Short story of RiFy...
---
---
Kalau di depan mereka
aku bisa tertawa lebar, entah mengapa di depan nya aku hanya bisa
tersenyum samar. Kalau di depan mereka aku bisa berbicara lepas, entah
mengapa di depan nya aku hanya bisa terdiam tak bersuara.
Ada hal yang berbeda, yang aku temukan di dalam dirinya, namun tak ku temukan di dalam diri mereka.
Ahh, kata-kataku terlalu sulit di nalar. Sederhananya, aku merasa kan suatu perasaan kepadanya, seseorang yang bahkan hampir tak pernah bertegur sapa denganku. Kecuali, kami berpapasan secara tidak sengaja, itu pun dapat di hitung dengan jari. Dua, atau mungkin tiga kali. Tapi jauh dari hitungan singkat itu, sesungguhnya dalam sehari aku bisa menghabiskan waktu yang tak terhitung hanya untuk menatap wajahnya. Tidak percaya? Tapi aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku.
Dia mungkin tak semanis Afgan dengan lesung pipitnya, tapi bagiku, dia bahkan memiliki senyum yang seribu kali lebih manis daripada Afgan...ahahaha
"Ngga' bisa yah, sehari aja ngga' mandangin dia?"
Aku menoleh refleks saat mendengar pertanyaan dengan suara -yang aku tahu tidak bermaksud- meremehkan.
Tersenyum sambil mengangkat kecil bahu ku, aku meresponnya. "Gimana yah, nggak liat dia sehari tuh...kayak minum teh tanpa gula, hambar!"
Dia melengos, "masih manisan gue, mending lo mandangin gue deh, yang lamaan juga nggak papa."
Aku melotot sok shock, "please deh, Vi! Bahkan air mata gue jauh lebih manis di bandingin tampang lo!" seruku meledek.
Sivia, sahabat yang juga merupakan teman sebangku-ku ini memutar kedua bola matanya dengan kesal. "Rese' lo!"
"Bodo dehh.." Aku menjulurkan lidahku, meledeknya. Kemudian segera berlari meninggalkan Naura yang nampak mencak-mencak, masih di tempatnya.
***
"Mario dan Alyssa..."
Aku membaca sebaris kalimat yang bercetak tebal itu dengan pupil mata yang kian membesar. Aku memaju mundurkan wajahku, memastikan apa yang ku baca sama sekali tak salah. Kemudian, setelah benar-benar shock (mungkin ini terlalu 'LOL' karena aku shock setelah sepuluh menit lebih membaca sebaris kalimat berisi tiga kata, yang bercetak tebal tersebut) aku berlari-lari dengan semangat menghampiri Naura yang sedang fokus menghapus papan tulis.
"Ohh dear! Lo tau, ini apa?!!!" seruku bertanya, sambil melambai-lambaikan sehelai kertas tepat di depan wajah Sivia.
Sivia mengernyit heran, dan sreettt..ia meraih -dengan sedikit- paksa kertas di tanganku.
"Heii, pelan-pelan kek, non!" seruku jengkel.
Sivia mengacuhkan ku, ku perhatikan ekpresi wajahnya yang nampak serius. Beberapa menit kemudian, tanpa ekspresi terkejut sepertiku, ia mengembalikan kertas tersebut.
"You're not shocked?" tanyaku dengan tampang melongo.
Sivia menggeleng acuh. Hello, Sivia!!! Tak tahukah kau bahwa aku, sahabat termanis mu ini sedang berbahagia. Mario! Mario! Mario akan menjadi pendampingku dalam penataran di daerah Cibubur pekan depan! Bathinku histeris.
Ohh dear..aku lupa, kan yang jatuh hati pada Mario bukan Sivia! Tapi aku. Well, wajar kalau dia tak sebahagia diriku.
"Kalau elo bisa ngajak dia ngomong, meskipun cuman satu kali," Sivia berkata penuh penekanan sambil mengacungkan telunjuknya. "Gue baru bakalan bilang 'woww, i'm shocked, Ify!'" ujarnya dengan ekpresi terkejut yang dibuat-buat. Dan sangat terkesan lebay!
Okay, perlu di ketahui kalau selama 1,5 tahun aku jatuh hati pada Mario, belum pernah sekalipun aku berbicara padanya. Selain faktor ke-tidak-se-kelas-an kami, juga karena aku merasa minder padanya. Dia di puja, sedangkan aku? Bahkan sekalipun belum pernah namaku tercetak di tabloid sekolah. Yahh, aku bukan gadis populer yang multitalent, atau 'naugthy girl' yang bermasalah dan sering keluar-masuk BK. Karena memang dua faktor itu yang memungkinkan siswa/i di sekolah menjadi bintang di tabloid sekolah tiap minggunya.
"Apaan sih. Gue bakal buktiin kalau gue bisa--"
"Bisa bolak-balik masuk toilet saking groginya deket ama Rio, iya? Ahahhaa.."
Huhh..puas-puaslah kau tertawa Sivia. Akan ku buktikan kalau aku bisa! Tapi, bagaimana caranya?
Sivia menghentikan tawanya, dan merangkulku hangat. "Udahlah, jangan dipikirin! Gue bercanda kok. Serius deh! Gue ikutan seneng karena akhirnya, elo punya peluang lebih besar untuk deket sama Rio!" ucapnya tulus.
Aku menggeleng lemah. Entah mengapa, tantangan (ya meskipun ini hanya dari sudut pandangku saja, menganggap pernyataan Sivia tentang "ngobrol dengan Rio" itu adalah sebuah tangtangan) Sivia bergelayut dalam pikiranku.
"Ngga', Vi! Elo bener," aku mendesah panjang. "Udah lama gue naksir Rio, dari suka biasa sampe..entah ini cinta atau apa," aku mengedikan bahuku lemah, "gue sama sekali belum pernah ngobrol sama Rio. Kecuali teguran secara nggak sengaja kalau kita lagi papasan, kali." Aku mengedikkan bahu untuk kedua kalinya sembari menghela nafas. "Dan itu pun cuman sekedar saling lempar senyum, no more.."
"Heii, Al! Sejak kapan sih, elo jadi lemah gini? Ayolah semangat! Elo bakalan melewati 3 hari berkesan sama Mario sebentar lagi. Dan cuman elo sendiri yang nentuin, kesan baik atau kesan buruk yang bakal tercipta."
Ahhh...Sivia..aku padamu! Dia memang selalu bisa di andalkan. Dan aku suka itu.
"Thanks Vi! You're the best, everything for me.." ucapku sambil memeluknya.
Huhuhuuu..ini benar-benar mengharukan. Di saat aku tidak mempunyai kepopuleran semacam Shilla -cewek cantik yang juga model. Namanya sering bolak-balik mengisi lembaran tabloid sekolahku- yang punya banyak fans terutama dari kaum adam, aku masih memiliki (meskipun satu! Hihii) Sivia yang paling mengerti aku. Sahabatku, belahan jiwaku! It's you, Sivia!
