Cinta itu buta. Cinta itu gila. Cinta itu kadang tak ada logika. Dan semua itu benar adanya.
Berulang kali mengalami penolakan tak membuat Ify, gadis manis yang sama sekali tidak menonjol disekolahnya berhenti mengejar sosok idaman disekolahnya. Berulang kali ia memberikan perhatian, menunjukkan betapa ia tergila-gila pada pemuda tersebut meski hanya sikap acuh tak acuh yang ia terima.
***
"Alvin!" Serunya.
Setelah teriakan tersebut sukses menghentikan langkah pemuda yang ia panggil Alvin itu, ia segera menghampiri sosok tersebut dengan berlari-lari kecil.
Dengan alis terangkat, Alvin menatap gadis didepannya. Wajahnya terlihat masa bodoh, mulutnya bungkam seolah enggan mengeluarkan kata 'ada apa?' kepada gadis tersebut.
Seolah mengerti maksud alis terangkat Alvin, Ify--gadis tersebut- menyodorkan sebuah kotak makanan kehadapan pemuda tersebut.
"Ini.." Ify memberanikan diri menatap Alvin yang tetap setia dengan sikap tak perdulinya. "..aku, aku bikin nasi goreng itu, khusus buat kamu. Ah, mungkin ini sudah dingin, karena aku bikinnya pagi-pagi banget, tap--"
Celotehan Ify terhenti ketika tangan Alvin meraih kotak tersebut. Hati Ify senang bukan kepalang, dengan takjub ia menatap Alvin yang sedang asyik memperhatikan kotak bekalnya dengan pandangan meneliti.
Sedetik kemudian, kotak bekal itu justru melayang ke dalam tong sampah disebelah kirinya.
Tanpa berucap, Alvin berlalu meninggalkan Ify yang ternganga ditempatnya.
Ify memejamkan matanya. 'Oh God!'
Begitu matanya terbuka, Ify mendapati seorang pemuda yang dengan santainya mengorek tong sampah, dan mengeluarkan kotak bekalnya dari sana.
"Ri..o.." Gumam Ify.
Rio--pemuda yang mengorek bak sampah tersebut tersenyum. Kemudian ia membuka kotak bekal Ify dan menghirup aroma nasi goreng yang nampak berantakan didalam sana. "Boleh gue cobain?" Tanya nya tanpa bermaksud mendapat jawaban.
"Tap.." Ucapan Ify terhenti di udara, begitu sesendok nasi goreng buatannya masuk ke dalam mulut Rio. "..pi itu dari bak sampah." Sambungnya lirih. "Rio..." Ify menyebutkan nama pemuda tersebut dengan..entahlah.. Rasanya ia ingin menangis, Rio masih mau memakan masakannya --yang padahal bukan Ify buatkan untuknya--, yang beberapa menit lalu sempat mampir ke dalam bak sampah.
Rio mengangkat sebelah tangannya dan tersenyum. "Meskipun nasi goreng buatan lo ini udah dingin, sempet mampir ke bak sampah juga..tapi tetep enak kok."
"Ya ampun Rio..mestinya lo nggak usah mungut itu dari sana, itu kan kotor." Sahut Ify
'Karena kalau ga dari sana, gue nggak yakin bisa dapet bekal khusus dari lo, Fy.' Rio membathin.
"Makanan ini lo buat sendirikan? Bahan-bahannya lo beli pake uang, masa udah dibikin capek-capek malah dibuang? Selain mubazir itu namanya nggak menghargai usaha lo sendiri." Ucap Rio.
Ify tersenyum masam. 'Mungkin nggak sih, sikap Alvin bisa kayak Rio?' Tanya nya dalam hati.
Rio menutup kembali kotak bekal Ify, kemudian menyimpannya ke dalam tas. "Buat gue aja yah?" Dan tanpa mendapat persetujuan dari Ify, Rio bersiap undur diri dari hadapan Ify. "Em..Fy, daripada lo capek-capek do something buat seseorang yang nggak perduli sama lo, mending lo kasih kesempatan buat orang lain yang rela ngelakuin apa aja buat lo. Senggaknya, itu nggak akan nyakitin hati lo sendiri." Pesannya sebelum benar-benar meninggalkan Ify.
