap aneh ke
arahnya. "Ngapain loe Lint, duduk
disitu?" tanyaku, Lintar tersenyum nakal. Oh God...jangan bilang
Lintar udah tau soal Alvin. Lintar juga salah satu alumni SD ku, sudah bisa
menebakkan kalau dia juga tau tentang sejarah "Ify-Alvin"...
"Cieee..yang
mau ketemu pacarnya~" goda Lintar, jujur aku sempat merasa
malu, entahlah malu karena apa yang jelas aku merasa kalau pipiku mulai memanas
saat ini.
"Apaan sih loe?" selaku, berusaha menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba datang
itu.
"Hummm..kayanya
nih Fy, elo sama Alvin jodoh deh."
celetuk Ray yang entah sejak kapan sudah duduk disamping Lintar.
Alisku bertaut, keningku berkerut. "maksud loe?"
Ray berdehem kecil. "Ehmmm...maksud
gue tuh yah kok bisa sih dia pindah sekolah, ke sekolah kita lagi. Padahal
setau gue dulu yang ngotot pengen nerusin sekolah ke Malang kan dia nah
sekarang kenapa dia tiba-tiba pindah?" Ray beropini, aku mencibir
pelan.
"..dan gue rasa
dia emang jodoh loe, karna ibarat kata biar pun loe berdua kepisah jauh banget tapi
ujung-ujungnya pasti ketemu lagi!" Sambungnya dengan tampang sok
serius, aku mendengus pelan.
"Udah ngomongnya?
Nggak mutu tau ngomongin dia,"
"Ahelah...ntar
juga loe bakalan seneng kalau udah
liat orangnya." cibir Lintar,
aku mengangguk malas.
"Ya..ya..ya..terserah
apa kata loe aja deh."
Lintar bangkit dari duduknya dan menepuk pundak Ray. "Kita keruang kepala sekolah yuk, cari tau
aja Alvin masuk kelas mana!" Ajaknya, Ray mengangguk.
"Ayo! Kali aja
dia sekelas ama kita." ujar Ray sambil melirik nakal ke arahku, aku
melengos.
"Kalau sekelas
berarti..." Lintar menggantungkan kalimatnya. "...jodoh!" sambungnya bersamaan dengan Ray. Aku yang
sudah siap dengan buku paket matematika yang sudah ku gulung-gulung untuk
menimpuk mereka, tapi apa daya mereka sudah menghilang entah kemana.
***
Sudah lebih dari seminggu Alvin menjadi murid tetap di
sekolahku. Untungnya dia tidak memasuki kelas yang sama denganku, padahal aku
sudah harap-harap cemas, takut kalau-kalau dia akan sekelas dengaku karna dia
termasuk anak yang pintar. Tapi berhubung dia masuk pada pertengahan semester
dua, jadi kepala sekolah menempatkannya di kelas VII1.
Tidak masuknya Alvin dikelasku ternyata tidak menjadi alasan
bagi mereka untuk berhenti mengolok-olok ku. Huhhhh....bosan rasanya mendengar
itu semua.
"Jujur deh Fy, loe
suka kan sama Alvin?" tanya
Shilla tiba-tiba terkesan menuduh sih, sambil membersihkan tangannya yang
kotor. Saat ini aku dan Shilla sedang berada disamping musholla sekolah,
tepatnya ditempat wudhu.
"kata siapa?"
tanyaku datar, sudah ku bilang aku malas membahasnya.
"Loe nggak bisa
ngebo'ongin gue, gue bisa baca mata loe" ujarnya, ia
mengibas-ngibaskan tangannya yang basah hingga mencipratkan butir-butir kecil
air ke wajahku.
"Aaahhh...Shillaaaaa...basah
tau!" aku mengusap-usap wajahku dengan kedua tanganku, sementara
Shilla terkikik melihatnya. "Nggak
lucu deh Shill!" sambungku dengan tampang cemberut.
"Jadi gimana?
Bener kan kata gue, kalau elo suka sama Alvin!"
Aku menghembuskan nafasku pelan, yah..mungkin aku tidak bisa
berbohong pada Shilla yang memang peka terhadap orang-orang disekitarnya. "Oke...oke...gue emang suka sama dia--"
Belum sempat aku melanjutkan, Shilla sudah memotong ucapanku.
"Tuhkan bener!!"