Dengan bergandengan tangan, kami mulai melangkah menyusuri lorong-lorong kelas yang masih ramai dengan siswa/i sekolahku. Membahas Mario -karena aku lah yang paling mendominasi topik pembicaraan kali ini- tanpa bosan.
"Yaa..gue sih nyaranin, elo ngga' perlu neko-neko lah buat narik perhatiannya Rio. Just be your self, be the best with your self!" pesan Sivia, dengan mempertegas kalimat berbahasa inggrisnya yang ia selipkan di akhir kalimat.
"Owkay! Lo tau?" Sivia menggeleng dengan alis terangkat. "Meskipun elo cuek pake banget, tapi gue nggak pernah ngerasa salah orang kalau curhat sama lo! Gue doain elo langgeng deh yah sama Alvin."
Sivia tersenyum malu kemudian...aww dia mencubit pinggangku saudara-saudara!
"Aww! Sakit, Vi! Anarkis banget sih!" seruku setengah meringis. Sivia tak ambil pusing. Gadis cantik berambut sebahu itu justru melangkah lebih dulu sambil tertawa puas.
Siviaaaa...i wanna kill youuu..errr!
***
3 hari setelah aku menerima surat pemberitahuan -tentang siapa pendampingku dalam penataran di Cibubur- tersebut, aku masih belum menemui Mario meski hanya untuk sekedar berbasa-basi. Aku terlalu berharap kalau Mario lah yang akan datang menemuiku terlebih dahulu, dan mendiskuskikan banyak hal denganku.
Ahh, come on, Ify...jangan bermimpi!
"Gue aja kali yah, yang nyamperin dia duluan. Kan utusan sekolah itu gue, dia cuman pendamping." aku berpikir dengan keras, kemudian mengangguk mantap. "Yeah! Intinya, disini gue yang perlu dia, jadi gue yang harus nyamperin dia. Okay, Al! Fighting!" aku menyemangati diriku sendiri.
Setelah merasa yakin dengan keputusanku, aku segera melangkah menuju lapangan basket sekolah. Aku tau dia sedang disana, karena basket adalah hoby nya. Dan sudah -seperti- menjadi hal wajib baginya, untuk menghabiskan waktu pada jam istirahat kedua dengan bermandikan keringat! Baca, bermain basket.
Entah kurang beruntung, atau memang sedang sial (hemm..sepertinya, makna dari dua kalimat itu sama sekali tidak berbeda), bukan gerakan indahnya saat ber-freestyle ria dengan bola basketnya yang ku lihat, justru adegan me-ngelap keringat yang tersaji dihadapanku saat ini. Ohh dear...Shilla sedang menyeka mesra (well, ini dari sudut pandangku) keringat yang mengalir di kening ahh entahlah, jarak yang agak jauh membuatku tidak bisa memastikan, entah bagian kening atau pelepis Andrean yang sedang berkeringat.
"Ify?"
Aku terkesiap saat mendengar Mario mengucapkan nama ku dengan nada bertanya.
"Ahh ya, sorry, gue ganggu yah? Gue balik deh, permisi.." pamitku setengah hati.
Saking gugupnya aku tanpa sadar meracau seperti itu. Dan satu hal lagi yang sempat ku lupakan. Dia menyebut namaku! Dia tau namaku! Darimana? Bagaimana bisa? Bahkan untuk berjabat tangan dan saling menyebutkan nama pun, tak pernah kami lakukan.
***
4 hari setelah peristiwa di lapangan basket waktu itu, akhirnya kami dipertemukan kembali. Jujur, setelah peristiwa yang cukup tak mengenakan itu, aku selalu menghindar jika harus bertemu dengannya. Malu, kecewa, sakit hati, kesal, semua perasaan tak jelas itu menyatu dalam hatiku. Ingin marah tapi pada siapa? Aku bahkan tak memiliki hak apa-apa atas Mario.
"Alyssa, Mario, besok kalian akan diberangkatkan dari sekolah pada pukul 9 tepat. Jadi, kalian bisa mempersiapkan diri kalian sebaik mungkin sebelum berkumpul disekolah pada pukul setengah 9. Mengerti?!" jelas Bu Susi, guru Bahasa Indonesia yang juga menjabat sebagai wakil kepala sekolah di sekolahku.
"Mengerti, Bu!" jawab Mario tegas. Sedangkan aku, aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
---
"Elo, lagi nggak sakit, kan?"
Aku mengangkat wajah saat Mario bertanya dengan ekspresi setengah terkejut. Saat ini, aku dan dia sedang melangkah bersama menyusuri lorong-lorong kelas yang tampak sepi -karena memang kegiatan belajar-mengajar sedang berlangsung-.
"Ng..ngga', gue sehat kok."
"Ohh, syukur deh. Gue pikir elo lagi sakit, habis daritadi diem aja.."
Aku hanya tersenyum. Harus menjawab apa? Aku terlalu 'surprise' karena hari ini ia mengajakku mengobrol. Meskipun dengan bahasan sederhana yang jauh dari kesan mengasyikkan menurutku.
"Siap buat besok?" Aku mengangguk.
"Elo diem mulu deh, lagi sakit gigi yah? Perasaan Shilla pernah bilang sama gue kalau elo anaknya rame banget."
Shilla? Bahkan aku sendiri tak ingat kapan terakhir kali aku mengobrol dengan gadis blesteran tersebut.
"Makanya jangan pake perasaan." cetusku asal.
"Hahh?!" dia menatap bingung, membuatku ikut bingung.
"Udah lupain, gue lagi random kayaknya." ucapku sembari mengibas-ngibaskan kedua tanganku.
Dan satu hal lagi yang tak ku sadari. Ia bersama Shilla pernah membicarakan ku. Untuk apa?
***
Hari pertama di Cibubur yang ku lalui bersama Mario biasa saja. Tidak ada hal istimewa yang terjadi pada kami. Sesampainya di penginapan, kami langsung masuk kamar masing-masing, kemudian diberikan informasi mengenai jadwal, makan siang, tidur siang, makan malam, dan tidur malam. Sungguh membosankan. Tapi tak apa, masih ada 2 hari lagi yang akan ku lalui bersamanya. Seperti kata Sivia, semua tergantung padaku, menciptakan kesan yang baik, atau kesan yang buruk.
---
Entah mengapa, rasa nya sulit sekali untuk memejamkan kedua mataku malam ini. Mungkin aku belum terbiasa dengan keadaan disini, sehingga aku jadi susah tidur. Dengan langkah terseok -antara lelah dan ngantuk tapi mata enggan terpejam- aku beranjak dari tempat tidur, dan membuka pintu kamarku. Aku berniat mencari angin diluar saja.
"Ngga' bisa tidur yah?"
Aku mendongak saat mendengar sebuah suara dari atas pohon yang berdiri kokoh disampingku. Sederet gigi putih langsung menyapa mataku kala itu.
Hupp...pemilik suara itu melompat dan mengambil posisi di sampingku.
