-- Memories --
Part 10
"Idihh..Ify GR
nih...gue nggak ngeliatin lo juga.." elak Shilla, yang kemudian
menjulurkan lidahnya. Huuuu...udah ketauan juga masih aja bo'ong.
"Masih suka sama
Alvin, Fy?" tanya Sivia mewakili yang lainnya, ku lihat 3 temanku yang
lain mengangguk-angguk mendengar pertanyaan Sivia.
Aku menggeleng keras. "Nggak! Siapa bilang?" jawabku cepat, aku nggak bohong. Meskipun harus ku akui,
aku sedikit merindukan dia..inget yah sedikit...S-E-D-I-K-I-T, tapi tetap rasa rinduku lebih besar ke -ehmm- Rio. Ya mungkin karna rasa
bersalahku yang lumayan besar juga ke dia...hehee
Zahra tersenyum menggoda.
"Ngaku deh ngaku~" desak Zahra sambil mencolek-colek lengan ku.
Apabanget deh si Zahra...
"Enggak!" jawabku
lagi.
"Eh Fy, loe inget
nggak? Dulu pas ujian Alvin kan minta contekan sama loe.." ujar Shilla
yang lagi-lagi menggodaku. Jelas saja aku ingat, bagaimana mungkin aku
melupakan kejadian itu. Kejadian yang benar-benar mengejutkan ku dan sumpah
sampai detik ini aku masih merasa heran dengan sikap Alvin pada saat itu...
»»
Semua penghuni
ruangan 4 sedang fokus dan serius menghadapi lembar jawaban diatas meja.
Yahhh...hari ini UAN dimulai. Dan aku bersama Shilla, Iyel -karena diurut
berdasarkan no. Induk siswa/i maka aku dan Shilla bisa mendapatkan ruangan yang
sama dengan Iyel-, Alvin dan 16 teman yang berada dikelas ini sudah duduk manis
menghadapi soal.
Huhhh...ujian yang
pertama hari ini adalah IPA. Oh My God...buatku IPA masuk dalam kategori
pelajaran yang rumit, terutama bagian fisikanya. Oh no! Aku nggak terlalu
pintar IPA, haduhhh...aku bingung, bisa nggak yah aku ngerjain soal ini? Semoga
ujianku hari ini bisa berjalan dengan lancar Ya Allah, batinku. Aku memulai
ujianku dengan membaca al fatihah, kemudian berdoa sebentar dan segera membuka
lembar soal yang tadinya ditaruh dengan cara tulisan soal menghadap meja.
Ngerti nggak? Itu lho soalnya ditaruh terbalik jadi yang nampak cuman kertas
putih polosnya doang. Kalau peraturan disekolahku sih begitu, nggak tau deh
disekolah kalian...heheee
"Bismillah.." ucapku sembari membuka lembar soal. Sebelum
mengerjakan, aku selalu memilih untuk membaca seluruh soal terlebih dahulu.
Kemudian, baru aku menjawab dari pertanyaan yang paling mudah untuk ku jawab.
Waktu baru berjalan sekitar 15 menit, tapi aku sudah duduk tenang dimejaku.
Bukan..bukan karena aku sudah selesai, melainkan karena aku sudah tak tahu lagi
harus menjawab apa. Dari 45 soal yang ada, aku baru menyelesaikan sekitar 25
soal, sisanya belum kujawab sama sekali. Ku lihat Iyel melirik ke arahku, humm
pasti minta jawaban. Dan benar saja, ia segera menanyakan jawaban salah satu
soal dengan menggunakan isyarat jarinya. Setelah pura-pura berpikir aku segera
memberitahukan jawabanku dengan menggunakan isyarat jari juga tentunya...ahahaa
mungkin ini memang parah, masa iya ujian pake nyontek-nyontekan gini? Tapi mau
gimana lagi dong, daripada dibilang sombong?