"Tapi itu
DULU...dulu banget waktu masih SD, waktu dia masih berprestasi sekarang
sih.." aku melanjutkan ucapanku dan memberikan penekanan saat aku
mengucapkan kata 'dulu'.
"Lha..emang
sekarang dia gimana?"
"Loe liat sendiri
lah Shill, dulu tuh Alvin polos banget, ngga kayak sekarang terutama
semenjak dia deket sama gank cowo loe tuh.."
Shilla memukul pelan bahu ku. "Yee...jangan salahin cowo gue dong."
Aku tersentak kaget.
"Emang loe sama Cakka beneran udah jadian?"
"Hee...belum
sih...ehehee." Shilla meringis kecil. "Eh tapi nih ya, denger-denger ada anak cewe yang sekelas sama
Alvin yang lagi suka sama Alvin dan mereka...emmm cukup deket.." ujar
Shilla menyambung ucapannya.
Aku memasang tampang datar, biasa ajalah..emang ada yang
salah kalau ada cewe lain suka sama Alvin? "Terus?"
"Yaaa..gue cuman
pengen ngasih tau aja..." Shilla kembali menggantungkan kalimatnya,
aku memperhatikan wajah Shilla yang tengah tersenyum pada seorang murid
perempuan. Entahlah...aku juga tidak tau siapa gadis itu.
"Loe liat cewe
itu kan, Fy?" tanya Shilla sambil menunjuk ke arah gadis yang
dilempari senyum olehnya tadi.
Aku mengikuti arah telunjuk Shilla dan mengangguk. "Dia? Yang tadi loe senyumin itu kan?
Emang kenapa?" tanyaku agak heran.
"Dia Oik, cewe
yang gue bilang lagi suka sama Alvin, saingan loe!" aku hanya memasang
tampang biasa, kemudian mendelik garang ke arah Shilla saat mengingat ucapan
Shilla 'saingan loe'. Aduhhh....apa
lagi tuh pake saingan segala? nggak mutu kali yah..
"Pokoknya Fy, apa
pun yang terjadi...gue lebih setuju kalau elo yang jadi cewenya Alvin, bukan
dia!" ujar Shilla -lagi-
semangat sambil menepuk-nepuk pundak ku, seolah ingin meyakinkan ku kalau aku
yang terbaik untuk Alvin. Iuhhhh...apadeh Shilla, nggak penting banget.
"Apadeh loe Shill
pake saingan segala, nggak mutu tau, saingan cuman buat ngerebutin cowo. Kalau
saingan dalem hal pelajaran sih masih mending...tapi kalau buat Alvin..." aku
menggidikkan bahu, mengisyaratkan 'nggak
banget deh' kaya gitu. "Makasih
deh" sambungku melengos.
Shilla mencibir.
"Entar kalau Alvin beneran pacaran aja sama Oik, nyesel deh.." aku
kembali melengos mendengarnya.
-----
Aku tertawa kecil saat memori itu berputar diotak ku, memori
saat aku masih kelas VII, masih culun-culunnya. Dan satu hal yang telah ku
sadari saat ini, dulu..aku terlalu naif soal cinta.
Aku melangkahkan kakiku ke kelas yang terletak paling pojok
dari urutan kelasku, kelas VII3. Meskpun sepi dan aku rada penakut, tapi entah
mengapa rasa takut itu menguap seketika. Aku berjalan melangkah ke arah kursi
barisan kedua dari pintu. Kemudian kembali melangkah menuju kursi paling
belakang. Kursi itu dulunya pernah ku duduki saat ulangan kenaikan kelas dan
anehnya, aku dan Alvin bisa sekelas.
