Short story of CaGni...
Suara
derap langkahmu..
Yang
selalu aku tunggu..
Rintik hujan perlahan menyapa
bumi. Namun itu semua tak membuat pemuda tampan ini beranjak dari tempatnya.
Masih disini, di tempat ini, menanti kehadiran seseorang yang dikaguminya.
Ia melirik ke arah arloji
silver di tangannya. 15 menit lebih lama dari biasanya, dan itu sempat membuat
ia berniat untuk meninggalkan tempat ini.
Sayang, hujan turun semakin
deras.
Tap..tap..tap..
Derap langkah berlari yang
memecah kesunyian di tempatnya berdiri saat ini sontak membuat kepalanya
terangkat. Berharap feeling nya (yang sebenarnya memang sudah terlatih untuk
mengingat dan menghafal pemilik suara derap tersebut) tak salah.
"Ckckkk...basah lagi!"
Ia menoleh ragu-ragu atau
lebih tepatnya mencuri pandang, menatap
gadis yang baru saja menggumam sambil mengibaskan rambut kuncir kudanya.
Aku
dilirik olehmu..
Membuatku
ingin lari saja..
Sighh..
Secepat kilat ia membuang
pandangan saat gadis yang menjadi objek perhatiannya menoleh.
'Shitt! Pake noleh segala lagi!' rutuknya dalam hati, tengsin. 'Tapi nggak papa sih, makin manis aja ni
anak.' tambahnya dengan diiringi lirikan kecil melalui ekor matanya.
Sementara itu, sang gadis
menaikkan sebelah alisnya melihat tingkah aneh pemuda di sampingnya. Dengan
mencuri-curi pandang, lantas membuang muka saat tertangkap basah, tidak sopan.
Ia meneliti tubuhnya -tak
kentara- dari atas ke bawah.
'Nggak ada yang salah dari gue..' batinnya dengan kening berkerut. 'Astaga! Jangan-jangan baju gue tembus
pandang lagi?!' ia refleks memeluk tubuhnya erat-erat. Tanpa memastikan
apakah benar bajunya-tembus-pandang-atau-tidak, ia segera berlari menembus
hujan. Membuat pemuda yang tetap memperhatikannya terkaget-kaget sendiri.
Ku
suka tapi ku tak tahu..
Harus
bagaimana diriku..
Beranikan
diriku ini berkenalan..
Denganmu...
Tuk..tuk..tuk..
Pemuda tampan ini masih
termenung. Telunjuknya mengetuk-ngetuk bola basket di hadapannya.
"Baru kali ini nih, gue suka sama cewek
yang kenal pun nggak."
Happ..ia melempar dan menangkap
kembali bola basket miliknya. "Gimana
caranya gue kenalan, kemaren aja dia kayaknya takut gitu sama gue."
Pukkk...
"Hayolohhh...ngapain malem-malem
ngelamun?!!" teriak seseorang
mengejutkannya.
Ia menoleh, kemudian menatap
gadis cantik yang baru saja mengganggu 'private
time' nya tersebut.
"Nyebelin banget sih! Ganggu aja!" ujarnya ketus.
Gadis itu cemberut. "Dasar kakak durhaka! Gitu banget sih
sama adek sendiri!"
Ngambek. Gadis ini mulai
melakukan aksi 'ngambek' yang memang selalu terjadi saat mendengar ucapan kesal
sang kakak yang ditujukan kepadanya.
Pemuda itu menghela nafas,
sadar sikapnya barusan membuat sang adik kesal. "Maaf deh, Fy.. Tadi kakak lagi mikir soalnya.."
bujuknya dengan tangan kanan yang sudah melingkar halus di lengan Ify, adiknya.
Ify memasang tampang 'sok'
mikir dengan telunjuk yang bergerak mengetuk-ngetuk dagu panjangnya. "Tapi anterin Ify ke rumah temen dulu
yah... Mau balikin buku soalnya.." pinta Ify sambil tersenyum lebar.
Pemuda itu mengangguk dengan
setengah mendengus. "Iya deh,
yuk!"
"Ify ambil bukunya dulu!" pamit Ify, kemudian segera berlari menuju
kamarnya.
Suka
aku suka padamu..
Suka
aku suka kau..
"Mybro! Suka bener lo nyanyiin tu
lagu?"
Rio, salah seorang sahabat
yang selalu mengintil kemana kakinya melangkah langsung merangkul hangat
pundaknya. Lelaki itu memutar bola matanya asal, kemudian kembali menyanyikan
lagu kesukaannya tersebut.