Apalagi hampir
seluruh kelas sudah pernah meminta kepada wali kelasku, mereka bilang "Bu, tolong kasih tau dong sama
anak-anak IXe, mereka kan pinter-pinter jadi jangan pelit-pelit. Bagi-bagi
jawaban gitu, kan kalau kami nggak lulus kasian juga Bu.." dan aku sedikit
merasa heran juga dengan respon guruku yang bilang "kalian boleh bekerja sama dengan catatan harus berhati-hati,
jangan sampai ketahuan sama pengawasnya. Apalagi pengawasnya bukan dari sekolah
kita.."
Ahahah..sumpah, aku
benar-benar heran tapi ya sudahlah, toh aku melakukan apa yang awalnya tak
ingin ku lakukan, memberi contekan.
Iyel mengucapkan rasa
terima kasihnya melalui sebuah senyuman. Ya nggak tau sih sebenarnya, tapi
menurutku senyuman itu adalah senyum terima kasih.
Kini aku kembali
berkutat dengan soal-soal dihadapanku. Kali aja tiba-tiba nemu jawabannnya
gitu. Disaat aku sedang berpikir keras, aku merasakan ada sebuah dorongan
dikursiku.
"sstt...ssttt.." dan suara itu datang seiring dengan
adanya dorongan keras dikursiku. Dengan hati-hati aku menoleh ke belakang,
menghadap seorang perempuan yang entah siapa nama nya. Ya karena dia memang
bukan berasal dari kelas yang sama denganku.
Dia memberikan sebuah gumpalan kertas, aku sempat menaikkan
sebelah alisku. Anggaplah itu sebuah gerakan yang mengandung arti, "apa ini?" atau "buat
apa kertas ini?"
Perempuan itu sepertinya mengerti dengan maksud gerakan
alisku, ia menggeleng lalu mengarahkan telunjuknya kearah bangku paling
belakang yang masih satu barisan denganku. Eh..apa tadi aku bilang? Bangku
paling belakang? Bukannya itu Alvin?
Berhubung takut kepergok pengawas, aku langsung membalik badanku menghadap
papan tulis.
Kepalaku clingukan memperhatikan dua orang pengawas yang
berjalan mondar mandir dikelas ini. Dengan amat sangat berhati-hati aku membuka
gumpalan kertas tersebut. Aku memutar kedua bola mataku melihat isi kertas
tersebut. Apa-apa-an nih? Masa secarik kertas itu isinya hanya nomer dari 1
sampai 45. Tapi...sebentar, ada coretan yang tertulis dipojokan atas kertas
tersebut
"Jawaban no 1 sampai 45 apa? Dari Alvin!"
Aku membaca pelan tulisan dikertas tersebut. Aku melotot saking kagetnya,
apa aku nggak salah baca? Alvin minta jawaban?
Dan lagi-lagi sebuah dorongan kurasakan dikursiku. Dengan
berhati-hati aku menoleh kebelakang menghadap perempuan yang mendorong kursiku.
Dia kembali mengarahkan telunjuknya ke arah Alvin, dengan ragu aku menatap
Alvin.
"Mana jawabannya?" tanya nya nyaris tak terdengar,
aku tak menjawab melainkan kembali membalikkan badanku menghadap papan tulis.
Aku langsung mengisi jawaban pada nomer-nomer yang ku
ketahui jawabannya. Seperti yang ku bilang, aku baru menjawab 25 soal jadi
sisanya ku biarkan kosong.
Aku kembali meremas-remas kertas tersebut, mengembalikannya
menjadi gumpalan. Dan setelah melirik sana sini, aku segera melempar gumpalan
kertas tersebut kebelakang.
Ntahlah, kertas itu sampai pada orang yang tepat atau bukan,
yang ku dengar sepertinya gumpalan tersebut menjadi rebutan penghuni kursi
deretan paling belakang
««
"Jiahhhh..ngelamun
lagi ni anak.." celetuk Zahra membuyarkan lamunan ku. Dengan tampang
blo'on aku hanya menatap Zahra.
"Kenapa lagi loe?"
tanya Shilla, aku menggeleng.