"Gue juga ngga' bisa tidur loh.." sambungnya.
"Ehh, mm..iya, gue juga ngga' bisa tidur, padahal ngantuk banget.." ujarku setengah meringis.
Dia tertawa kecil. "Ternyata kita bisa sehati gini, yah?"
Degg..perasaan ini..perasaan ini jauh lebih menyenangkan dari biasanya. Mendengar suaranya, melihat tawanya, menatap matanya...ohh dear..mimpikah aku saat ini?
"Heii, Al? Kenapa sih, elo suka bengong mendadak gitu? Terpesona ama gue yah, Al~"
Dan ini..ini untuk pertama kalinya dia menggodaku. Manis sekali..
Aku hanya tersenyum sambil menyelipkan sejumput anak rambut ke belakang telingaku. Gugup sekali rasanya.
Dan lagi-lagi, aku tak menyadari sesuatu. Dia mengetahui nama panggilan dari orang-orang terdekatku! Al. Al berasal dari Alyssa. Singkatnya, aku biasa dipanggil Al oleh orang tua dan Sivia, sahabatku. Dan karena biasanya mereka selalu menggunakan suku kata di awal, bukan di akhir, maka yang keluar adalah Al.
***
Acara siang ini, lagi-lagi terasa membosankan bagiku. Teori, teori, dan teori. Aku lebih menyukai praktek di banding teori yang lebih pantas disebut obat kantuk, bagiku.
Demi membunuh rasa bosan, di sela-sela kegiatan pembimbing yang sedang memberikan teori pada peserta penatarana aku memilih untuk meraih ponsel di saku ku, dan mencari-cari nama seseorang untuk di hubungi.
To : Sivia
Hei! Bagaimana di sekolah? Sepi ngga' ada gue, kan? Gue dong, bosen banget disini. Miss you..
Sent!
Aku segera menyimpan kembali ponselku ke dalam saku. Upss, sedikit terkejut bahkan hampir menjerit saat aku melihat Mario yang tengah menatap tajam ke arahku. Ku pasang cengiran manis yang mungkin terkesan konyol di mata Mario.
"Ngapain?" tanya nya dengan intonasi yang teramat pelan.
Aku menggeleng kecil, "nothing.."
"Nge-smsin siapa sih?" tanya nya lagi.
"Temen.." jawabku singkat. Aku buru-buru menatap ke depan saat ku lihat pembimbing kami sedang berjalan ke arahku.
Drrtt..drrtt..
Ponselku yang ku setting dalam modus silent bergetar, setelah lirik kanan-kiri, depan-belakang, aku segera 'menjemputnya' dan menekan tombol keypad lock.
Sender : Sivia
Bahkan kelas jadi lebih damai dengan ketidakhadiran elo! :p
Elo kangen gue? Emang sih, gue ngangenin. Rio gimana?
Refleks aku melirik ke samping saat melihat nama Mario terselip disana. Dan lagi-lagi pria yang membuatku jatuh hati itu menatapku tajam.
Dan lagi-lagi-lagi, aku menyuguhkan cengiran manisku padanya, dan (mungkin aku terlalu menggunakan kata dan, maaf!) untuk kedua kalinya, ia melengos.
Heii, what's wrong?!
To : Sivia
Sialan lo!
Sesuka hati lo aja deh, yang penting lo happy.
Rio di sebelah gue nih. Semalam kita sama-sama ngga' bisa tidur. Finally, kita malah nongkrong dibawah pohon sambil ngobrol. Hebat kan gue! :p
Asik! Yahhh, memang asik menghabiskan waktu dengan bersms ria seperti ini. Apalagi lawannya Sivia. Seru sekali!
"Bukannya elo belum punya pacar? Tapi kok kayak sms-an sama pacar sih?"
Aku kembali menatap Mario yang baru saja bertanya padaku.
"Hahhh?!" kaget juga. Bagaimana bisa ia berpikiran seperti itu? "Ya bukanlah, kan gue bilang itu temen." jawabku pelan. Bahaya, pembimbing itu sedang memperhatikan kami melalui ekor matanya.
"Bisa kalian mendengarkan saya dengan serius? Jangan mengobrol! Atau silahkan keluar jika kalian mulai merasa bosan!"
Sontak semua penghuni ruangan -termasuk aku dan Mario- merapikan duduk dan mencoba fokus pada satu titik, saat mendengar peringat dari pembimbing kami. Peringatan yang sepertinya memang ditujukan kepada kami, lebih tepatnya aku dan Mario.
Dan untuk entah keberapa kalinya, aku tak menyadari sesuatu. Mario bahkan tau jika aku masih sendiri! Apa ini tidak terkesan aneh?
***
Debur ombak pantai pasir putih yang tengah kami -aku dan peserta penataran lainnya- nikmati saat ini langsung membuat kami menjadi rileks. Hari ketiga di Cibubur ini memang akan dihabiskan dengan bersenang-senang. Free time? Yah, bisa dibilang seperti itu. Kami diberikan kebebasan untuk melakukan apa yang kami mau, karena besok kami akan kembali ke Jakarta.
"Ifyyy!!!"
Aku menoleh dan mendapati Mario tengah tersenyum hangat sambil melambaikan tangannya dari kejauhan.
"Eciee, Ify! Samperin tuh pangerannyaa.."
Zahra, salah satu peserta penataran yang cukup akrab denganku, menggoda. Antara malu dan entahlah, aku mendorong pelan bahunya.
"Apaan sih~"
"Eciee..malu-malu.." dan Riko, partner Zahra juga ikut menggoda.
Aku menggeram, pura-pura kesal pada mereka.
"Ifyyy!!!"
Dan seruan kedua yang masih berasal dari Andrean kembali menghadirkan koor 'cie-cie' dari mulut Zahra dan Riko. Kali ini bahkan lebih ramai, karena peserta penataran lainnya ikut menggoda. Ohh dear...
Tanpa menggubris ledekan mereka, aku segera berlari-lari kecil menghampiri Mario.
"Kenapa?" tanyaku dengan alis terangkat. Jujur, aku merasa detak jantungku berdetak lebih cepat saat ini.
Entah perasaanku saja, atau memang begitu adanya. Mario terlihat kikuk dan...gugup.
"Gue boleh minta tolong?"
"With pleasure.." jawabku jujur.
Mario terdiam, dan nampak menghela nafas. Dia kenapa sih?
"Emm tolong ambilin bola basket gue dong, disana.."
Mario mengarahkan telunjuknya ke tempat yang dimaksud. Sedikit aneh, dalam rangka apa dia menyuruhku melakukan itu?
"Elo nyuruh gue ngambil bola basket?" tanyaku mengulang perintahnya.
Dia mengangguk dengan mulut tertutup rapat. "Mau yah? Please.."
Ahh, dia tak perlu memohon pun dengan senang hati akan ku lakukan.
"Iyaa, ngga' perlu melas gitu ah~" ujarku sembari melangkah meninggalkannya. Sekaligus melaksanakan perintahnya.
