-- Memories --
Part 9
"Hahhhh?!!"
Shilla, Zahra dan Angel terkejut berjama'ah. Tuhkan...apa ku bilang, malu kan
jadinya. Entahlah sudah jadi apa muka ku saat ini.
"Iiihh..tapi nggak
jadi tau~" ralatku cepat.
"Lho kenapa nggak
jadi?" tanya Angel.
"Yaa..abis malu~"
Shilla menepuk jidatnya. "Ngapain malu sih Fy, ayo deh kita temenin!" ajak Shilla, ia mulai menarik-narik tanganku.
"nggak, nggak, nggak! Gue nggak jadi, gue malu tau.." tolak
ku sambil menarik tanganku yang ditarik paksa oleh Shilla.
"Aduhh..nggak usah malu, kita temenin, ayo guys!" Shilla
ngotot, ia kembali menarik tanganku diikuti yang lainnya.
Sumpahhh..aku
malu..malu banget..jarak antara kantor guru dan kelas Rio yang tak begitu jauh
membuat detak jantungku semakin keras, lompat sana sini nggak karuan. Oh
God..help me please! Aku meronta kecil berusaha melepaskan cengkraman kuat dari
tangan Shilla dan Angel. Sedangkan dibelakangku, ku dengar Zahra dan Sivia
terkikik melihat tingkahku.
Habis....sudah! Kini
aku, Shilla, Angel, Zahra dan Sivia sudah tiba tepat persis didepan kelas Rio.
Untungnya Rio nggak ada, ehhh bukan nggak ada, ternyata Rio sedang berada
dikelas bersama teman-temannya merapikan bangku. Cowo yang baik, gumamku tanpa
sadar.
"Eh Yon! maaf-maafan dulu nih.." ujar Shilla pada Sion
sambil mengulurkan tangannya, Angel, Zahra dan Sivia mengikuti. Ku lihat Angel
biasa saja menghadapi Sion, hummm baguslah sepertinya rasa kecewa Angel atas
insiden valentine -nembak malam valentine putus dihari valentine- tahun lalu
itu sudah menghilang.
"Rio ada nggak, Yon?"
tanya Shilla to the point. Ingin rasanya aku mencubit lengan, perut,
pinggang atau apa sajalah yang penting Shilla membatalkan ucapannya tapi sayang
terlambat. Sion yang sedang asik memainkan sapunya berseru keras dengan kepala
sedikit mengintip kedalam kelas.
"Rio....ada yang
nyariin!" serunya, aku semakin tak tahan.
Beneran nggak bo'ong, saat ini
keringat dingin mulai mengucur dikedua telapak tanganku dan aku yakin saat ini
muka ku sudah semakin pucat. Bukan karna sakit tapi saking groginya aku jadi
pengen pipis...lho?
"Eh ada apa?" tanya Rio dengan senyum ramahnya. Oh
Tuhan...rasanya aku mulai nggak
sanggup, aku ingin lariiiii....
"Eh Yo, Ify pengen minta maaf nih sama loe.."
ujar Shilla, lagi-lagi to the
point. Ya Tuhan...segampang itu Shilla mengutarakan semuanya, nggak tau apa
orang lagi sport jantung?!
Aku merasakan sebuah
senggolan ditanganku Shilla rupanya, ia mengedip-ngedipkan matanya memberi
isyarat agar aku segera mengulurkan tangaku. Aku melirik Rio dengan ekor
mataku, sepertinya ia sedikit terkejut, bingung, heran, aneh dengan kehadiranku.
Tapi kalau boleh aku berharap, aku harap dia senang dengan kehadiranku saat
itu....ahahaaa..mau saya itu!
Dengan perlahan ku
ulurkan tanganku. "Eee..emm
Yo, gue minta maaf kalau selama ini gue ada salah sama loe.." ucapku cepat dengan sedikit
terputus-putus. Pengaruh gugup, siapa sih yang nggak nervouse kalau berhadapan
dengan orang yang selama ini sengaja dijauhi? Sehingga menciptakan jarak yang
begitu luas, menyebabkan dua insan yang pernah berteman bagai tak saling
mengenal.