"Suka..aku suka padamu~ suka..aku suka
kau~"
"Elo kenapa sih? Lagi naksir sama cewek
ya?" tanya Rio terdengar polos.
Plukk...pemuda itu mengetuk kepala
Rio tanpa ampun dengan pulpen yang ia peroleh dari saku seragamnya.
"Ya ialah gue naksir cewe..masa' naksir cowok!"
sahutnya jengkel.
Rio tersenyum setengah
meringis. "Ya, sorry deh, gue kan
cuma pengen mastiin aja. Anyway, tu cewek siapa? Anak sini? Nggak mungkin Ify
kan? Kecuali kalau elo korbannya 'the virgin'," celetuk Rio panjang
lebar. "Tuhan...berikan--"
"Rio hidung..satu centi lagi..awww!"
Rio memberikan jitakan
mautnya pada Cakka, saat pemuda tersebut memotong senandungnya, dan mengganti
liriknya sesuka hati. Catat! Sesuka hati dan lebih mengarah kepada
'penghinaan'.
"Nggak gitu liriknya!" ujar Rio antara kesal dan gemas. "Eh back to the topic deh, jadi tu
cewek siapa?" sambungnya bertanya. Seolah telah melupakan kekesalan
hatinya akan penghinaan Cakka beberapa menit yang lalu.
"Jadi--"
"Pagi Cakka! Pagi Rio!" sapa beberapa siswi yang berpapasan dengan
mereka.
"Pagi..." sahut keduanya bersamaan.
"Ganggu aja tuh cewek!" sungut Rio saat cerita Cakka yang belum
sedikit pun terselesaikan harus terpotong oleh sapaan pagi dari para gadis yang
memang sering mencuri-curi perhatian mereka.
"Tapi lo suka kan~"
"Nggak! Kalau Ify yang nyapa, baru gue
seneng!" seru Rio bersemangat.
Brukk..
Cakka melemparkan ranselnya
saat ia dan Rio telah sampai di kelas. Kemudian, ia mengeluarkan selembar foto
seorang gadis, dengan rambut dikuncir satu yang agak basah, dan wajah yang juga
basah. Foto itu di ambil dari sudut kanan oleh Cakka secara diam-diam melalui
kamera ponselnya, yang setelahnya segera ia cetak beberapa lembar.
Rio meraih lembaran foto
tersebut dan memperhatikannya secara seksama.
"Manis.." gumam Rio sambil mengangguk-anggukkan
kepalanya.
"Namanya Agni, gue sering ketemu dia di
halte dekat perempatan ujung jalan sekolah kita. Emm..bukan sering ketemu sih,
lebih tepatnya..gue sengaja nungguin dia, biar bisa ketemu sama dia."
Rio mengembalikan foto
tersebut pada pemiliknya. "Anak
mana?"
"Satu sekolahan sama Ify."
Rio mengangguk kembali. "Jadi Ify yang ngenalin dia ke loe,
gitu?"
Cakka menggeleng. Tiba-tiba
saja ia tersenyum manis, bayangan kejadian semalam terlintas kembali dalam benaknya.
"Bukan. Malah gue baru tau, kalau dia sama
Ify tuh sohib banget! Chair mate.."
"Kok bisa?"
"Jadi..."
Cakka memutar-mutar kunci motor yang terselip di jari telunjuknya dengan
malas. Sesekali ia melirik arloji di tangannya, kemudian mendengus kesal. 30
menit telah berlalu, namun Ify belum menampakkan batang hidungnya.
"Tadi
katanya mau ngambil buku doang, kok lamanya nggak di diskon gini sih."
gerutu Cakka, kesal.
Dari atas, Ify melangkah riang menapaki satu per satu anak tangga, dengan
sekantong plastik hitam berukuran cukup besar yang kemungkinan isinya adalah
buku.
"Lama
amat sih! Kayak putri keraton aja! Ngapain dulu tadi? Luluran?" sembur
Cakka.
Ify terkekeh geli, kemudian ia menggandeng tangan kakaknya tersebut dan
membawanya keluar menuju kendaraan yang akan mereka gunakan.
"Jangan
bawel yah kakak cakep. C'moon kita lets go!"
ajaknya yang tanpa aba-aba segera mengikuti Cakka, menaiki motor abangnya
tersebut.