Ify terdiam, mematung. Benarkah? Benarkah ia harus memberi kesempatan itu pada orang lain? Tapi...memangnya ada, seseorang yang rela melakukan apa saja untuknya?
ify menggeleng.
'Ify..Ify, lo pikir lo siapa? Cuma cewek biasa, mending nggak usah ngarepin yang begituan.' Bathinnya.
***
Ify tetaplah Ify. Gadis biasa yang keras kepala, dan lebih mempercayai pendapatnya sendiri daripada saran orang lain.
Berulang kali Pricilla--teman sebangkunya mengingatkan agar Ify berhenti mengejar cinta Alvin, tapi sebanyak itu pula ia mengindahkannya. Pricilla juga kerap memberikan saran agar Ify lebih membuka hati kepada pria-pria --yang tanpa Ify sadari, telah menaruh hati padanya-- yang pantas mendapatkan cintanya, dan lagi..Ify mengabaikannya.
Dan siang ini, seolah tak bosan, Pricilla kembali mengajukan keberatannya akan sikap Ify yang terus mengejar Alvin. Bukan tanpa alasan ia melakukan itu. Ia melakukan itu semua karena sayang. Ia menyayangi Ify seperti saudaranya sendiri.
"Fy, lo nggak ngerasa direndahin Alvin apa? Dia nggak cuma sekali bertindak nggak sopan sama lo, kok lo tetep ngejar-ngejar dia sih?"
Ify tertawa kecil. "Prissy, Prissy..justru karena udah berkali-kali itulah, gue udah kebal. Yeah! I'am strong!" Seru Ify semangat.
Pricilla mencoba tak perduli dengan semangat Ify, ia benar-benar ingin Ify berhenti mengejar Alvin.
"Fy, daripada lo nonton Alvin futsal--ya mending kalau Alvin seneng lo tonton, gue yakin sih nggak, mending lo nemenin gue ke salon." Ajak Pricilla mengalihkan pembicaraan.
Ify menggeleng. "No..no..no! Gue mau nonton Alvin! Titik!"
Pricilla menepuk keningnya, putus asa. "Oh God! Lo sadar nggak sih, Fy? Nggak cuman sekali lo kasih perhatian ke dia, nggak cuman sekali lo ngasih signal cinta ke dia, tapi dia tetep acuhkan?" Serang Pricilla, Ify terdiam, dalam hati ia membenarkan. "Mending lo cari yang pasti-pasti aja deh, Fy. Rio kek, jelas-jelas dia care banget sama lo, gue liat lo juga nyaman-nyaman aja sama dia."
"Gue sama Rio cuma temen, Prissy.."
Pricilla menjentikkan jarinya. "Nah itu! Lo udah lama kenal dia, lo udah lama temenan sama dia, dan yang gue liat dia nggak pernah nyakitin perasaan lo, jadi alasan apa lagi yang ngebuat lo sama sekali ga ngelirik Rio?!"
"Karena kita cuman bertemen, dan gue jatuh cintanya sama Alvin."
Pricilla mendengus. "Itu bukan cinta Ify.."
Ify merengut kesal. "Ihhh gue yang rasain juga. Udah ah, gue mau nonton Alvin, ntar dia keburu tanding lagi." Ify meraih tasnya kemudian menjulurkan lidahnya pada Pricilla. "Dagh, Prissy bawel!!"
***
Seperti biasa, pertandingan futsal itu berlangsung seru, kemenangan masih selalu menjadi milik Alvin dan kawan-kawan. Dan seperti biasa juga, meski tak digubris sang empunya nama, Ify tetap berteriak histeris menyerukan kata 'Alvin'.
Selang beberapa waktu setelah penyerahan tropy kemenangan, Alvin memilih meninggalkan lapangan. Langit mendung menjadi alasannya untuk segera pulang. Selain itu, ia juga ingin menghindari gadis yang selalu menjadi penguntit baginya. Yah, mengganggu sekali menurutnya...
"Alvin!!"