Rio membalas uluran tanganku. Senyum tipis terkembang
dibibirnya. "Iya..nggak
papa kok." jawabnya. Oh
God! I'am serious! Saat ini aku merasa
hatiku berdebar-debar, jantungku semakin cepat berdetak...benar-benar tak ku
sangka, ku rasa aku mulai jatuh cinta padanya, pada Rio....
"Cieeeeee....Ify...Rio~" koor anak-anak kelas XIa -kelas Rio-.
Aku hanya bisa tersipu malu-malu dan rupanya Rio pun mengalami hal serupa....ahahhaaa
Bertepatan dengan sorakan itu, aku langsung menarik cepat
tanganku dan berlalu meninggalkan kelas itu, kelas yang menjadi saksi bahwa aku
masih punya hati. Tanya kenapa? Karna aku punya keberanian untuk menyampaikan
maafku dan pastinya aku bisa menyadari atas segala sikap ku yang sangat salah
kepada Rio. Sebelum benar-benar pergi tak lupa ku berikan sebuah senyuman -yang
ku harapkan- manis untuk Rio, meski aku tau itu sangat terlihat kaku. Ku lihat
Rio justru tersenyum malu dengan tangan kanan yang sibuk menggaruk-garuk tengkuknya.
««
Lagi-lagi hanya tawa kecil yang hadir dari mulutku saat
mengingat tingkah konyol ku waktu itu. Jujur aku merindukan saat itu, saat
dimana untuk pertama kalinya aku menjabat tangan Rio dengan perasaan deg-deg-an
dan ucapan dengan intonasi yang lebih lembut, yang tiba-tiba saja ku ucapkan
tanpa sadar.
Aku melirik jam dinding yang tergantung rapi didepan kelas,
diatas papan tulis. Seingatku saat aku dan teman-teman menghuni kelas ini, kami
meletakkan jam dinding di dinding belakang. Alasannya simple, supaya kami tidak
gelisah saat menanti pergantian jam pelajaran. Soalnya kami biasanya suka
grasak grusuk sendiri pada saat jam pelajaran yang berlangsung adalah pelajaran
yang membosankan, Ekonomi misalnya. Oke, aku rasa soal perpindahan lokasi jam
itu tidak penting. Lebih baik aku segera kembali berkumpul bersama
teman-temanku di aula. Kira-kira aku sudah melewatkan berapa acara yah?
-----
Lepas dari itu semua, tiba-tiba saja saat langkahku semakin
dekat dengan aula aku berpapasan dengan Iyel. Tatapan itu.....huhhh lagi-lagi
aku terjebak dalam tatapan menghanyutkan seorang Gabriel.
Pertanyaan itu muncul kembali, benarkah Gabriel pernah
menyukai ku? Lantas apakah ia masih memiliki rasa itu?
Untuk pertanyaan terakhir sudah bisa ku pastikan jawabannya
adalah tidak. Karena setauku, semenjak dia masuk SMA dia telah memiliki seorang
pacar bernama....sorry aku nggak tau siapa namanya, karena memang gadis itu
bukanlah temanku.
Tatapan teduh Iyel itu kembali mengingatkan ku pada
senandung kecil yang dibawakan Iyel tepat pada saat aku lewat dihadapannya
dulu....
»»
Aku melewati kantor
guru dengan sedikit tergesa-gesa. Hari ini aku mendapat jadwal piket, jadi aku
ingin cepat-cepat tiba dikelas dan memulai tugasku. Namun baru saja aku akan
melewati kantor guru, sebuah suara menarik perhatianku.
"Ketika ku melihatnya bergetar rasa didada...mungkin ini suatu
pertanda bahwa kusuka padanya~" Iyel menyenandungkan lirik itu tepat
pada saat aku berjalan dihadapannya. Awalnya sepasang mata itu terlihat menatap
mading tapi ketika aku berjalan melewatinya ia menyempatkan untuk tersenyum
yang menurutku...ehm manis..