"Itu
buku temen lo?" tanya Cakka yang mulai menghidupkan mesin motornya. Ify mengangguk tanpa
menjawab. Ia sibuk memposisikan kakinya agar berpijak dengan pas. "Ckckk..gilaaa! Temen lo punya toko
buku apa perpustakaan nih? Sampe elo bisa minjem segitu banyak?"
Ify memeluk pinggang Cakka demi keamanan. Mengingat frekuensi kecepatan
mengendara Cakka yang memang sudah dapat ia pastikan-berapa.
"Bawel
banget sih! Buruan, entar kemaleman."
Cakka mendengus dan mulai melajukan kendaraannya menuju sebuah rumah,
dengan berbekal alamat yang disampaikan Ify secara lisan selama dalam
perjalanan.
10 menit kemudian, keduanya telah berdiri di depan pintu sebuah rumah
bergaya minimalis dengan beberapa tanaman yang menghiasi depan rumah tersebut.
Cklekk..
Pintu terbuka setelah Ify menekan bel rumah tersebut beberapa kali.
Seorang gadis manis muncul dengan senyum ramahnya.
"Eh
elo, kirain nggak jadi." sapa
gadis tersebut sambil melebarkan pintu rumahnya. "Masuk, Fy! Eh ini, siapa?" sambungnya bertanya, setelah
menyadari ada sosok lain di samping Ify.
"Kenali,
Ag, ini kakak gue, Ca-Kka.."
Agni tersenyum kemudian mengulurkan sebelah tangannya. "Agni, Kak."
"Err..Cakka!"
balas Cakka sambil menjabat tangan Agni.
Sebagai adik Cakka, Ify dapat menangkap dengan jelas raut kegelisahan
yang tercetak di wajah kakaknya tersebut. Dan Ify dapat mengartikan ada sesuatu
dibalik tingkah Cakka yang tiba-tiba saja terlihat tak seperti biasanya.
"Masuk,
yuk!" ajak Agni.
"Ok--"
"Err..nggak
usah, Ag. Gue sama Ify balik sekarang aja." sela
Cakka buru-buru. Ia tiba-tiba saja teringat tentang kebiasaannya -menunggui
Agni sepulang sekolah-, dan takut kalau-kalau Agni mengenali wajahnya sebagai
'pemuda halte'.
Benar saja, selang beberapa detik setelah mendengar penolakan Cakka,
kedua mata Agni menyipit dan keningnya berkerut. Seolah-olah sedang mengingat
sesuatu.
"Emm..kayaknya,
gue pernah ketemu sama lo deh, kak.."
Cakka tertawa garing, "Hahhh?!
Hahaha err masa sih? Ahh bukan kali, salah liat orang. Ahaha kan muka gue
ganteng." sahutnya yang mulai kacau. Ify terkikik kecil. Agni, gadis
itu mengangguk ragu. Hemm..mungkin, dia memang salah orang, tapi sepertinya
tidak mungkin juga. Ehh..
"Udah..masuk
aja yuk, Kak! Ify haus nih,"
rengek Ify sambil mengelus-elus tenggorakannya. "minta minum boleh kan, Ag?"
Agni mengangguk cepat. "Tentu!
Yuk, masuk!"
Keduanya pun melangkah beriringan menyusul Agni yang berjalan lebih dulu.
"Stt..stt.."
Ify menyikut pinggang Cakka, pelan. "Elo
naksir Agni yah? Waa ayo ngak--"
Cakka buru-buru membekap mulut Ify yang padahal kalau tidak di bekap pun
Agni tak mungkin mendengar karena gadis tersebut berujar pelan.
"Iya,
diem! Makanya gue grogi nih."
"Loh
kok masih disitu? Ayo, duduk sini!"
seru Agni yang baru saja kembali dari dapur dengan sebuah nampan berisi 3 gelas
syrup di tangannya.
"Makasih
yah, Ag! Gue minum!" seru Ify yang langsung menenggak
setengah gelas minuman yang disuguhkan Agni.
Agni menggeleng-geleng melihatnya, sedangkan Cakka, ia justru jadi malu
sendiri melihat tingkah Ify.
"Nggak
minum, kak?" tanya Agni menyadarkan Cakka dari lamunannya.
"Ehh
iya, nih gue minum." Cakka meraih gelas minumannya
dengan sedikit gugup.
"Oh
iya, Ag, lo tau? Kakak gue ini jago banget loh basketnya. Di sekolah dia kapten
basket. Elo mau duel sama dia nggak? Pasti seru deh kalau kalian duel. Kan
kalian sama-sama jago." celoteh Ify dengan semangat.
Semangat buat nyomblangin sohib dan abangnya ini maksudnya.