Dan seruan Ify sama sekali tidak berarti, karena mobil milik Alvin telah melesat jauh meninggalkannya.
Awan-awan mulai menghitam. Gemerisik langit mulai terdengar. Ify menepi ke pelataran gedung tempat Alvin bertanding futsall demi menghindari titik-titik hujan.
Ify menghela nafas, tanpa sadar, air mata yang sekian lama selalu ia larang menampakkan diri luruh membasahi pipinya.
Ia tak mengerti, mengapa ia bisa sedalam ini mengagumi sosok Alvin. Ia tak mengerti, mengapa ia sekebal ini menghadapi semua sikap buruk Alvin. Yang ia tahu, ia sadar..apa yang ia lakukan sudah melebihi batas wajar. Tapi mengapa ia tak pernah bisa berhenti melakukannya?
Deru mesin mobil yang berhenti didepannya membuat Ify mengangkat wajah. Seorang pria dengan payung berukuran sedang tengah berjalan menghampirinya.
Ify tertegun.
Rio..lagi-lagi sosok itu hadir sebagai penolong.
Rio mendekat pada Ify. Ditatapnya kedua bola mata yang tampak berkaca-kaca seolah menahan tangis. Ah, bukan. Sudah menangis malah. Karena ia dapat melihat jejak-jejak air mata itu masih membasahi pipi Ify.
Dengan sebelah tangan yang masih memegang payung, Rio meraih tangan kanan Ify dengan tangannya yang kosong. Kemudian meletakkan tangan itu tepat di tempat yang sama dengan tangannya--yang lain yang memegang payung.
Rio dapat merasakan itu. Merasakan detak jantungnya yang kian berpacu cepat. Selain itu, ia dapat merasakan hangat menjalari tangan kirinya yang kini terbungkus tangan kanan Ify.
Sadar terlalu lama terhanyut. Rio melepaskan pegangannya, dan membiarkan Ify memegang payung tersebut sendiri. Seolah refleks, kedua ibu jari Rio bergerak naik menghapus jejak-jejak air mata yang masih menempel pada pipi Ify. Kemudian ia tersenyum.
"Air mata lo nggak akan ngerubah keadaan, yang bisa ngerubah keadaan lo sendiri."
Setelah berkata demikian, Rio berjalan memasuki mobilnya, dan meninggalkan Ify.
****
Pricilla terlihat sibuk membuatkan teh hangat untuk Ify. Kebetulan, pembantu rumah tangga Ify sedang membeli keperluan dapur, dan Pricilla yang tidak tega melihat Ify bersin-bersin berinisiatif membuatkan teh hangat untuk menghangatkan tubuh Ify. Um..sekalian buat minum obat juga deh..
"Sumpah, Alvin gila banget!" Maki Pricilla setelah menyerahkan gelas teh hangat buatannya kepada Ify. "Terus Rio? Masa Rio cuma ngasih lo payung? Nggak ngajakin pulang bareng gitu? Dihh tega amat." Sambungnya.
Mendengar nama Rio, pipi Ify merona tanpa sadar. Tiba-tiba saja, bayangan tentang sosok Rio yang selalu menjadi malaikat baginya, dan kata-kata Rio yang selalu mampu masuk ke hatinya, melintas dibenak Ify.
"Eh, kok lo diam aja sih, Fy?!" Pricilla jengkel juga didiamkan seperti ini.
Ify tersadar, lantas menggaruk alisnya. "Ya..gitu deh~"
Pricilla menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gila yah, dan lo sekarang masih pengen ngejar-ngejar Alvin? Setelah nggak dianggap entah untuk keberapa kalinya gini?!"
Ify menggigit bibirnya, kemudian mengangkat kedua bahunya. "Entahlah.."
***
Semua terasa bagaikan mimpi. Begitu ia membuka mata, Ify mendapatkan sebuah pesan baru dari seseorang yang tak pernah ia duga.
Alvin!
Ketemu di cafe depan sekolah
jam 3 siang.
Sender : 08xxxxx
Ify nyaris terlonjak dari tempat tidurnya membaca pesan tersebut.