Ku cukupkan petualanganku digedung ini –gedung terasing dibelakang sekolah-, dimana memori
tahun 2007 itu terputar kembali saat aku menginjakkan kakiku disini, tadi. Aku
mulai melangkah, menjauh dari gedung ini menuju gedung utama SMP ku. Ternyata
berlama-lama digedung terasing itu horor juga, sendirian pula...iiihhh
-----
Kini aku telah berada digedung utama kembali. Bukan...bukan
di aula, tempat dimana acara reuni itu berlangsung. Tapi disalah satu kelas,
kelas VIIId. Hahhh...aku tersenyum bangga melihat papan plang yang sudah mulai
berganti nama ini, bukan lagi bertuliskan VIIId seperti dulu. Bangga karna aku
bisa kembali memasuki kelas unggulan saat itu, dan itu artinya aku masih bisa
menjaga prestasiku dengan baik. Aku menuju ke bangku kelas paling depan yang
terletak persis didekat pintu kelas. Yahh..itu bangku ku, tempat aku menuntut
ilmu saat masih kelas VIII. Lagi-lagi aku teringat suatu hal, hal yang dulu
sempat membuatku kesal karena ternyata dikelas ini aku kembali sekelas dengan
Alvin...seperti zaman SD
-----
Pertengahan 2007-2008
Aku berjalan bersisian dengan ke 5 sahabatku Shilla, Sivia,
Angel dan Zahra. Kami kini melangkahkan kaki menuju papan mading, tempat dimana
kertas pembagian kelas ditempelkan.
Huhhh...papan mading terlihat penuh dikerubungi anak-anak
kelas VIII dan kelas IX yang sedang melihat pembagian kelas. Untunganya hanya
sebagian kecil saja kelas IX yang ikut berjubel disana, karena sebagian lagi
tengah memimpin MOS yang sedang berlangsung saat itu.
Angel mulai menyusup masuk ke tengah-tengah kerumunan itu.
Sedangkan aku, aku lebih memilih bersender pada dinding kantor guru yang
bersebelahan dengan papan mading.
"Yeeeee...kita sekelas!"
seru Angel girang, aku dan yang lainnya tersenyum senang. Kami memang tak
terpisahkan..ahahaa
"Tapi..tapi...Fy,
Alvin sekelas sama kita juga lho!" sambung Shilla, rupanya ia tadi
juga ikut menyusup masuk ketengah-tengah keramaian itu.
"Uhuk..uhukk.."
Aku yang baru saja meminum air mineral tersedak, untungnya nggak banjir lokal. "Serius loe, Shill?!" tanyaku
sambil mengeringkan mulutku yang basah dengan tissue yang sering terselip
disaku seragamku.
Shilla mengangguk. "Iya
bener! Udah lah santai aja.." ujar Shilla santai. Santai memang kalau
jadi kalian, tapi kalau jadi aku? Oh my gosh..bisa-bisa aku jadi bulan-bulanan
anak-anak satu kelas lagi
***
Ini adalah minggu kedua, dimana aku dan Alvin sekelas.
Huhhh...kalian pasti sudah bisa membayangkan, bagaimana rasanya sekelas dengan
seseorang yang kita benci dan parahnya semua orang dikelas kita hobby banget
ngecengin kita dengan orang yang kita benci itu. Kesabaranku benar-benar diuji
saat ini, karena begitu banyak kejahilan teman-teman ku yang selalu mengisi
hari-hariku. Salah satunya masalah nomer absen.....Oh Tuhan...
"Gila...jodoh
banget loe Fy, sama Alvin, sampe-sampe nomer absen aja deketan gitu.."
komentar Debo yang sedang berdiri didepan meja guru. Ku lihat disana juga ada
Shilla yang tengah sibuk mencatat. Tunggu..apa Debo bilang? nomer absenku deketan
sama Alvin?
Tanpa pikir panjang aku segera meninggalkan mejaku
menghampiri meja guru.
"Ehehee...ada Ify.."
Shilla langsung menutupi buku yang ada didepannya.
"Maksud
Debo tadi apaan Shill?" tanyaku to the
point.
"Ya, elo kan sama Alvin huruf depannya
sama-sama A fy, jadi ya wajar dong kalau nomer absen kalian deketan." sahut Shilla.
"Idihhh...nggak mau! Pokoknya gue nggak mau
nomer absen gue deketan sama Alvin!"
tolak ku tegas. Jelas saja aku tidak mau, kalau sampai nomer absenku berdekatan dengan Alvin, itu
artinya, besar kemungkinan aku akan selalu dipersatukan dalam sebuah kelompok
belajar dengan Alvin. Dan aku, nggak mau!
"Owww..nggak bisa! Ini udah jadi keputusan gue!" ujar Shilla tak kalah tegas, aku
mendelik.
"Maksud loe?"
Shila berdehem sebentar. "Ehem..ehem.."
kemudian menutup buku absen dihadapannya.