Cakka yang sedang minum hampir tersedak, namun ia tetap mencoba bersikap
biasa.
"Wahhh!
Beneran?! Boleh tuh! Boleh! Mau nggak kak?"
"Uhuk..uhuk.."
Cakka benar-benar tersedak kali ini. Ia mengembalikan gelas kosong di
tangannya ke atas meja dan menutupi mulutnya yang mulai batuk.
"Ehh
emm maksud lo?"
Ify berdecak gemas. "Yee..si
kakak. Agni ngajakin lo duel noh, mau nggak?"
"Kalau
kakak mau sih." tambah Agni penuh harap dalam ucapannya.
Kalau bukan karena menahan gengsi, mungkin Cakka sudah berseru "YES! I WANT IT!" dengan
semangat 45.
"Emm
kenapa nggak? Penasaran juga, gimana sih kemampuan yang lo punya."
"Jangan
ngeremehin Agni lo, kak.. Dia tuh kapten basket putri di sekolah Ify."
ucap Ify bangga, sambil menepuk keras pundak Agni.
"Nggak
make nabok juga kali neng.."
Ify menyeringai lucu, Agni hanya mendelik melihatnya.
"Ya
udah, Ag. Gue pamit sekarang deh, takut kemaleman."
"Sippp,
gue anter ke depan deh." Agni
berdiri dan mulai mengiringi Ify dan Cakka yang melangkah di depannya.
"Jangan
kangen sama gue yah, Ag!"
seru Ify bercanda.
"No
thanks!"
"Iya
deh, paling elo kangennya sama kakak gue~"
goda Ify sambil melirik Cakka melalui ekor matanya.
"Apaan
sih~"
"Ahahhaa,
gue balik dulu, seeya Ag!"
pamit Ify sambil menaiki motor Cakka.
"Kak?"
panggil Agni sebelum Cakka melajukan motornya. Cakka menoleh dan
menaikkan kaca helmnya.
"Yaa?"
"Besok
siang yah? Di lapangan basket yang depan halte, tau, kan?" ucap
Agni menahan senyum, membuat Cakka salah tingkah. Sepertinya Agni sudah sadar.
"Sippp!"
Cakka mengacungkan ibu jarinya sambil tersenyum manis. Entah mengapa, Agni jadi
malu sendiri.
"Udah
kali ngobrolnya, Ify ngantuk woyyyy!" seru
Ify yang langsung membuat Cakka merutuk dalam hati. Ia merasa suara cempreng
adiknya tersebut mematahkan keindahan suasana hatinya.
"Balik
yah, Ag! Nih nenek lampir satu manjanya kumat, bye!"
"...gitu~"
Rio mengangguk paham setelah
Cakka menceritakan kejadian semalam, saat ia yang awalnya setengah mengantar
Ify untuk mengembalikan buku milik temannya yang ternyata Agni, gadis yang
selama ini selalu membuatnya menunggu di halte.
"Eh, bro, kapan kek gitu elo ngizinin gue
jalan sama Ify. Masa' gue cuman ketemu sama adek lo di rumah lo doang? Mana gue
nggak bisa main tiap hari lagi, huhhh.." keluh Rio.
Berhubung hatinya sedang
berbunga-bunga, Cakka berniat untuk menyenangkan hati sahabatnya yang satu ini. "Entar sore, mending elo ikut gue duel
sama Agni deh, gue yakin Ify juga ikut. Jadi pas gue tanding, elo temenin deh
tuh si Ify."
Kedua mata Rio melebar,
kemudian dengan semangat menggebu-gebu, ia memeluk -sangat- erat tubuh Cakka. "Siap mybro! Aku padamu dah!"
"Nggak pake meluk juga kali!" sungut Cakka risih.
***
Siang hari sepulang sekolah..
Duk..duk..duk..
Ify mendribbel bola basket
milik Agni yang dititipkan padanya. Sedang Agni sendiri, tengah serius
menguncir rambutnya agar lebih mudah saat berduel nanti.
"Kakak lo mana, Fy? Lama bener.."
Ify menghentikan kegiatannya,
dan menatap Agni dengan senyum menggoda. "Ecieee
kangen nih sama abang gue?~"
Mendadak Agni jadi kehilangan
kata-kata. "Ahhh ehh enggak. Kan mau
duel? Iya, kan?"
"Ya...gue sih cuma mau ngebocorin sesuatu
doang sama lo."
Agni menatap Ify dengan alis
terangkat. "Apa?"