"nggak! Nggak
papa kok.." jawabku tersenyum kikuk. "Emmm..tadi kita ngebahas apa-an yah?" tanyaku dengan
tampang super polos.
Angel menepuk jidatnya.
"Jiahhh..gubrakk..kita lagi
ngebahas elo sama Alvin dulu Ify..."
Aku membulatkan mulutku. "ohhh.."
"Ngaku deh,
loe emang pernah suka kan sama Alvin,
makanya waktu dia minta contekan loe
mau aja ngasih dia~" goda Zahra lagi, aku hanya tersenyum malu.
"Apaan sih~ gue
tuh terpaksa tau. Kan Bu Sri sendiri yang bilang kalau kita boleh berbagi asal
hati-hati." ujarku mengelak. "Lagian
gue nggak mau yah dikatain pelit, sombong atau pilih kasih cuman karena nggak mau ngasih dia contekan doang." sambungku.
"Iya deh iya,
percaya gue.." sahut Sivia
sambil tersenyum, yang menurutku senyuman itu justru mengandung arti -iya percaya gue sama bo'ong lo-
"Ya gue
akuin, gue emang pernah suka sama dia.." Shilla, Sivia, Zahra dan Angel
tersenyum menggoda. "Tapi itu
dulu..dulu banget waktu masih SD." sambungku
sebelum mereka mengira kalau aku masih ada rasa dengan Alvin sampai detik ini.
"Eh tapi bener
deh, gue ngerasa loe sama Alvin emang cocok banget lho, Fy.." ujar
Zahra.
"Bener! Pertama awalan huruf nama loe sama Alvin sama-sama A, terus..dari SD udah satu sekolah plus satu
kelas, orang tua kalian juga berteman baik kan?" Shilla merincikan satu persatu alasan kenapa aku dan Alvin bisa
dibilang jodoh, menurutnya.
Huhhh...selalu itu, nggak Lintar cs, nggak yang lainnya
selalu menyebutkan hal yang sama.
"Yahh..terserah
loe semua aja deh, yang penting loe semua seneng.." jawabku seadanya.
Percuma berdebat sama mereka, dijamin nggak akan ada habisnya.
Mereka tertawa penuh kemenangan. Huhh menyebalkan, jelas
kalah lah...1 banding 4 gimana mau menang?
Shilla menyentuh pundakku, emm lebih tepatnya menepuk pelan. "Eh Fy, gue mau kesana bentar yah, bareng Zahra." pamit Shilla, aku
tersenyum sambil mengangguk.
"Mau ikut nggak,
Fy?" tawar Zahra.
Aku menggeleng kecil.
"Nggak deh, cape gue habis muterin ni sekolahan." tolak ku dengan tampang ogah-ogahan.
Shilla dan Zahra mengangguk, kemudian mereka segera
meninggalkanku bersama Sivia dan Angel.
Aku terus memutar leherku ke kiri dan ke kanan. Pandanganku
mengelilingi seluruh penjuru aula, teteppp..aku saat ini sedang mencari 'dia' dan 'dia'. Huhhhh..kemana perginya dua orang itu?
"Nyariin
Alvin yah?" tebak Angel.
"Atau Rio?" sambung Sivia sambil menaik
turunkan alisnya.
Aku menggaruk-garuk kecil tengkuk ku, ketangkep basah gitu
lho...tapi setelah dipikir-pikir, jujur sama mereka nggak ada salahnya juga
kali yah. "Iya nih, jujur sih gue
emang nyariin mereka berdua.." jawabku pelannnn...sekali..
"Kayaknya tu anak
dua sih udah dateng tapi nggak tau deh dimana." komentar Angel,
kepalanya ikut clingukan kanan kiri. Emmm mungkin dia sedang membantuku mencari
Rio dan Alvin.