Taukah, bahwa ada sesuatu yang mengejutkan terjadi disana. Ditempat dimana ia menyuruhku untuk mengambil bola basket miliknya.
Tepat dibelakang bola basket tersebut, aku menemukan sebuah lukisan. Waitt..that's my face! Aku tak mungkin salah. Benar-benar lukisan yang bagus. Aku dikelilingi dengan bola-bola basket. Ehh atau mungkin hanya mirip?
Setengah tersenyum, aku meraih bola basket yang memang menjadi tujuan awalku ke tempat ini. Aku ingin buru-buru menyerahkan bola tersebut kepada Mario, dan mengabarkan padanya tentang lukisan ini. Lukisan yang menurutku, sangat mirip dengan wajahku.
Tapi..baru saja aku menyentuh bola basket tersebut, aku menemukan secarik kertas berwarna merah jambu tertempel disana. Ada tulisannya. Bunyinya...
"Aku cinta kamu, Ify.."
Wowww, kalimat yang...tunggu! Aku kan hanya berucap dalam hati, tapi kenapa aku mendengar suara lain yang mengucapkan kalimat serupa. Ohh dear...tulisan tadi berbunyi apa?
Aku mengejanya sekali lagi, kemudian melebarkan kedua mataku tak percaya.
"Mau kah kau menjadi pacarku?"
Dengan masih terkejut aku mengangkat wajahku. Mencari tau pemilik wajah yang baru saja berucap. Dan..amazing...wajah Mario tersuguh tepat didepanku. Jadi..apa itu artinya, dia yang berucap? Apa? Dia? Mario?
Aku shock. "Elo..?" aku menutup mulutku tak percaya, sedang sebelah tanganku menunjuk Mario yang nampak harap-harap cemas.
"Ya..gue! Apa elo bersedia?"
Ini keajaiban yang tak pernah ku mimpikan sebelumnya. Aku harus menjawab apa?
Aku terdiam. Menggigiti kuku cantikku yang baru saja ku rapikan.
Okay, Ify! Khayalan yang bahkan tak pernah kau mimpikan, kini telah tersaji dihadapanmu. Tinggal bagaimana kamu menikmatinya.
Aku berpikir dengan kedua bola mata yang bergerak ke kanan dan ke kiri dengan gelisah. Sedang di depanku, Andrean pun menampakkan wajah tegang yang nyaris berkeringat dingin (setidaknya ini melalui sudut pandangku).
"Gue..gue.." Aku tergagap, entah mengapa sedikit perasaan takut menyelimuti hatiku.
Bagaimana kalau Mario hanya bercanda? Sebentar..ini bukan bulan april, kan? Jadi tidak akan mungkin ada april mop. Ini juga bukan bulan desember, jadi mustahil jika mendadak ada surprise party. Jadi..
"Awas!! Tsunami!! Tsunami!!"
Aku mendadak kalang kabut sendiri. Dengan panik aku memperhatikan orang-orang di sekelilingku yang tampak lari tunggang langgang tak beraturan.
"Ify, ayo kita lari! Cepat!" seru Mario yang mulai meraih tanganku.
Ohh dear..please, lah..
Aku bahkan belum menjawab permintaannya. Aku belum mengutarakan betapa aku mencintainya. Aku belum mengungkapkan berapa lama aku telah mendambanya. Aku..
"Ify! Ayo cepat!"
Mario yang mungkin memperhatikanku, yang masih terpaku pada pikiranku sendiri kembali bersuara.
"Tapi, Yo..gue.."
"Lari!!"
Mario menarik tanganku, dan mulai membawa tubuhku berlari di tengah kerumunan masyarakat yang nampak panik.
Seperti balapan kuda, air-air pantai mulai bergerak mengejar kami.
Dan...
Byurrrr...
"Ify! Bangun! Mau tidur sampe kapan?! Sebentar lagi jam 9! Kamu nggak jadi ikut penataran?!!"
Omwo..!!!
Aku terduduk tegap dengan nafas memburu. Baju ku basah, tempat tidurku basah. Hahh?! Tempat tidur?
Aku refleks meraba tempat tidur -basah- ku dengan tampang takjub. Ohh No! Bukan takjub. Lebih tepatnya shock. What the hell?!! Aku bermimpi?!!
"Malah ngelamun, itu udah mau jam 9. Kamu mau sekolah jam berapa, Ify? Kamu berangkat untuk penataran itu hari ini, kan?"
Aku menyuguhkan cengiran manis -yang masih bercampur dengan kebingungan- kepada mama yang baru saja berkoar. Mengingatkan ku tentang agenda hari ini, sekaligus menyadarkan ku bahwa semua hanya mimpi. Just dreaming!
"Iya, mah.. Ini Ify bangun nih.." sahutku sembari bangkit dari tempat tidur.
Mama menggeleng, kemudian meraih gayung hijau di atas meja dan membawanya keluar kamar.
Drrttt..drrttt..
Ponsel berlayar touchscreen di atas meja yang sedang bergetar itu segera ku ambil.
Sebuah pesan singkat ada disana.
Sender : Sivia
Bangun woy! Bangun! Bentar lagi jam 9. Jangan molor ajee..bentar lagi juga ketemu kok sama pangeran lo, itu..hihii
Aku terkekeh membaca pesan singkat yang dikirimkan Sivia padaku.
Tau Sivia, kan? Sahabatku. Teman sebangku ku.
Ku simpan kembali ponselku tanpa membalas pesan darinya. Entah mengapa..jantungku berdegup lebih cepat. Teringat olehku bahwa hari ini, aku akan mengikuti penataran di Cibubur dengan di dampingi Mario!
"Ohh..God..semoga ngga' ada tsunami disana.." harapku dalam hati.
-----
Auhhh....selesai!
Gue lagi seneng sama kata-kata ‘oh dear’ nih ehhee mau ngeblog, opening dear my blog, mau nulis diary, openingnya dear my diary….jadul abissss
Mungkin udah ada yang pernah baca cerita serupa tapi dengan tokoh yang berbeda tadi malam. That's right! Ini punya gue kok. Dan semalem gue ngepost original version yang emang bukan RiFy di fb gue yang pertama. Nahh..tapi berhubung temen-temen di fb yang ini banyak ICL, khususnya RFM jadi gue repost dengan tokoh RiFy. Dan sedikit di edit di beberapa bagian. Jangan tanya yang mana karena gue ribet kalau ngejabarin satu-satu.
Maybe, or it's true .. it seems boring-__- tapi ya gitu, short stories or writings that I spontaneously cluster, this result does. FYI, ini gue buat dari setengah satu pagi sampe jam 2 pagi-__- tapi baru gue posting tadi malem. Dan gue repost lagi sekarang karena tadi pagi gue sibuk ngedit nama tokoh ahahhaaa
Finally, makasih deh buat yang sempet baca, kalau mau ngasih kritik dan saran juga..monggo.. loveyasomuch .....