***
Ditempat dan jam yang telah ditentukan, Ify terlihat duduk dengan gugup. Kesepuluh jemarinya saling bertaut. Sedotan minuman yang ia pesan terus menempel pada bibirnya.
Sebenarnya, dia yang terlalu cepat, atau Alvin yang lambat?
"Maaf lama." Sapa seseorang yang mengambil tempat di depan Ify.
Ify tersentak. "Eng..nggak papa."
Hening.
Keduanya saling bungkam. Sebenarnya, Alvin hanya bingung, bingung merangkai kata untuk memulai. Hingga akhirnya, suara Ify membangunkan Alvin dari pikirannya.
"Jadi?"
Alvin nampak menghembuskan nafasnya berat. Ia merogoh saku belakangnya, mengambil dompet yang tersimpan disana, dan mengeluarkan selembar foto yang ada didalam dompetnya. Foto seorang gadis cantik berambut pendek.
Ify menerimanya dengan perasaan yang sulit digambarkan. Kesal, cemburu, bingung. Intinya, apa maksud Alvin memperlihatkan foto gadis cantik itu? Membandingkannya dengan Ify? Atau memberitahukan pada Ify bahwa ia telah memiliki kekasih?
"Namanya Sivia. Dia almarhumah cewek gue." Suara Alvin membuyarkan fantasi Ify. "Maksudnya hampir jadi cewek gue." Ralat Alvin.
"Perhatiin mukanya." Perintah Alvin, Ify menurut. "Dia mirip banget sama lo. Bedanya, dia punya mata sipit, lo nggak. Dagu lo tirus, dia nggak." Alvin tersenyum kecil diakhir kalimatnya, dengan pandangan menerawang. Pemandangan yang jarang sekali Ify lihat.
Ify sendiri membenarkan penilaian Alvin yang menyebutkan kemiripannya dengam alm. Sivia. Tapi ia masih belum paham.
"Gue satu sekolah di SMA gue yang dulu sama dia. Dia anaknya ceria, emm..lo banget deh. Bahkan.." Alvin terdiam. "..bahkan, dia sama gilanya kayak lo. Dia bener-bener tergila-gila sama gue, ngelakuin banyak hal buat gue sampe akhirnya gue bener-bener risih dan capek. Kemudian gue nyuruh dia ngelakuin hal paling nekat."
Alvin mengambil nafas. Ify masih setia mendengarkannya.
"Gue nyuruh dia naik ke atap gedung, dan teriak 'I love you Alvin' darisana, waktu dia nyegat gue jam pulang sekolah. Hhhh..begitu dia menyelesaikan tantangan gue--sebenernya saat itu gue bener-bener spechless, terpesona dan mungkin ngerasa luluh sama dia, tapi gue justru kabur ninggalin sekolah, dan.."
Alvin menundukkan kepalanya, membuat Ify menerka-nerka apa yang selanjutnya ingin dikatakan Alvin.
"..dan dia ikut lari nyusul gue. Gue yang nggak sadar udah lari nyebrang jalan, di belakang gue Sivia masih ngejar gue, nggak perduli kalau saat itu jalan bener-bener rame, sampai akhirnya ada sebuah truk dan.."
Ify bersumpah, ia kini tengah mendengarkan isakan kecil dari seorang Alvin, pria dingin yang berulang kali berlaku kasar padanya.
Ify mulai paham dengan semuanya. Semua maksud sikap Alvin pada dirinya. Tanpa canggung, Ify mengusap punggung tangan Alvin.
"Maaf, Vin.."
Alvin mengangkat wajahnya dengan tiba-tiba, membuat Ify takut kalau-kalau pria itu marah akan sikap lancang Ify yang menyentuh tangannya.
"Sekarang lo ngerti kan, Fy? Kenapa gue bersikap kasar sama lo. Itu karena lo terlalu mirip dengan Sivia. Dan gue nggak mau lo bernasib sama kayak Sivia." Jelas Alvin melembut.
Ify mengangguk. "Iya, Vin. Maafin gue.."
"Semua salah gue, Fy."
Keadaan berbalik. Kini justru tangan Alvin lah yang menggenggam kedua tangan Ify.