"Sebenernya abang gue tuh..."
***
Cakka tak henti-hentinya
membenarkan tatanan rambut yang sebenarnya sudah sangat rapi dan...keren!
Rio yang berjalan di
sebelahnya jadi risih sendiri. Sepanjang jalan, dari rumah hingga mereka hampir
sampai di lapangan basket, Cakka tetap sibuk mengurus rambut dan setelannya.
Dan dengan santainya, pemuda tersebut membebankan bola basket, air mineral dan
ransel nya kepada Rio.
"Gue telen juga lo, Kka!" ucap Rio dongkol.
Cakka mengernyit heran. "Lah, kenapa? Gue kan nggak
ngapa-ngapain elo?"
"Nggak ngapa-ngapain lo bilang? Terus gue
bawa-bawain barang lo ini karena apa? Karena siapa?"
Cakka meringis, kemudian
terkekeh pelan. Ia menghentikan kegiatan mengurus rambutnya dan mulai mengambil
kembali barang titipannya kepada Rio.
"Heheee sorry, cuy. Jangan ngambek,
ngambek nggak gue kasih izin deketin Ify, nih.." bujuk Cakka mengancam, bercanda sebenarnya.
Mendengar nama Ify disebut, Rio langsung memasang tampang semanis mungkin dan
merebut kembali barang-barang Cakka yang sempat ia bawa.
"Ehhee iya deng, gue nggak marah. Tapi
izin gue buat pacaran sama Ify ada dong? Nggak pake nyogok, kan?" Cakka tersenyum sambil mengangguk. Lumayan,
nama Ify bisa di andelin juga.
"Ify!"
"Agni!"
Keduanya sama-sama berseru
dengan mengucapkan nama yang berbeda.
"Lama banget sih, ngapain dulu? Nonton?
Nyelem? Apa syuting? Nggak tau apa ini lagi panas banget!" semprot Ify begitu Cakka dan Rio
menghampirinya.
"Ya ampun! Ify haus yah?" Rio -sok- panik, dan langsung mengobrak-abrik
tas Cakka. "Ini deh, minum dulu!
Biar nggak dehidrasi." Rio menyerahkan botol minuman yang sebenarnya
milik Cakka. Ify menerimanya dengan senyuman manis seolah berterima kasih.
Sedangkan Cakka dan Agni
menyaksikan dengan heran tingkah Rio yang sok panik dan terkesan to much tersebut.
"Ya ampun! Sampe keringetan gini..sini deh
kak Rio lapin yah."
Rio mengeluarkan sapu tangan dari sakunya dan mulai menyeka keringat Ify.
"Ehh kak, nggak usah--" tolak Ify.
Rio mesem-mesem sambil
memasang tampang lucu yang membuat Cakka jadi geli sendiri. "Nggak papa kok, kesana aja yuk, lebih
adem!" ajak Rio sembari menggamit lengan Ify.
Tapi sebelumnya....
Brukk..
Ia melemparkan ransel dan
bola basket milik Cakka kepada si empunya.
"Tuh bro, perabotan lo! Gue sama Ify ke
sana dulu yee~" pamitnya sambil menunjuk
sebuah stand es kelapa di dekat
mereka.
"Arghhh..Rio pesek! Dasar emang!"
Agni tertawa melihat Cakka
yang meringis menahan sakit. "Sakit
yah, kak? Jadi duelnya, nggak?"
Cakka menghembuskan nafasnya
sejenak kemudian berdiri tegap. "I'm
strong! Ayo, kita duel!" ajaknya sambil tersenyum manis.
Agni tidak dapat menahan
senyum malu-malu nya saat melihat senyuman manis Cakka. Huhhh, sepertinya ia
mulai menyukai kakaknya Ify ini.
"Siapa yang duluan?"
"Suit yourself, i'll follow you."
Finally, mereka sepakat untuk mengundi terlebih dahulu,
untuk menentukan siapa yang memulai. Setelah menemukan jawabannya, keduanya pun
asik dan larut dalam pertandingan seru yang tanpa mereka sadari telah membuat
mereka nyaman satu sama lain.
"Yess! Masukk!" seru Cakka saat memasukkan three point yang
menurut Agni 'waw' tersebut.
"Keren! Udahan yuk, kak! Capek.."
Cakka mengangguk dan
mengikuti Agni yang melangkah menuju pohon rindang, tempat tas dan air mineral
milik mereka berada.
"Huhhh, kakak mainnya keren banget
deh!" puji Agni sungguh-sungguh.