Follow..
• Http://niastevania.blogspot.com/
• @sugargirl08
Nia 'nistev' Stevania_
Ada hal yang berbeda, yang aku temukan di dalam dirinya, namun tak ku temukan di dalam diri mereka.
Ahh, kata-kataku terlalu sulit di nalar. Sederhananya, aku merasa kan suatu perasaan kepadanya, seseorang yang bahkan hampir tak pernah bertegur sapa denganku. Kecuali, kami berpapasan secara tidak sengaja, itu pun dapat di hitung dengan jari. Dua, atau mungkin tiga kali. Tapi jauh dari hitungan singkat itu, sesungguhnya dalam sehari aku bisa menghabiskan waktu yang tak terhitung hanya untuk menatap wajahnya. Tidak percaya? Tapi aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku.
Dia mungkin tak semanis Afgan dengan lesung pipitnya, tapi bagiku, dia bahkan memiliki senyum yang seribu kali lebih manis daripada Afgan...ahahaha
"Ngga' bisa yah, sehari aja ngga' mandangin dia?"
Aku menoleh refleks saat mendengar pertanyaan dengan suara -yang aku tahu tidak bermaksud- meremehkan.
Tersenyum sambil mengangkat kecil bahu ku, aku meresponnya. "Gimana yah, nggak liat dia sehari tuh...kayak minum teh tanpa gula, hambar!"
Dia melengos, "masih manisan gue, mending lo mandangin gue deh, yang lamaan juga nggak papa."
Aku melotot sok shock, "please deh, Vi! Bahkan air mata gue jauh lebih manis di bandingin tampang lo!" seruku meledek.
Sivia, sahabat yang juga merupakan teman sebangku-ku ini memutar kedua bola matanya dengan kesal. "Rese' lo!"
"Bodo dehh.." Aku menjulurkan lidahku, meledeknya. Kemudian segera berlari meninggalkan Naura yang nampak mencak-mencak, masih di tempatnya.
***
"Mario dan Alyssa..."
Aku membaca sebaris kalimat yang bercetak tebal itu dengan pupil mata yang kian membesar. Aku memaju mundurkan wajahku, memastikan apa yang ku baca sama sekali tak salah. Kemudian, setelah benar-benar shock (mungkin ini terlalu 'LOL' karena aku shock setelah sepuluh menit lebih membaca sebaris kalimat berisi tiga kata, yang bercetak tebal tersebut) aku berlari-lari dengan semangat menghampiri Naura yang sedang fokus menghapus papan tulis.
"Ohh dear! Lo tau, ini apa?!!!" seruku bertanya, sambil melambai-lambaikan sehelai kertas tepat di depan wajah Sivia.
Sivia mengernyit heran, dan sreettt..ia meraih -dengan sedikit- paksa kertas di tanganku.
"Heii, pelan-pelan kek, non!" seruku jengkel.
Sivia mengacuhkan ku, ku perhatikan ekpresi wajahnya yang nampak serius. Beberapa menit kemudian, tanpa ekspresi terkejut sepertiku, ia mengembalikan kertas tersebut.
"You're not shocked?" tanyaku dengan tampang melongo.
Sivia menggeleng acuh. Hello, Sivia!!! Tak tahukah kau bahwa aku, sahabat termanis mu ini sedang berbahagia. Mario! Mario! Mario akan menjadi pendampingku dalam penataran di daerah Cibubur pekan depan! Bathinku histeris.
Ohh dear..aku lupa, kan yang jatuh hati pada Mario bukan Sivia! Tapi aku. Well, wajar kalau dia tak sebahagia diriku.
"Kalau elo bisa ngajak dia ngomong, meskipun cuman satu kali," Sivia berkata penuh penekanan sambil mengacungkan telunjuknya. "Gue baru bakalan bilang 'woww, i'm shocked, Ify!'" ujarnya dengan ekpresi terkejut yang dibuat-buat. Dan sangat terkesan lebay!
Okay, perlu di ketahui kalau selama 1,5 tahun aku jatuh hati pada Mario, belum pernah sekalipun aku berbicara padanya. Selain faktor ke-tidak-se-kelas-an kami, juga karena aku merasa minder padanya. Dia di puja, sedangkan aku? Bahkan sekalipun belum pernah namaku tercetak di tabloid sekolah. Yahh, aku bukan gadis populer yang multitalent, atau 'naugthy girl' yang bermasalah dan sering keluar-masuk BK. Karena memang dua faktor itu yang memungkinkan siswa/i di sekolah menjadi bintang di tabloid sekolah tiap minggunya.
"Apaan sih. Gue bakal buktiin kalau gue bisa--"
"Bisa bolak-balik masuk toilet saking groginya deket ama Rio, iya? Ahahhaa.."
Huhh..puas-puaslah kau tertawa Sivia. Akan ku buktikan kalau aku bisa! Tapi, bagaimana caranya?
Sivia menghentikan tawanya, dan merangkulku hangat. "Udahlah, jangan dipikirin! Gue bercanda kok. Serius deh! Gue ikutan seneng karena akhirnya, elo punya peluang lebih besar untuk deket sama Rio!" ucapnya tulus.
Aku menggeleng lemah. Entah mengapa, tantangan (ya meskipun ini hanya dari sudut pandangku saja, menganggap pernyataan Sivia tentang "ngobrol dengan Rio" itu adalah sebuah tangtangan) Sivia bergelayut dalam pikiranku.
"Ngga', Vi! Elo bener," aku mendesah panjang. "Udah lama gue naksir Rio, dari suka biasa sampe..entah ini cinta atau apa," aku mengedikan bahuku lemah, "gue sama sekali belum pernah ngobrol sama Rio. Kecuali teguran secara nggak sengaja kalau kita lagi papasan, kali." Aku mengedikkan bahu untuk kedua kalinya sembari menghela nafas. "Dan itu pun cuman sekedar saling lempar senyum, no more.."
"Heii, Al! Sejak kapan sih, elo jadi lemah gini? Ayolah semangat! Elo bakalan melewati 3 hari berkesan sama Mario sebentar lagi. Dan cuman elo sendiri yang nentuin, kesan baik atau kesan buruk yang bakal tercipta."
Ahhh...Sivia..aku padamu! Dia memang selalu bisa di andalkan. Dan aku suka itu.
"Thanks Vi! You're the best, everything for me.." ucapku sambil memeluknya.
Huhuhuuu..ini benar-benar mengharukan. Di saat aku tidak mempunyai kepopuleran semacam Shilla -cewek cantik yang juga model. Namanya sering bolak-balik mengisi lembaran tabloid sekolahku- yang punya banyak fans terutama dari kaum adam, aku masih memiliki (meskipun satu! Hihii) Sivia yang paling mengerti aku. Sahabatku, belahan jiwaku! It's you, Sivia!
Dengan bergandengan tangan, kami mulai melangkah menyusuri lorong-lorong kelas yang masih ramai dengan siswa/i sekolahku. Membahas Mario -karena aku lah yang paling mendominasi topik pembicaraan kali ini- tanpa bosan.
