- Aku Pernah Merasa Cemburu... -
Aku pernah merasa cemburu. Bagaikan bara api menggerogoti hatiku. Badan ini terasa panas. Senyum pun seolah enggan menghampiri bibirku.
“Lo sama Rio beneran udah jadian?!” Jerit Sivia, bertanya. Saat ini kami sedang berada di PIM, menjalankan rencana kami sekitar 2 minggu yang lalu.
Memang tampangku seperti sedang berbohong? Aku mengangguk kesal.
“Egila, kapan PDKT-nya? Gue aja nggak pernah tau kalau elo suka sama dia.”
Aku menyeringai malu. Yah, aku termasuk tertutup untuk soal perasaan. Entahlah, aku terlalu malu untuk mengakui kalau aku menyukai seseorang, apalagi kalau aku mengakui sedang jatuh cinta..
“Yah, PDKT-nya biasa aja kok. Err..tapi bagi gue nggak biasa deh, secara lo tau kan, gimana sikap gue ke anak-anak cowok.”
Aku termasuk cewek yang tidak gampang akrab dengan cowok. Cowok manapun, sekalipun teman satu sekolah. Mungkin itu juga yang menjadi alasan kenapa Rio sempat ragu untuk mendekatiku--katanya waktu itu setelah menyatakan cinta padaku.
“I see! Pantes yah, lo suka ngeliatin anak-anak di club sepak bola, kecengan lo disana~”
Aku hanya tersenyum malu mendengar ucapan Sivia. Tiba-tiba Sivia menepuk pundakku dengan heboh.
“Fy, Fy, Fy! Itu Rio kan? Kok sama Dea?”
Aku clingukan mencari kedua sosok yang disebut Sivia.
Dan benar saja, aku melihat keduanya tengah berjalan beriringan dengan satu cone ice cream ditangan masing-masing. Sesekali keduanya terlihat sedang tertawa bersama. Bahkan, Dea tanpa enggan memeluk sebelah lengan Rio.
Aku merasakan sebuah sentuhan hangat dipunggungku. Bergerak naik-turun seolah mendinginkan hatiku yang mendidih, panas.
“Mereka kok..mereka kok berdua sih, Vi?”
“Aduh, sabar Fy, kali aja mereka jalan atas dasar temen, lo jangan salah sangka dulu, lo tanya dia dulu ntar.”
Nafasku mulai memburu, mataku memanas. Dengan cepat aku meraih phonecell didalam saku celanaku, dan mendial nomer yang telah ku hafal diluar kepala.
Sial!
Tidak diangkat.
“Nggak diangkat, Vi.” Ucapku lirih.
Sivia kembali menenangkanku.
“Ugh, gimana yah, Fy? Atau gini aja, kita beli minum dulu. Ntar malem lo hubungin dia lagi, kali aja sekarang hp dia ke silent atau ketinggal dirumah gitu. Lagiankan besok bisa ketemu disekolah.”
“Yah..”
Aku menuruti keinginan Sivia. Aku butuh penjelasan, meski harus menunggu.
***
- continue -
Cheers!
@sugargirl08
Aku pernah merasa cemburu. Bagaikan bara api menggerogoti hatiku. Badan ini terasa panas. Senyum pun seolah enggan menghampiri bibirku.
“Lo sama Rio beneran udah jadian?!” Jerit Sivia, bertanya. Saat ini kami sedang berada di PIM, menjalankan rencana kami sekitar 2 minggu yang lalu.
Memang tampangku seperti sedang berbohong? Aku mengangguk kesal.
“Egila, kapan PDKT-nya? Gue aja nggak pernah tau kalau elo suka sama dia.”
Aku menyeringai malu. Yah, aku termasuk tertutup untuk soal perasaan. Entahlah, aku terlalu malu untuk mengakui kalau aku menyukai seseorang, apalagi kalau aku mengakui sedang jatuh cinta..
“Yah, PDKT-nya biasa aja kok. Err..tapi bagi gue nggak biasa deh, secara lo tau kan, gimana sikap gue ke anak-anak cowok.”
Aku termasuk cewek yang tidak gampang akrab dengan cowok. Cowok manapun, sekalipun teman satu sekolah. Mungkin itu juga yang menjadi alasan kenapa Rio sempat ragu untuk mendekatiku--katanya waktu itu setelah menyatakan cinta padaku.
“I see! Pantes yah, lo suka ngeliatin anak-anak di club sepak bola, kecengan lo disana~”
Aku hanya tersenyum malu mendengar ucapan Sivia. Tiba-tiba Sivia menepuk pundakku dengan heboh.
“Fy, Fy, Fy! Itu Rio kan? Kok sama Dea?”
Aku clingukan mencari kedua sosok yang disebut Sivia.
Dan benar saja, aku melihat keduanya tengah berjalan beriringan dengan satu cone ice cream ditangan masing-masing. Sesekali keduanya terlihat sedang tertawa bersama. Bahkan, Dea tanpa enggan memeluk sebelah lengan Rio.
Aku merasakan sebuah sentuhan hangat dipunggungku. Bergerak naik-turun seolah mendinginkan hatiku yang mendidih, panas.
“Mereka kok..mereka kok berdua sih, Vi?”
“Aduh, sabar Fy, kali aja mereka jalan atas dasar temen, lo jangan salah sangka dulu, lo tanya dia dulu ntar.”
Nafasku mulai memburu, mataku memanas. Dengan cepat aku meraih phonecell didalam saku celanaku, dan mendial nomer yang telah ku hafal diluar kepala.
Sial!
Tidak diangkat.
“Nggak diangkat, Vi.” Ucapku lirih.
Sivia kembali menenangkanku.
“Ugh, gimana yah, Fy? Atau gini aja, kita beli minum dulu. Ntar malem lo hubungin dia lagi, kali aja sekarang hp dia ke silent atau ketinggal dirumah gitu. Lagiankan besok bisa ketemu disekolah.”
“Yah..”
Aku menuruti keinginan Sivia. Aku butuh penjelasan, meski harus menunggu.
***
- continue -
Cheers!
@sugargirl08
0 komentar:
Posting Komentar