"Sabar deh,
kali bentar lagi mereka nongol disekitar
sini.." ujar Sivia sambil
mengelus-elus pundak ku, aku hanya tersenyum. Dan kepalaku terus mencari dua
sosok pria -siswa yang satu angkatan
denganku- yang paling ku rindukan dibandingkan yang lainnya
"Oh iya Fy, gue
denger dari Angel waktu pas hari terakhir sekolah lo sempat kelimpungan yah
nyariin Rio?" tanya Sivia lagi-lagi dengan senyum menggodanya, aku
diam sebentar kemudian mengangguk.
Waktu itu....
»»
Hari ini adalah hari
sabtu, hari terakhir ku menginjakkan kaki di SMP Harapan Bangsa. SMP yang sudah
menampungku selama 3 tahun terakhir ini. SMP yang mempunyai sejuta kenangan
baik menyenangkan atau menyedihkan. Dan sekarang aku sedang menyenderkan
tubuhku di dinding kantor guru. Aku sedang menunggu panggilan untuk menerima
Ijazah dan SKHU ku.
Aku menengadahkan
wajahku menghadap langit-langit koridor kantor guru.
"Huhhh..ini hari terakhir gue disekolah ini.." gumamku
kecil kemudian aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling sekolah ini. "Dan gue nggak akan mungkin bisa lagi
ngeliat Cakka cs yang ngegitar bareng trus nyanyiin lagu yang biasanya buat
nyindir gue.." sambungku, terkekeh kecil.
Aku menghela nafas,
terdengar lelah sepertinya. Tiba-tiba pandanganku berhenti pada sebuah ruangan
yang terletak disamping kantor guru, tempatku berdiam saat ini. Kelas IXa,
kelas yang dihuni Rio. "Apa itu
artinya gue gak bakalan bisa ketemu Rio lagi?" tanyaku pada diriku
sendiri. Entah mengapa, meski pun aku sudah meminta maaf dengannya...aku masih
merasa ada sesuatu yang janggal diantara kami. Aku merasa ada sesuatu hal aneh
yang mulai kurasakan, sesuatu yang tak rela untuk ku lepaskan. Dan memang
teramat sulit untuk ku lepaskan.
Aku memutar kepalaku
ke segala arah, kanan kiri, depan belakang semuanya ku perhatikan hanya untuk
mencari satu sosok pria...Rio,
Angel sampai
geleng-geleng kepala melihat tingkahku yang clingukan nggak jelas.
Angel mencolek
bahuku, aku menoleh. "Napa lo Fy?
Gelisah banget sih?" tanya nya.
"Lagi nyari orang?" lanjutnya.
Aku menggeleng kecil. "Nggak! Nggak nyari siapa-siapa kok."
jawabku, berbohong tentunya.
"Yaelahhh..sama gue pake ngebo'ong..ckckk." Angel
berdecak sambil melipat kedua tangannya didada. "Jujur ajalah kalau sama gue, kaya baru kenal gue aja sih." paksa
Angel.
Aku menghela nafas,
setelah berpikir sedikit akhirnya ku putuskan untuk jujur. "Rio kemana yah?" tanyaku pada Angel, aku menundukkan
kepalaku sambil menendang-nendang kecil kerikil dihadapanku.
"Tuhkan, apa gue bilang. Emang dia nggak barengan ama Cakka atau
Iyel gitu?" Angel malah balik tanya, kalau aku tau ya nggak mungkinlah
aku nanya...ckckk.
"Yang gue liat sih nggak ada, lagian kalau ada juga gue nggak
mungkin nanya plus clingukan kaya gini kali.." aku menggerutu kesal.
Nggak tau apa, orang lagi galau? Eh enggak deng cuman penasaran aja kemana yah
tu anak, kok nggak nongol-nongol? Udah siang gini juga lagian ini kan hari
terakhir.
Angel nyengir,
hadehhh..nggak bagus banget deh, Ngel beneran deh suer! "Hehee..iya yah.." jawab Angel simple, kayaknya penyakit
odongnya mulai keluar. "Hemm..kalau
gitu ke kantin aja yuk beli minum, sambil nungguin nama loe dipanggil plus
nungguin Rio dateng gitu.." ajaknya, aku mengangguk meng-iya-kan
kebetulan aku lagi haus.