"Yaa..gue sih nyaranin, elo ngga' perlu neko-neko lah buat narik perhatiannya Rio. Just be your self, be the best with your self!" pesan Sivia, dengan mempertegas kalimat berbahasa inggrisnya yang ia selipkan di akhir kalimat.
"Owkay! Lo tau?" Sivia menggeleng dengan alis terangkat. "Meskipun elo cuek pake banget, tapi gue nggak pernah ngerasa salah orang kalau curhat sama lo! Gue doain elo langgeng deh yah sama Alvin."
Sivia tersenyum malu kemudian...aww dia mencubit pinggangku saudara-saudara!
"Aww! Sakit, Vi! Anarkis banget sih!" seruku setengah meringis. Sivia tak ambil pusing. Gadis cantik berambut sebahu itu justru melangkah lebih dulu sambil tertawa puas.
Siviaaaa...i wanna kill youuu..errr!
***
3 hari setelah aku menerima surat pemberitahuan -tentang siapa pendampingku dalam penataran di Cibubur- tersebut, aku masih belum menemui Mario meski hanya untuk sekedar berbasa-basi. Aku terlalu berharap kalau Mario lah yang akan datang menemuiku terlebih dahulu, dan mendiskuskikan banyak hal denganku.
Ahh, come on, Ify...jangan bermimpi!
"Gue aja kali yah, yang nyamperin dia duluan. Kan utusan sekolah itu gue, dia cuman pendamping." aku berpikir dengan keras, kemudian mengangguk mantap. "Yeah! Intinya, disini gue yang perlu dia, jadi gue yang harus nyamperin dia. Okay, Al! Fighting!" aku menyemangati diriku sendiri.
Setelah merasa yakin dengan keputusanku, aku segera melangkah menuju lapangan basket sekolah. Aku tau dia sedang disana, karena basket adalah hoby nya. Dan sudah -seperti- menjadi hal wajib baginya, untuk menghabiskan waktu pada jam istirahat kedua dengan bermandikan keringat! Baca, bermain basket.
Entah kurang beruntung, atau memang sedang sial (hemm..sepertinya, makna dari dua kalimat itu sama sekali tidak berbeda), bukan gerakan indahnya saat ber-freestyle ria dengan bola basketnya yang ku lihat, justru adegan me-ngelap keringat yang tersaji dihadapanku saat ini. Ohh dear...Shilla sedang menyeka mesra (well, ini dari sudut pandangku) keringat yang mengalir di kening ahh entahlah, jarak yang agak jauh membuatku tidak bisa memastikan, entah bagian kening atau pelepis Andrean yang sedang berkeringat.
"Ify?"
Aku terkesiap saat mendengar Mario mengucapkan nama ku dengan nada bertanya.
"Ahh ya, sorry, gue ganggu yah? Gue balik deh, permisi.." pamitku setengah hati.
Saking gugupnya aku tanpa sadar meracau seperti itu. Dan satu hal lagi yang sempat ku lupakan. Dia menyebut namaku! Dia tau namaku! Darimana? Bagaimana bisa? Bahkan untuk berjabat tangan dan saling menyebutkan nama pun, tak pernah kami lakukan.
***
4 hari setelah peristiwa di lapangan basket waktu itu, akhirnya kami dipertemukan kembali. Jujur, setelah peristiwa yang cukup tak mengenakan itu, aku selalu menghindar jika harus bertemu dengannya. Malu, kecewa, sakit hati, kesal, semua perasaan tak jelas itu menyatu dalam hatiku. Ingin marah tapi pada siapa? Aku bahkan tak memiliki hak apa-apa atas Mario.
"Alyssa, Mario, besok kalian akan diberangkatkan dari sekolah pada pukul 9 tepat. Jadi, kalian bisa mempersiapkan diri kalian sebaik mungkin sebelum berkumpul disekolah pada pukul setengah 9. Mengerti?!" jelas Bu Susi, guru Bahasa Indonesia yang juga menjabat sebagai wakil kepala sekolah di sekolahku.
"Mengerti, Bu!" jawab Mario tegas. Sedangkan aku, aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
---
"Elo, lagi nggak sakit, kan?"
Aku mengangkat wajah saat Mario bertanya dengan ekspresi setengah terkejut. Saat ini, aku dan dia sedang melangkah bersama menyusuri lorong-lorong kelas yang tampak sepi -karena memang kegiatan belajar-mengajar sedang berlangsung-.
"Ng..ngga', gue sehat kok."
"Ohh, syukur deh. Gue pikir elo lagi sakit, habis daritadi diem aja.."
Aku hanya tersenyum. Harus menjawab apa? Aku terlalu 'surprise' karena hari ini ia mengajakku mengobrol. Meskipun dengan bahasan sederhana yang jauh dari kesan mengasyikkan menurutku.
"Siap buat besok?" Aku mengangguk.
"Elo diem mulu deh, lagi sakit gigi yah? Perasaan Shilla pernah bilang sama gue kalau elo anaknya rame banget."
Shilla? Bahkan aku sendiri tak ingat kapan terakhir kali aku mengobrol dengan gadis blesteran tersebut.
"Makanya jangan pake perasaan." cetusku asal.
"Hahh?!" dia menatap bingung, membuatku ikut bingung.
"Udah lupain, gue lagi random kayaknya." ucapku sembari mengibas-ngibaskan kedua tanganku.
Dan satu hal lagi yang tak ku sadari. Ia bersama Shilla pernah membicarakan ku. Untuk apa?
***
Hari pertama di Cibubur yang ku lalui bersama Mario biasa saja. Tidak ada hal istimewa yang terjadi pada kami. Sesampainya di penginapan, kami langsung masuk kamar masing-masing, kemudian diberikan informasi mengenai jadwal, makan siang, tidur siang, makan malam, dan tidur malam. Sungguh membosankan. Tapi tak apa, masih ada 2 hari lagi yang akan ku lalui bersamanya. Seperti kata Sivia, semua tergantung padaku, menciptakan kesan yang baik, atau kesan yang buruk.
---
Entah mengapa, rasa nya sulit sekali untuk memejamkan kedua mataku malam ini. Mungkin aku belum terbiasa dengan keadaan disini, sehingga aku jadi susah tidur. Dengan langkah terseok -antara lelah dan ngantuk tapi mata enggan terpejam- aku beranjak dari tempat tidur, dan membuka pintu kamarku. Aku berniat mencari angin diluar saja.
"Ngga' bisa tidur yah?"
Aku mendongak saat mendengar sebuah suara dari atas pohon yang berdiri kokoh disampingku. Sederet gigi putih langsung menyapa mataku kala itu.
Hupp...pemilik suara itu melompat dan mengambil posisi di sampingku.
"Gue juga ngga' bisa tidur loh.." sambungnya.
"Ehh, mm..iya, gue juga ngga' bisa tidur, padahal ngantuk banget.." ujarku setengah meringis.