"Maksud gue, berhubung gue sekretaris, jadi ini semua terserah gue! Karena
yang ditugaskan untuk menyusun daftar absen sama wali kelas kita itu gue!
Sekretaris.." lanjutnya dengan senyum kemenangan.
Aku memutar kedua bola mataku dengan kesal. "Yee..nggak bisa gitu dong Shill, itu
sama aja loe menyalah gunakan jabatan.."
"No..no..no.."
Shilla mengibaskan telunjuknya dihadapanku. "Sorry
ya neng, elo nggak ada alesan buat nolak semua ini, soalnya biar
gimana pun juga ini wajar, nama lo sama Alvin huruf depannya sama-sama A. Terus
huruf kedua setelah A sama-sama L nah nggak mungkin kan gue letakin
nama Angel didekat Alvin padahal ada elo. Kalau sama Debo, baru Angel bisa
dideketin. Soalnya huruf kedua setelah A dari nama mereka sama-sama N!" Jelas Shilla panjang lebar,
dihadapanku. Skak mat...apalagi alasanku sekarang?
"Ya udah, kalau gitu nama gue disingkat aja jadi
A titik Saufika Umari.." pintaku
masih bersikeras dengan penolakanku.
"Ow..ow..ow..sayangnya
ini harus berdasarkan akte kelahiran Ify sayang...kalau nggak berdasarkan akte,
gue nggak mungkin nulis nama gue jadi Aishilla Zahrantiara tau.." ujar
Shilla lagi, ia terlihat kesal saat menyebutkan namanya yang baru ku sadari
ternyata berbeda dari nama aslinya yang selama ini ku kenal, Ashilla
Zahrantiara bukan Aishilla Zahrantiara.
"Kok bisa
gitu?"
"Soalnya di
akte kelahiran gue, nama gue Aishilla Zahrantiara."
Aku hanya mengangguk mendengarnya. Huhh...pasrah sudah kalau
begini..
***
Kelas VIIId yang dikenal sebagai kelas unggulan ini
terdengar ribut. Terdengar seruan-seruan penolakan dari murid-murid yang berada
didalam kelas ini, salah satunya aku. Seorang guru perempuan yang tak lain
adalah wali kelasku mengambil penggaris kayu yang tergantung disebelah lemari.
Kemudian dipukulkannya penggaris itu ke atas meja dengan keras.
"Diam
semuanya! Diam!" seru Bu
Sarah, wali kelasku. Suasana yang tadinya bak pasar ikan, mendadak berubah
menjadi sunyi sepi bagai kuburan.
"Pokoknya
tidak ada yang bisa membantah, ini sudah menjadi keputusan Ibu!" lanjut Bu Sarah garang, membuat seluruh penghuni kelas ini
misuh-misuh sendiri.
"Tapi kenapa
mesti pake pindah duduk segala sih Bu?"
tanya salah satu temanku.
"Iya..mana sesuai
absen lagi." sambung temanku
yang lain. Karena memang baru saja Bu Sarah memasuki
kelas, beliau mengumumkan akan mengacak tempat duduk kami yang sekarang
berdasarkan nomer absen. Sudah bisa ditebak kan, semua menolak karna tidak
menutup kemungkinan kita akan duduk semeja dengan lawan jenis kita terlebih
lagi dengan orang yang kita benci. Siapa yang mau...
"Biar lebih fresh
dong, biar beda juga...memangnya kalian tidak bosan duduk semeja dengan orang
yang itu-itu saja?" ujar Bu Sarah memberi alasan, kami hanya menekuk
wajah.
"Ya sudah, Ibu
akan segera mengacak tempat duduk. Dimulai dari Ahmad Fauzy Adriansyah..."
Bu Martha mulai menyebutkan satu persatu nama murid dikelas ini. Dan bagi
yang disebut harus segera berpindah ke tempat yang baru, sesuai absen.
Aku mulai gelisah ditempat duduk ku, bagaiamana tidak? Nomer
absenku berdekatan dengan Alvin. Yahh...aku tau, kami tidak akan duduk semeja
tapi pasti kami akan duduk pada barisan yang bersebelahan, tetap dekat kan?
"Aishilla, kamu
duduk disana!" ujar Bu Sarah sambil menunjuk bangku yang dekat dengan
jendela. "Dan Alvin, kamu duduk
semeja dengan..."
To be continue
- - - - -
0 komentar:
Posting Komentar