Cakka menggaruk-garuk
tengkuknya yang tidak gatal. Di puji gebetan? Seneng dong!
"Ehehe elo juga kok, keren! Gue sampe
ngos-ngosan nih, huhh hahh huhh.." ujar Cakka sambil berpura-pura mengatur nafas.
"Jayus deh," sahut Agni sambil mendorong pelan pundak
Cakka.
"Ehh nggak percaya.. Serius! Gue
ngos-ngosan banget ini.."
Agni terkekeh, "itu mah karena ini nih.."
Agni menepuk-nepuk perut Cakka yang kontan saja membuat nafas Cakka tertahan
sejenak. "buncit! Ehhee."
Cakka diam tak merespon.
Masih terlalu shock dengan tingkah Agni yang hanya sebentar tapi berefek lama
bagi dirinya.
Agni yang melihat ke-diam-an
Cakka, menggigit bibir bawahnya. Jangan-jangan, Cakka marah karena ia katai
buncit. Atau malah ia tadi telah lancang karena telah menepuk-nepuk perut Cakka
tanpa izin?
"Ehh, Kak. Maaf, aku nggak maksud ngatain
kakak buncit kok, aku juga nggak sengaja tadi nepuk-nepuk perut kakak. Beneran
deh, refleks.."
Cakka tersadar, dan menjadi
salah tingkah sendiri. "Hahh?!
Enggak kok, enggak! Emm gue eee haus aja, emm kan tadi minuman gue di embat
sama Ify, ehehe"
Agni tersenyum, "ohh kirain kakak marah. Ya udah, nih
minum punya aku aja.." Agni menyodorkan botol minumannya kepada Cakka.
"Elo sendiri?"
"Kan udah gue minum setengahnya, nggak
papa kan bekas mulut gue?" tanya Agni agak ragu.
'Nggak papa! Nggak papa banget malah!' seru Cakka dalam hati.
"Nggak papa kok, gue habisin, boleh?"
pinta Cakka dengan seringai
lucu yang menampakkan deretan gigi yang baru di behel beberapa minggu yang
lalu.
Hening..
Cakka masih sibuk menenggak
minuman Agni, sedangkan Agni.. Ia sedang berusaha melepaskan ikatan rambutnya.
Niatnya sih hanya ingin merapikan.
Lihat
rambutmu terurai..
Ku
rasakan terbang melayang..
Srettt..
Agni menarik karet rambutnya
dan membuat kumpulan rambut tersebut meluruh secara perlahan. Cakka yang masih
minum ternganga. Adegan terlepasnya ikatan rambut Agni tersebut bagai di slow motion, dan entah mengapa, Cakka
terpana menyaksikannya.
Agni menyisir rambut
terurainya dengan jemari tangannya. Masih dengan pengawasan mata Cakka yang tak
di sadarinya, ia mulai mengumpulkan rambutnya kembali menjadi satu untuk di
ikat.
"Jangan di iket, Ag! Lo cantik banget
kalau kayak gitu.."
"Hahh?!"
***
Rio tertawa terbahak-bahak
saat mendengar cerita Cakka kemarin sore. Lucu! Dan terkesan bukan Cakka
banget.
"Hahh hahh, gila! Elo sampe muji dia tanpa
sadar dan dia sampe mangap?"
"Ahh udah kek, gue beneran lagi terpesona
tau sama dia, eh pas gue ngomong gitu dia malah mangap, terus tau-tau gue liat
pipinya merah--"
"Terus langsung lari ninggalin elo sendiri
gitu? Ahahaa."
Cakka mengangguk, ia
memainkan karet rambut Agni yang tanpa sadar di tinggalkan oleh pemiliknya.
Yah, Agni batal mengikat rambutnya saat mendengar celetukan spontan dari mulut
Cakka. Agni sendiri merasa malu dan salah tingkah setelah mendengarnya, dan entah
atas dasar apa..gadis tersebut berlari meninggalkan Cakka yang -mungkin- masih
tertegun.
"Terus, mau lo apain tuh iket
rambut?"
"Mau gue balikin entar.."
***
"Ughhh..gue malu banget, Fy!" seru Agni sambil memukul-mukul mejanya.
"Hehh, apa yang perlu lo maluin coba?
Kakak gue cowok, kalau dia bilang elo cantik kan, wajar.."
"Tapi gue langsung lari, entar dia
ngiranya apa lagi. Ahhhh Agni bego!"
"Ahahha makanya, jadi anak jangan
polos-polos banget napa."