"Lo mau maafin gue kan, Fy?" Pinta Alvin penuh harap. Ify mengangguk kaku. "Sekarang kita teman?" Ify kembali mengangguk.
Alvin tersenyum tulus, kemudian mengacungkan sebelah kelingkingnya ke hadapan Ify. Dengan senyuman manis, Ify menautkan kelingkingnya pada kelingking Alvin.
"Teman!"
***
Pricilla mendekap boneka milik Ify dengan erat. Mulutnya masih ternganga takjub setelah mendengar cerita Ify.
"Demi apa lo nggak ngarang?"
Ify melayangkan sendal tidurnya ke arah Pricilla. "Gue jujur! Gue juga nggak nyangka sih tapi..ya gitu deh kenyataannya."
"Hemm..kasian juga Alvin. Terus?"
"Terus apa?"
"Lo sama Alvin udah baikan dong? Berarti--"
"--nggak, nggak.. Gue nggak akan ngejar-ngejar dia lagi kok."
Kening Pricilla mengerut. "Lho kok?"
Ify mengedikkan bahunya. "Gue juga nggak ngerti kenapa, tapi..kayaknya dengan temenan ama dia aja, gue udah seneng banget. Gue nggak mau ngerusak hubungan gue sama dia yang baru aja dimulai dengan status temen."
"Perjuangan lo sia-sia dong?"
Ify menggeleng. "Nggak ada yang sia-sia, Prissy... Senggaknya, sekarang gue udah bisa temenan sama Alvin, dan nggak bakal dicuekin lagi sama dia. Ya kan?"
Pricilla tersenyum. "Pokoknya, apapun itu, gue selalu dukung lo kok."
Ify mencibir. "Hu..kemaren aja, mencak-mencak gara-gara gue ngejar-ngejar Alvin. Sekarang.."
Pricilla memukulkan boneka ditangannya ke wajah Ify. "Ihhh sekarang kan gue tau, lo nggak mungkin ngelakuin hal bodoh itu lagi." Pricilla menjulurkan lidahnya, yang dibalas Ify dengan memutar kedua bola matanya.
Tau, tau, ini endingnya ga banget, alurnya juga ga jelas-_-
Dari awal juga gue ragu pengen ngepost tapi ada yg maksa jadi ya...
Anyway, ini gue tulis waktu lagi dengerin lagu on rainy days nya B2ST dan ga tau kenapa, sekelebat khayalan2 tentang adegan RiFy itu lewat diotak gue. Dan dengan sendirinya tangan gue malah nulis cerita kayak diatas-_-v
Tadinya, gue juga pengen nyatuin RiFy tapi mendadak buyar semuanya-___- padahal nanggung bgt yah, itu Rio udah nunjukin perasaannya tapi Ify nya ga peka *kesel sama diri sendiri jadinya-..-*
Ya udahlah, maaf aja buat yg ga sengaja baca trus malah jadi sweet drop begitu liat ending dan alurnya yg rada kacau-_-
Pokoknya, mau koment apa aja gue ga larang.... Silahkan tulis aja pendapat kalian di kolom komentar.
Dan...HAVE FUN yahhhh buat yg lagi having fun together di b'day nya Ify! Huhuuuu envy deh (˘̩̩̩.˘̩ƪ)
Semoga one day, gue bisa ketemu Ify deh yaaaa...aminnnn
Visit : http://niastevania.blogspot.com
Cheers!
@Kania08_ (uname baru untuk menyongsong tahun baru. Yeay!)
Berulang kali mengalami penolakan tak membuat Ify, gadis manis yang sama sekali tidak menonjol disekolahnya berhenti mengejar sosok idaman disekolahnya. Berulang kali ia memberikan perhatian, menunjukkan betapa ia tergila-gila pada pemuda tersebut meski hanya sikap acuh tak acuh yang ia terima.
***
"Alvin!" Serunya.
Setelah teriakan tersebut sukses menghentikan langkah pemuda yang ia panggil Alvin itu, ia segera menghampiri sosok tersebut dengan berlari-lari kecil.