Aku sudah kembali mengistirahatkan
badanku dengan duduk lesehan di beranda depan kantor guru -lagi-. Kedua kaki
ku, ku rentangkan kedepan cape juga habis keliling-keliling bareng Angel tadi.
Sudah 2 gelas minuman
dengan jenis yang berbeda ku habiskan selama menunggu panggilan, panggilan
untuk menerima ijazah maksudnya. Huhhh..padahal Shilla, Sivia, Zahra sama Angel
udah dapet. Kok giliran aku lama banget yah
"Alyssa Saufika!" seruan yang berasal dari ruang TU itu
membuyarkan lamunanku. Lalu dengan cepat aku memasuki ruang TU untuk mengambil
ijazahku.
Setelah membubuhkan
tanda tangan plus cap 3 jari di ijazahku, aku kembali keluar menghampiri
teman-temanku
"gimana Fy?" tanya Lintar. Hehhh..kok Lintar sih yang
pertama nanya? Bukan Shilla, Sivia, Zahra atau Angel gitu..
Aku hanya tersenyum
tipis dan menyerahkan ijazahku kepada Lintar. Dan dalam waktu sekejap, ijazahku
sudah direbutin aja sama Lintar dan Dayat. Aku menatap dongkol kepada ke 4
sahabatku, pantessss...pas aku keluar nggak disambut, gak taunya lagi pada
ngobrol bareng Cakka cs. Tapi kok Rio tetap nggak ada yah?
Pukkk..aku menepuk
pundak Shilla pelan, Shilla yang tadinya mengobrol dengan Cakka membalik kan
badan. Shilla nyengir. "Eh Ify, udah
keluar aja. Gimana nem loe?" tanya nya. Huhhh..telat banget nanya nya.
"Tuh!" Aku mengarahkan telunjuk ku kearah Lintar dan
Dayat, Shilla mengikuti arah telunjuk ku. Kemudian ia disusul Sivia, Zahra dan
Angel menghampiri Lintar dan Dayat.
Aku tak ambil pusing.
Lagi-lagi tanpa rasa bosan aku mengedarkan pandanganku ke penjuru sekolah.
Tes..tes...tesss..
Satu persatu rintik
hujan mulai membasahi bumi. Yahhhh..terjebak dalam hujan lagi. Jangan-jangan
Rio nggak masuk lagi, apalagi sekarang hujan, nggak mungkin kan dia ke sekolah
hujan-hujanan. Aku putus asa, hari terakhirku kayanya emang gak bakalan ketemu
dia.
Aku memandangi rintik
hujan, biarin deh dikatain kurang kerjaan.
'Ya Allah, hari ini aja..kasih kesempatan terakhir buat aku ngeliat Rio!' pintaku
dalam hati ya semoga aja dikabulin.
"Ngapain lo merem-merem segala Fy?" tanya Shilla sambil
menyerahkan ijazah ku. Aku menerima ijazah ku kembali, kemudian menggeleng
kecil.
"woy Fy! Rio tuh!" seru Angel heboh, sambil menunjuk
seorang pria hitam manis yang baru saja keluar dari kelas IXa. Sudah pasti Rio
orangnya, kemudian persis seperti di film-film Rio membasahi rambutnya dengan
air hujan dan mengibas-ngibaskan rambut basahnya.
'Wowww...keren!' ucapku takjub, dalam hati tapi. Gila aja kalau
sampai aku nyeplos kaya gitu, bisa dijadiin bulan-bulanan lagi saya..
"Akhirnya ketemu juga ya Fy?" ceplos Angel yang menurutku
tanpa sadar.
"Jadi daritadi Ify nyariin Rio?!" tanya Sivia setengah
berteriak, aku langsung mendelik kearahnya. Semoga Rio nggak denger.
"nyantai dong Vi.." tegur ku pelan, Sivia cuman nyengir
sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya.
"Guys, balik yuk! Bokap gue barusan telpon minta gue buru-buru
balik." ajak Shilla sambil memasukkan handphonenya.