Agni mendengus. "Iya deh, yang pdkt nya lancar sama kak
Rio."
"Ahhaha itu anugerah hidup gue."
Agni menggigit bibir
bawahnya, dan mulai menatap Ify serius.
"Errr, Fy? Yang elo bilang di lapangan kemaren..beneran nggak sih?" tanya
Agni tiba-tiba.
"Hahh?! Yang mana?" Ify balik bertanya sambil mencomot sebungkus Yupi di depannya.
"Yang emm sebelum kakak lo dateng
itu~"
"I hope so!" jawab Ify santai.
Agni melotot kaget. "Hahhh?! Jadi nggak pasti? Ishh elo
bikin gue berharap aja sih."
"Ahahaha, feeling gue sih nggak pernah
meleset.."
"Jadi maksud lo?"
"We'll see.."
***
"Suka..aku suka padamu~ suka..aku suka
kau~"
Cakka bersenandung riang
sambil mengelap bola-bola basket di gedung olahraga, Rio yang sedang bersamanya
jadi heran sendiri. Mungkin Cakka sudah melupakan kejadian tempo hari.
"Kalau suka, tembak dong bro!
Dor..dor..dor..phew!"
sahut Rio sambil bergaya ala koboi yang sedang menembak, lengkap dengan suara
tembakannya.
"Elo sendiri, belum nembak adek gue,
kenapa tuh?"
Rio menepuk-nepuk pundak
Cakka. "Gue mah let it flow aja.
Slow but sure, yang penting elo dulu."
"Caranya gimana yah, Yo?"
Rio mulai berpikir, jari
telunjuknya bergerak mengetuk-ngetuk dagunya bak detektif. "Hemmm...dinner!"
***
Ify memanyunkan bibirnya
dengan kesal. Kalau bukan karena Cakka kakaknya, mungkin dia akan menolak
rencana Rio mentah-mentah.
Rencananya, Cakka akan
mengajak Agni dinner. Nggak usah jauh-jauh, di rumah cukuplah. Makanan tinggal delivery aja, soal pelayan seperti
usulan Rio, nanti ia sendiri yang akan turun tangan melayani Cakka dengan di
dampingi Ify.
Jelaslah Ify menolak. Masa'
jadi pelayan?
"Ahh, elo nggak asik banget sih, kak..
Masa' gue jadi pelayan?~" rajuk Ify pada Rio yang sibuk menata meja
makan.
Rio tersenyum kecil, "ya..sekali-kali gitu Fy, biar Cakka
seneng."
"Iya sih, tapi--"
Ting tong..ting tong..
Bel rumah yang berbunyi
memotong ucapan Ify.
"Kak Cakka! Bukain pintunya!" teriak Ify dari dapur. Rio menutup kedua
kupingnya saat mendengar teriakan maha dahsyat dari mulut Ify.
"Gilaa! Itu mulut apa toa mesjid?"
"Toa mesjidnya kak, yang gue telen,
ehehee. " sahut Ify bercanda.
Sementara itu..
Cakka baru saja memastikan
kerapian penampilannya. Ia segera menuruti titah Ify untuk membuka pintu.
Sambil bersiul-siul, Cakka menuruni anak tangga satu persatu.
"Suka..aku suka padamu~"
Dan kembali, ia
menyenandungkan lagu kesukaanya tersebut saat ini membuka pintu. Sebenernya ia
sudah dapat memastikan, bahwa tamu ini adalah orang yang sedang ia
tunggu-tunggu.
Cklek..
Cakka membuka pintunya sambil
tetap bersenandung, guna menghilangkan rasa gugupnya. "Suka..ak-ku su-ka ka-au..~"
Senandung Cakka berubah menjadi
kalimat patah-patah yang diucapkannya tanpa nada. Ia kembali terpesona
mendapati sesosok gadis manis yang terlihat cantik meski dengan dandanan
seadanya. Mini dress simple berwarna kalem, dengan flat shoes senada telah Agni
kenakan saat ini.
Jujur, Agni jadi risih
sendiri melihat Cakka yang menatapnya dengan sedemikan berlebihan-dimatanya.
"Elo cantik banget, Ag! Gue bener-bener
jatuh cinta sama lo, lo mau nggak jadi cewek gue?" tembak Cakka langsung, masih dalam kondisi di
bawah alam sadarnya.
"Hahh?! Maksud kakak?!" tanya Agni agak keras. Ia shock, dan ingin
memastikan pendengarannya tidak salah.