Dia tertawa kecil. "Ternyata kita bisa sehati gini, yah?"
Degg..perasaan ini..perasaan ini jauh lebih menyenangkan dari biasanya. Mendengar suaranya, melihat tawanya, menatap matanya...ohh dear..mimpikah aku saat ini?
"Heii, Al? Kenapa sih, elo suka bengong mendadak gitu? Terpesona ama gue yah, Al~"
Dan ini..ini untuk pertama kalinya dia menggodaku. Manis sekali..
Aku hanya tersenyum sambil menyelipkan sejumput anak rambut ke belakang telingaku. Gugup sekali rasanya.
Dan lagi-lagi, aku tak menyadari sesuatu. Dia mengetahui nama panggilan dari orang-orang terdekatku! Al. Al berasal dari Alyssa. Singkatnya, aku biasa dipanggil Al oleh orang tua dan Sivia, sahabatku. Dan karena biasanya mereka selalu menggunakan suku kata di awal, bukan di akhir, maka yang keluar adalah Al.
***
Acara siang ini, lagi-lagi terasa membosankan bagiku. Teori, teori, dan teori. Aku lebih menyukai praktek di banding teori yang lebih pantas disebut obat kantuk, bagiku.
Demi membunuh rasa bosan, di sela-sela kegiatan pembimbing yang sedang memberikan teori pada peserta penatarana aku memilih untuk meraih ponsel di saku ku, dan mencari-cari nama seseorang untuk di hubungi.
To : Sivia
Hei! Bagaimana di sekolah? Sepi ngga' ada gue, kan? Gue dong, bosen banget disini. Miss you..
Sent!
Aku segera menyimpan kembali ponselku ke dalam saku. Upss, sedikit terkejut bahkan hampir menjerit saat aku melihat Mario yang tengah menatap tajam ke arahku. Ku pasang cengiran manis yang mungkin terkesan konyol di mata Mario.
"Ngapain?" tanya nya dengan intonasi yang teramat pelan.
Aku menggeleng kecil, "nothing.."
"Nge-smsin siapa sih?" tanya nya lagi.
"Temen.." jawabku singkat. Aku buru-buru menatap ke depan saat ku lihat pembimbing kami sedang berjalan ke arahku.
Drrtt..drrtt..
Ponselku yang ku setting dalam modus silent bergetar, setelah lirik kanan-kiri, depan-belakang, aku segera 'menjemputnya' dan menekan tombol keypad lock.
Sender : Sivia
Bahkan kelas jadi lebih damai dengan ketidakhadiran elo! :p
Elo kangen gue? Emang sih, gue ngangenin. Rio gimana?
Refleks aku melirik ke samping saat melihat nama Mario terselip disana. Dan lagi-lagi pria yang membuatku jatuh hati itu menatapku tajam.
Dan lagi-lagi-lagi, aku menyuguhkan cengiran manisku padanya, dan (mungkin aku terlalu menggunakan kata dan, maaf!) untuk kedua kalinya, ia melengos.
Heii, what's wrong?!
To : Sivia
Sialan lo!
Sesuka hati lo aja deh, yang penting lo happy.
Rio di sebelah gue nih. Semalam kita sama-sama ngga' bisa tidur. Finally, kita malah nongkrong dibawah pohon sambil ngobrol. Hebat kan gue! :p
Asik! Yahhh, memang asik menghabiskan waktu dengan bersms ria seperti ini. Apalagi lawannya Sivia. Seru sekali!
"Bukannya elo belum punya pacar? Tapi kok kayak sms-an sama pacar sih?"
Aku kembali menatap Mario yang baru saja bertanya padaku.
"Hahhh?!" kaget juga. Bagaimana bisa ia berpikiran seperti itu? "Ya bukanlah, kan gue bilang itu temen." jawabku pelan. Bahaya, pembimbing itu sedang memperhatikan kami melalui ekor matanya.
"Bisa kalian mendengarkan saya dengan serius? Jangan mengobrol! Atau silahkan keluar jika kalian mulai merasa bosan!"
Sontak semua penghuni ruangan -termasuk aku dan Mario- merapikan duduk dan mencoba fokus pada satu titik, saat mendengar peringat dari pembimbing kami. Peringatan yang sepertinya memang ditujukan kepada kami, lebih tepatnya aku dan Mario.
Dan untuk entah keberapa kalinya, aku tak menyadari sesuatu. Mario bahkan tau jika aku masih sendiri! Apa ini tidak terkesan aneh?
***
Debur ombak pantai pasir putih yang tengah kami -aku dan peserta penataran lainnya- nikmati saat ini langsung membuat kami menjadi rileks. Hari ketiga di Cibubur ini memang akan dihabiskan dengan bersenang-senang. Free time? Yah, bisa dibilang seperti itu. Kami diberikan kebebasan untuk melakukan apa yang kami mau, karena besok kami akan kembali ke Jakarta.
"Ifyyy!!!"
Aku menoleh dan mendapati Mario tengah tersenyum hangat sambil melambaikan tangannya dari kejauhan.
"Eciee, Ify! Samperin tuh pangerannyaa.."
Zahra, salah satu peserta penataran yang cukup akrab denganku, menggoda. Antara malu dan entahlah, aku mendorong pelan bahunya.
"Apaan sih~"
"Eciee..malu-malu.." dan Riko, partner Zahra juga ikut menggoda.
Aku menggeram, pura-pura kesal pada mereka.
"Ifyyy!!!"
Dan seruan kedua yang masih berasal dari Andrean kembali menghadirkan koor 'cie-cie' dari mulut Zahra dan Riko. Kali ini bahkan lebih ramai, karena peserta penataran lainnya ikut menggoda. Ohh dear...
Tanpa menggubris ledekan mereka, aku segera berlari-lari kecil menghampiri Mario.
"Kenapa?" tanyaku dengan alis terangkat. Jujur, aku merasa detak jantungku berdetak lebih cepat saat ini.
Entah perasaanku saja, atau memang begitu adanya. Mario terlihat kikuk dan...gugup.
"Gue boleh minta tolong?"
"With pleasure.." jawabku jujur.
Mario terdiam, dan nampak menghela nafas. Dia kenapa sih?
"Emm tolong ambilin bola basket gue dong, disana.."
Mario mengarahkan telunjuknya ke tempat yang dimaksud. Sedikit aneh, dalam rangka apa dia menyuruhku melakukan itu?
"Elo nyuruh gue ngambil bola basket?" tanyaku mengulang perintahnya.
Dia mengangguk dengan mulut tertutup rapat. "Mau yah? Please.."
Ahh, dia tak perlu memohon pun dengan senang hati akan ku lakukan.
"Iyaa, ngga' perlu melas gitu ah~" ujarku sembari melangkah meninggalkannya. Sekaligus melaksanakan perintahnya.
Taukah, bahwa ada sesuatu yang mengejutkan terjadi disana. Ditempat dimana ia menyuruhku untuk mengambil bola basket miliknya.