Huwhatttt?! Balik?!
Ya ampunnn..aku kan baru aja ngeliat Rio, masa udah harus balik?!
"Mesti sekarang Shill?" tanyaku polos. Shilla mengangguk
pelan, sepertinya dia tahu apa yang ada dalam pikiranku saat ini.
"Emm sorry Fy, tapi--"
"Ya udah sih nggak papa" potongku
cepat, Shilla tersenyum. "Tapi
nggak papa nih sambil ujan-ujanan
gini?" sambungku bertanya,
sebenarnya sih hanya mencari alasan. Siapa tahu, Shilla mengurungkan niatnya.
Ku lihat, Shilla, Sivia, Zahra, dan Angel menatapi hujan secara berjama'ah.
"Rintik doang Fy, nggak papa yah.." ajak Shilla lagi. Tak ada alasan lagi
untukku tetap disini, yahh...seperi doa ku tadi mungkin, meski sebentar tapi
Allah tetap mempertemukanku dengannya....Rio
"Yuk deh!"
Shilla dan Angel
mengarah ke parkiran untuk mengambil motor. Disini, aku dan Zahra berdiri
bersisian.
"Nggak usah dipandangin mulu, nggak bakalan ilang dia Fy.."
tegur Zahra. Heee..sepertinya aku tertangkap basah.
Aku nyengir. "Ehehe..tau aja sih Ra.." ucapku
malu, gimana nggak malu? Aktifitasku yang sedang memperhatikan Rio secara
diam-diam ternyata diketahui Zahra, aduhhhh...adakah selembar kantong plastik,
aku perlu itu untuk menutupi wajahku sekarang..
Tett..tettt..
Suara klakson itu
menghentikan godaan Zahra kepadaku.
"Buru woy! Entar ujannya makin gede!" seru Shilla
setengah berteriak, kalau nggak teriak ntar yang ada suaranya tenggelam
gara-gara suara ujan.
Aku dan Zahra
mengangguk, lalu berlari menerobos hujan dan duduk diboncengan Angel dan Shilla.
««
"Ahelahh Fy, gue
itungin udah lebih dari 3 kali lo ngelamun mulu.." suara Shilla
membuyarkan lamunanku. "Mikirin apa
sih?" sambungnya bertanya, aku meringis.
"hahh?!! Nggak
ada kok.."
"Serius?!"
Aku mengangguk mantap. 'Ini
Rio sama Alvin kok nggak nongol-nongol sih?'
Entah sudah keberapa kalinya aku melayangkan pertanyaan
serupa dalam hatiku. Dua makhluk yang ku maksud 'dia' dan 'dia' ya
itu..Alvin dan Rio.
"Testt..tesst..satu
dua..satu dua.."
Suara yang tiba-tiba bergema dalam aula ini membuat suasana
yang sebelumnya bising menjadi sunyi. Lantas semua makhluk yang berada didalam
ruangan ini memfokuskan pandangan pada satu titik, sebuah panggung kecil yang
berada persis dihadapan kami semua.
"Okey guys,
berhubung hari yang siang semakin beranjak siang, dan pengisi acara yang
bakalan ngehibur kita juga udah dalam formasi lengkap, so..kayaknya lebih baik
kalau mereka kita suruh untuk on stage sekarang." cuap-cuap MC didepan
kami tentu saja membuat aku langsung heboh sendiri. Karena menurut kabar yang
beredar, band yang akan tampil sebentar lagi itu tuh adalah "the devil", band paling kece zaman aku SMP, band yang
juga diisi sama Alvin, Iyel, Cakka cs. And so, itu artinya Alvin udah
datangkan?
"Setujuuu?!"
Dan seruan tiba-tiba dari MC yang kalau tidak salah -seingat aku- Isryad, salah satu cowok
yang pernah menghuni kelas XIa.
"Loe kenapa, Fy?"
tanya Sivia yang kayaknya mulai risih dengan aksi clingak-clinguk kepalaku.
To be continue
0 komentar:
Posting Komentar