Cakka tersadar, kemudian
menggaruk-garuk tengkuknya. "Emm
maksud apa?"
"Maksud ucapan sebelum kakak bener-bener
sadar." ucap Agni melemah.
Sepertinya ia kecewa saat menyadari Cakka mengucapkan kalimat lancar tersebut
dibawah alam sadarnya.
"Hahh! Err emang gue, gue tadi ngomong
apaan, Ag?"
Agni menggeleng lesu, moodnya
mendadak hilang. Ia pun berniat meninggalkan kediaman Cakka tanpa dinner,
sekarang juga.
"Emm lupain aja deh. Gue balik kak,
kayaknya gue mendadak badmood." Agni berbalik tanpa mendengarkan jawaban dari
Cakka, hatinya benar-benar sedih karena semua tidak seperti yang ia harapkan.
"Tunggu, Ag! Aku..ak-ak-ku," Cakka terdiam saat Agni menghentikan langkahnya
tanpa berbalik. "Aku emang suka sama
kamu! Aku serius!" lanjutnya berteriak, membuat Agni terdiam di tempat
dengan perasaan tak menentu.
Cakka sadar apa nggak? Ini
beneran apa bo'ong?
Perlahan tapi pasti, Cakka
menyusul Agni dan memutar balik tubuh gadis tersebut untuk menatapnya. "Aku beneran suka sama kamu! Kamu mau
jadi pacar aku?" aku Cakka tegas. Ia meminta kesediaan Agni untuk
menjadi kekasihnya dengan sungguh-sungguh.
Tak tahu harus berkata apa,
Agni hanya mengangguk sambil tersenyum malu. Cakka benar-benar bahagia dan
segera merengkuh gadis tersebut kedalam dekapannya.
Prok..prok..
Suara tepuk tangan tiba-tiba
saja terdengar oleh telingan mereka. Sumbernya, darimana lagi kalau bukan Ify
dan Rio. Mereka memang sengaja mengintili Cakka, saat pemuda tersebut hendak
membukakan pintu untuk Agni. Keduanya pun langsung memasang kuping baik-baik
saat Cakka dan Agni memulai pembicaraan.
Cakka melepaskan Agni dari
dekapannya dan menatap Ify serta Rio yang merusak moment romantisnya bersama
Agni. Yang di tatap hanya memasang cengiran tak berdosa.
"Yahh, jadi juga lo, bro! Batal deh
dinnernya.." ujar Rio pura-pura mengeluh.
"Yeyyyy! Nggak jadi deh jadi pelayannya,
asikkk.." seru Ify senang, karena ia
tak jadi melayani kakaknya yang semula direncanakan untuk melancarkan aksi
penembakannya.
"Enak aja! Karena elo-elo udah ganggu
acara peluk-pelukan gue sama Agni, elo berdua kudu mesti wajib ngelayanin kita
di dinner kita yang pertama ini!" seru Cakka sambil merangkul Agni. "Nggak ada yang ngebantah! Atau izin
pacaran kalian berdua gue cabut.." sambungnya mengancam. Kemudian,
bersama Agni yang menahan tawa, ia memasuki rumah menuju ruang makan terlebih
dahulu.
"Yah..kakak..."
----
Finish!
Huhhh, bahagia sekali rasanya
karena saya bisa menyelesaikan cerpen ini. Yah meskipun harus memakan waktu dua
hari-_-
Gimana? Seru nggak? Ngefeel
nggak?
Gue bingung! Ini pertama
kalinya gue bikin short story of CaGni (atau lebih tepatnya, short story about
couple selain RiFy!). Dan jujur, sulitttt banget ngedapetin feelnya. Spesial
nih, buat "RESTI" si sarap yang suka CaGni. Maaf kalau alurnya nggak
sesuai harapan elo ya, rap-_-
Gue galau soalnya, temsek lo
nggak ada kabar. Gue kangen banget tau nggak?!!!!
Anyway, itu endingnya kok
garing banget sih-_- ini lagi judulnya nggak banget ahahahaa
Okehhh, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran dari kalian yang sudah membaca yaaaa...
Hemm soal yang nanyain WL,
diusahain cepet..cepet-cepet tamat maksudnya._.v
Buat yang minta cerpen RiFy,
harap ditunggu aja yaaa ehehehee
Ow..ow.. Gue orangnya nggak
pernah bosen loh buat say thanks to all readers, likers, komentator, dan
semua-muanya! Ahahahaa
Song title : Suka Padamu
Artist : Bastian
Seeyaaa
Nia 'nistev' stevania_