Tepat dibelakang bola basket tersebut, aku menemukan sebuah lukisan. Waitt..that's my face! Aku tak mungkin salah. Benar-benar lukisan yang bagus. Aku dikelilingi dengan bola-bola basket. Ehh atau mungkin hanya mirip?
Setengah tersenyum, aku meraih bola basket yang memang menjadi tujuan awalku ke tempat ini. Aku ingin buru-buru menyerahkan bola tersebut kepada Mario, dan mengabarkan padanya tentang lukisan ini. Lukisan yang menurutku, sangat mirip dengan wajahku.
Tapi..baru saja aku menyentuh bola basket tersebut, aku menemukan secarik kertas berwarna merah jambu tertempel disana. Ada tulisannya. Bunyinya...
"Aku cinta kamu, Ify.."
Wowww, kalimat yang...tunggu! Aku kan hanya berucap dalam hati, tapi kenapa aku mendengar suara lain yang mengucapkan kalimat serupa. Ohh dear...tulisan tadi berbunyi apa?
Aku mengejanya sekali lagi, kemudian melebarkan kedua mataku tak percaya.
"Mau kah kau menjadi pacarku?"
Dengan masih terkejut aku mengangkat wajahku. Mencari tau pemilik wajah yang baru saja berucap. Dan..amazing...wajah Mario tersuguh tepat didepanku. Jadi..apa itu artinya, dia yang berucap? Apa? Dia? Mario?
Aku shock. "Elo..?" aku menutup mulutku tak percaya, sedang sebelah tanganku menunjuk Mario yang nampak harap-harap cemas.
"Ya..gue! Apa elo bersedia?"
Ini keajaiban yang tak pernah ku mimpikan sebelumnya. Aku harus menjawab apa?
Aku terdiam. Menggigiti kuku cantikku yang baru saja ku rapikan.
Okay, Ify! Khayalan yang bahkan tak pernah kau mimpikan, kini telah tersaji dihadapanmu. Tinggal bagaimana kamu menikmatinya.
Aku berpikir dengan kedua bola mata yang bergerak ke kanan dan ke kiri dengan gelisah. Sedang di depanku, Andrean pun menampakkan wajah tegang yang nyaris berkeringat dingin (setidaknya ini melalui sudut pandangku).
"Gue..gue.." Aku tergagap, entah mengapa sedikit perasaan takut menyelimuti hatiku.
Bagaimana kalau Mario hanya bercanda? Sebentar..ini bukan bulan april, kan? Jadi tidak akan mungkin ada april mop. Ini juga bukan bulan desember, jadi mustahil jika mendadak ada surprise party. Jadi..
"Awas!! Tsunami!! Tsunami!!"
Aku mendadak kalang kabut sendiri. Dengan panik aku memperhatikan orang-orang di sekelilingku yang tampak lari tunggang langgang tak beraturan.
"Ify, ayo kita lari! Cepat!" seru Mario yang mulai meraih tanganku.
Ohh dear..please, lah..
Aku bahkan belum menjawab permintaannya. Aku belum mengutarakan betapa aku mencintainya. Aku belum mengungkapkan berapa lama aku telah mendambanya. Aku..
"Ify! Ayo cepat!"
Mario yang mungkin memperhatikanku, yang masih terpaku pada pikiranku sendiri kembali bersuara.
"Tapi, Yo..gue.."
"Lari!!"
Mario menarik tanganku, dan mulai membawa tubuhku berlari di tengah kerumunan masyarakat yang nampak panik.
Seperti balapan kuda, air-air pantai mulai bergerak mengejar kami.
Dan...
Byurrrr...
"Ify! Bangun! Mau tidur sampe kapan?! Sebentar lagi jam 9! Kamu nggak jadi ikut penataran?!!"
Omwo..!!!
Aku terduduk tegap dengan nafas memburu. Baju ku basah, tempat tidurku basah. Hahh?! Tempat tidur?
Aku refleks meraba tempat tidur -basah- ku dengan tampang takjub. Ohh No! Bukan takjub. Lebih tepatnya shock. What the hell?!! Aku bermimpi?!!
"Malah ngelamun, itu udah mau jam 9. Kamu mau sekolah jam berapa, Ify? Kamu berangkat untuk penataran itu hari ini, kan?"
Aku menyuguhkan cengiran manis -yang masih bercampur dengan kebingungan- kepada mama yang baru saja berkoar. Mengingatkan ku tentang agenda hari ini, sekaligus menyadarkan ku bahwa semua hanya mimpi. Just dreaming!
"Iya, mah.. Ini Ify bangun nih.." sahutku sembari bangkit dari tempat tidur.
Mama menggeleng, kemudian meraih gayung hijau di atas meja dan membawanya keluar kamar.
Drrttt..drrttt..
Ponsel berlayar touchscreen di atas meja yang sedang bergetar itu segera ku ambil.
Sebuah pesan singkat ada disana.
Sender : Sivia
Bangun woy! Bangun! Bentar lagi jam 9. Jangan molor ajee..bentar lagi juga ketemu kok sama pangeran lo, itu..hihii
Aku terkekeh membaca pesan singkat yang dikirimkan Sivia padaku.
Tau Sivia, kan? Sahabatku. Teman sebangku ku.
Ku simpan kembali ponselku tanpa membalas pesan darinya. Entah mengapa..jantungku berdegup lebih cepat. Teringat olehku bahwa hari ini, aku akan mengikuti penataran di Cibubur dengan di dampingi Mario!
"Ohh..God..semoga ngga' ada tsunami disana.." harapku dalam hati.
-----
Auhhh....selesai!
Gue lagi seneng sama kata-kata ‘oh dear’ nih ehhee mau ngeblog, opening dear my blog, mau nulis diary, openingnya dear my diary….jadul abissss
Mungkin udah ada yang pernah baca cerita serupa tapi dengan tokoh yang berbeda tadi malam. That's right! Ini punya gue kok. Dan semalem gue ngepost original version yang emang bukan RiFy di fb gue yang pertama. Nahh..tapi berhubung temen-temen di fb yang ini banyak ICL, khususnya RFM jadi gue repost dengan tokoh RiFy. Dan sedikit di edit di beberapa bagian. Jangan tanya yang mana karena gue ribet kalau ngejabarin satu-satu.
Maybe, or it's true .. it seems boring-__- tapi ya gitu, short stories or writings that I spontaneously cluster, this result does. FYI, ini gue buat dari setengah satu pagi sampe jam 2 pagi-__- tapi baru gue posting tadi malem. Dan gue repost lagi sekarang karena tadi pagi gue sibuk ngedit nama tokoh ahahhaaa
Finally, makasih deh buat yang sempet baca, kalau mau ngasih kritik dan saran juga..monggo.. loveyasomuch .....
Follow..
• Http://niastevania.blogspot.com/
• @sugargirl08
Nia 'nistev' Stevania_
0 komentar:
Posting Komentar