Bahkan ketika jarak
antara kami mulai terpisah beberapa langkah, aku yang sedikit menoleh ke
belakang sempat menangkap sepasang matanya yang terfokus pada ku. Masa iya
hanya perasaanku saja?
Oh Tuhan...maksud
Iyel apasih?
««
Aku tersadar dan menggelengkan kepalaku. Membuang jauh
sedikit kenangan yang kembali menyeruak kepermukaan otak ku. Sedikit terkejut,
ketika ku lihat Iyel telah berdiri disampingku dengan posisi tubuh menyender
pada dinding ruang LAB IPA.
"Eh Iyel, kok
disini?" tanyaku basa-basi, huhh sangat basi malah.
Iyel terkekeh, ada yang aneh? "Nggak papa, gue liat loe lagi ngelamun sendiri, jadi gue temenin
deh.." ucapnya santai, aku jadi mesem-mesem sendiri, seneng sih. What?
Aku ngomong apa barusan...
"Eh gitu yah,
kalau gitu gue balik ke aula dulu yah." Aku berniat pamit, baru
selangkah membelakangi Iyel aku berbalik. "Mau
bareng?" ajakku.
Aduhh..bodohnya diriku, ngapain pake ngajakin dia segala sih?
Iyel tersenyum dan menggeleng. "Gue mau ke toilet aja, dahh!" Iyel pergi setelah
melambaikan tangannya. Huhh...aku tak habis pikir disaat dia ingin ke toilet
masih sempat-sempatnya dia menemaniku yang sedang melamun....orang aneh
-----
Aku mengedarkan pandanganku ke segala penjuru ruangan aula.
Mencari 4 sosok sahabat yang sedari awal bersamaku. Itu dia....mereka sedang
berkumpul disalah satu sudut ruangan paling depan, persis didekat panggung. Aku
segera menghampiri mereka yang mungkin sudah lama menungguku....hemm mungkin
sih..ehehee
"Woyyy!!" aku
menepuk pundak Shilla yang kebetulan membelakangiku.
Shilla kaget dan langsung menoleh, begitu melihat tampangku
ia langsung merengut kesal. "Seneng
banget sih ngagetin orang.." sungutnya.
Aku nyengir. "Bukan
seneng lagi tapi hobby.."
"Darimana aja
neng, lama banget nggak nongol-nongol?" tanya Sivia yang sedang
meminum orange juice ditangannya.
"Ke gedung belakang
sama ke kelas-kelas kita dulu." jawabku seadanya.
Zahra kayankya heran, keliatan sih dari tampangnya. "Sendiri?" tanya nya, aku
mengangguk. "Ngapain?" tanya
nya lagi. Aku diam sebentar kemudian menggeleng. Masa iya aku bicara terus
terang kalau aku habis bernostalgia disana, ngga mungkin kan?
Aku menggeleng. "Nggak
ngapa-ngapain." jawabku yang
tentu saja berbohong.
"Gila aja loe, keluar dari sini dari hari cerah
sampe hujan terus cerah lagi, tapi bilang
nggak ngapa-ngapain disana?" tanya Angel lagi, aku hanya mengangguk
kecil. "Nggak mungkin deh.." sambungnya tak percaya.
Aku menyeringai lebar. "Hehee..udah ah nggak usah
dibahas!"
"Eh tapi gue
seharian ini nggak da ngeliat Alvin lho~" ucap Shilla dengan nada yang
emmm menurutku dibuat-buat, belum lagi tatapannya yang tepat menatapku. Pasti
nih niatnya ngegodain aku.
Aku mendelik, sok garang. "Apa liat-liat?"
"Idihh..Ify
GR nih...gue nggak ngeliatin lo juga.." elak Shilla, yang kemudian
menjulurkan lidahnya. Huuuu...udah ketauan juga masih aja bo'ong.
"Masih suka
sama Alvin, Fy?" tanya Sivia
mewakili yang lainnya, ku lihat 3 temanku yang lain mengangguk-angguk mendengar
pertanyaan Sivia.
To be continue