Dengan alis terangkat, Alvin menatap gadis didepannya. Wajahnya terlihat masa bodoh, mulutnya bungkam seolah enggan mengeluarkan kata 'ada apa?' kepada gadis tersebut.
Seolah mengerti maksud alis terangkat Alvin, Ify--gadis tersebut- menyodorkan sebuah kotak makanan kehadapan pemuda tersebut.
"Ini.." Ify memberanikan diri menatap Alvin yang tetap setia dengan sikap tak perdulinya. "..aku, aku bikin nasi goreng itu, khusus buat kamu. Ah, mungkin ini sudah dingin, karena aku bikinnya pagi-pagi banget, tap--"
Celotehan Ify terhenti ketika tangan Alvin meraih kotak tersebut. Hati Ify senang bukan kepalang, dengan takjub ia menatap Alvin yang sedang asyik memperhatikan kotak bekalnya dengan pandangan meneliti.
Sedetik kemudian, kotak bekal itu justru melayang ke dalam tong sampah disebelah kirinya.
Tanpa berucap, Alvin berlalu meninggalkan Ify yang ternganga ditempatnya.
Ify memejamkan matanya. 'Oh God!'
Begitu matanya terbuka, Ify mendapati seorang pemuda yang dengan santainya mengorek tong sampah, dan mengeluarkan kotak bekalnya dari sana.
"Ri..o.." Gumam Ify.
Rio--pemuda yang mengorek bak sampah tersebut tersenyum. Kemudian ia membuka kotak bekal Ify dan menghirup aroma nasi goreng yang nampak berantakan didalam sana. "Boleh gue cobain?" Tanya nya tanpa bermaksud mendapat jawaban.
"Tap.." Ucapan Ify terhenti di udara, begitu sesendok nasi goreng buatannya masuk ke dalam mulut Rio. "..pi itu dari bak sampah." Sambungnya lirih. "Rio..." Ify menyebutkan nama pemuda tersebut dengan..entahlah.. Rasanya ia ingin menangis, Rio masih mau memakan masakannya --yang padahal bukan Ify buatkan untuknya--, yang beberapa menit lalu sempat mampir ke dalam bak sampah.
Rio mengangkat sebelah tangannya dan tersenyum. "Meskipun nasi goreng buatan lo ini udah dingin, sempet mampir ke bak sampah juga..tapi tetep enak kok."
"Ya ampun Rio..mestinya lo nggak usah mungut itu dari sana, itu kan kotor." Sahut Ify
'Karena kalau ga dari sana, gue nggak yakin bisa dapet bekal khusus dari lo, Fy.' Rio membathin.
"Makanan ini lo buat sendirikan? Bahan-bahannya lo beli pake uang, masa udah dibikin capek-capek malah dibuang? Selain mubazir itu namanya nggak menghargai usaha lo sendiri." Ucap Rio.
Ify tersenyum masam. 'Mungkin nggak sih, sikap Alvin bisa kayak Rio?' Tanya nya dalam hati.
Rio menutup kembali kotak bekal Ify, kemudian menyimpannya ke dalam tas. "Buat gue aja yah?" Dan tanpa mendapat persetujuan dari Ify, Rio bersiap undur diri dari hadapan Ify. "Em..Fy, daripada lo capek-capek do something buat seseorang yang nggak perduli sama lo, mending lo kasih kesempatan buat orang lain yang rela ngelakuin apa aja buat lo. Senggaknya, itu nggak akan nyakitin hati lo sendiri." Pesannya sebelum benar-benar meninggalkan Ify.
Ify terdiam, mematung. Benarkah? Benarkah ia harus memberi kesempatan itu pada orang lain? Tapi...memangnya ada, seseorang yang rela melakukan apa saja untuknya?
ify menggeleng.
'Ify..Ify, lo pikir lo siapa? Cuma cewek biasa, mending nggak usah ngarepin yang begituan.' Bathinnya.
***
Ify tetaplah Ify. Gadis biasa yang keras kepala, dan lebih mempercayai pendapatnya sendiri daripada saran orang lain.
Berulang kali Pricilla--teman sebangkunya mengingatkan agar Ify berhenti mengejar cinta Alvin, tapi sebanyak itu pula ia mengindahkannya. Pricilla juga kerap memberikan saran agar Ify lebih membuka hati kepada pria-pria --yang tanpa Ify sadari, telah menaruh hati padanya-- yang pantas mendapatkan cintanya, dan lagi..Ify mengabaikannya.
Dan siang ini, seolah tak bosan, Pricilla kembali mengajukan keberatannya akan sikap Ify yang terus mengejar Alvin. Bukan tanpa alasan ia melakukan itu. Ia melakukan itu semua karena sayang. Ia menyayangi Ify seperti saudaranya sendiri.
"Fy, lo nggak ngerasa direndahin Alvin apa? Dia nggak cuma sekali bertindak nggak sopan sama lo, kok lo tetep ngejar-ngejar dia sih?"
Ify tertawa kecil. "Prissy, Prissy..justru karena udah berkali-kali itulah, gue udah kebal. Yeah! I'am strong!" Seru Ify semangat.
Pricilla mencoba tak perduli dengan semangat Ify, ia benar-benar ingin Ify berhenti mengejar Alvin.
"Fy, daripada lo nonton Alvin futsal--ya mending kalau Alvin seneng lo tonton, gue yakin sih nggak, mending lo nemenin gue ke salon." Ajak Pricilla mengalihkan pembicaraan.
Ify menggeleng. "No..no..no! Gue mau nonton Alvin! Titik!"
Pricilla menepuk keningnya, putus asa. "Oh God! Lo sadar nggak sih, Fy? Nggak cuman sekali lo kasih perhatian ke dia, nggak cuman sekali lo ngasih signal cinta ke dia, tapi dia tetep acuhkan?" Serang Pricilla, Ify terdiam, dalam hati ia membenarkan. "Mending lo cari yang pasti-pasti aja deh, Fy. Rio kek, jelas-jelas dia care banget sama lo, gue liat lo juga nyaman-nyaman aja sama dia."
"Gue sama Rio cuma temen, Prissy.."
Pricilla menjentikkan jarinya. "Nah itu! Lo udah lama kenal dia, lo udah lama temenan sama dia, dan yang gue liat dia nggak pernah nyakitin perasaan lo, jadi alasan apa lagi yang ngebuat lo sama sekali ga ngelirik Rio?!"
"Karena kita cuman bertemen, dan gue jatuh cintanya sama Alvin."
Pricilla mendengus. "Itu bukan cinta Ify.."
Ify merengut kesal. "Ihhh gue yang rasain juga. Udah ah, gue mau nonton Alvin, ntar dia keburu tanding lagi." Ify meraih tasnya kemudian menjulurkan lidahnya pada Pricilla. "Dagh, Prissy bawel!!"
***
Seperti biasa, pertandingan futsal itu berlangsung seru, kemenangan masih selalu menjadi milik Alvin dan kawan-kawan. Dan seperti biasa juga, meski tak digubris sang empunya nama, Ify tetap berteriak histeris menyerukan kata 'Alvin'.
Selang beberapa waktu setelah penyerahan tropy kemenangan, Alvin memilih meninggalkan lapangan. Langit mendung menjadi alasannya untuk segera pulang. Selain itu, ia juga ingin menghindari gadis yang selalu menjadi penguntit baginya. Yah, mengganggu sekali menurutnya...
"Alvin!!"
Dan seruan Ify sama sekali tidak berarti, karena mobil milik Alvin telah melesat jauh meninggalkannya.
Awan-awan mulai menghitam. Gemerisik langit mulai terdengar. Ify menepi ke pelataran gedung tempat Alvin bertanding futsall demi menghindari titik-titik hujan.
Ify menghela nafas, tanpa sadar, air mata yang sekian lama selalu ia larang menampakkan diri luruh membasahi pipinya.
Ia tak mengerti, mengapa ia bisa sedalam ini mengagumi sosok Alvin. Ia tak mengerti, mengapa ia sekebal ini menghadapi semua sikap buruk Alvin. Yang ia tahu, ia sadar..apa yang ia lakukan sudah melebihi batas wajar. Tapi mengapa ia tak pernah bisa berhenti melakukannya?
Deru mesin mobil yang berhenti didepannya membuat Ify mengangkat wajah. Seorang pria dengan payung berukuran sedang tengah berjalan menghampirinya.
Ify tertegun.
Rio..lagi-lagi sosok itu hadir sebagai penolong.
Rio mendekat pada Ify. Ditatapnya kedua bola mata yang tampak berkaca-kaca seolah menahan tangis. Ah, bukan. Sudah menangis malah. Karena ia dapat melihat jejak-jejak air mata itu masih membasahi pipi Ify.
Dengan sebelah tangan yang masih memegang payung, Rio meraih tangan kanan Ify dengan tangannya yang kosong. Kemudian meletakkan tangan itu tepat di tempat yang sama dengan tangannya--yang lain yang memegang payung.
Rio dapat merasakan itu. Merasakan detak jantungnya yang kian berpacu cepat. Selain itu, ia dapat merasakan hangat menjalari tangan kirinya yang kini terbungkus tangan kanan Ify.
Sadar terlalu lama terhanyut. Rio melepaskan pegangannya, dan membiarkan Ify memegang payung tersebut sendiri. Seolah refleks, kedua ibu jari Rio bergerak naik menghapus jejak-jejak air mata yang masih menempel pada pipi Ify. Kemudian ia tersenyum.
"Air mata lo nggak akan ngerubah keadaan, yang bisa ngerubah keadaan lo sendiri."
Setelah berkata demikian, Rio berjalan memasuki mobilnya, dan meninggalkan Ify.
****
Pricilla terlihat sibuk membuatkan teh hangat untuk Ify. Kebetulan, pembantu rumah tangga Ify sedang membeli keperluan dapur, dan Pricilla yang tidak tega melihat Ify bersin-bersin berinisiatif membuatkan teh hangat untuk menghangatkan tubuh Ify. Um..sekalian buat minum obat juga deh..
"Sumpah, Alvin gila banget!" Maki Pricilla setelah menyerahkan gelas teh hangat buatannya kepada Ify. "Terus Rio? Masa Rio cuma ngasih lo payung? Nggak ngajakin pulang bareng gitu? Dihh tega amat." Sambungnya.
Mendengar nama Rio, pipi Ify merona tanpa sadar. Tiba-tiba saja, bayangan tentang sosok Rio yang selalu menjadi malaikat baginya, dan kata-kata Rio yang selalu mampu masuk ke hatinya, melintas dibenak Ify.
"Eh, kok lo diam aja sih, Fy?!" Pricilla jengkel juga didiamkan seperti ini.
Ify tersadar, lantas menggaruk alisnya. "Ya..gitu deh~"
Pricilla menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gila yah, dan lo sekarang masih pengen ngejar-ngejar Alvin? Setelah nggak dianggap entah untuk keberapa kalinya gini?!"
Ify menggigit bibirnya, kemudian mengangkat kedua bahunya. "Entahlah.."
***
Semua terasa bagaikan mimpi. Begitu ia membuka mata, Ify mendapatkan sebuah pesan baru dari seseorang yang tak pernah ia duga.
Alvin!
Ketemu di cafe depan sekolah
jam 3 siang.
Sender : 08xxxxx
Ify nyaris terlonjak dari tempat tidurnya membaca pesan tersebut.
***
Ditempat dan jam yang telah ditentukan, Ify terlihat duduk dengan gugup. Kesepuluh jemarinya saling bertaut. Sedotan minuman yang ia pesan terus menempel pada bibirnya.
Sebenarnya, dia yang terlalu cepat, atau Alvin yang lambat?
"Maaf lama." Sapa seseorang yang mengambil tempat di depan Ify.
Ify tersentak. "Eng..nggak papa."
Hening.
Keduanya saling bungkam. Sebenarnya, Alvin hanya bingung, bingung merangkai kata untuk memulai. Hingga akhirnya, suara Ify membangunkan Alvin dari pikirannya.
"Jadi?"
Alvin nampak menghembuskan nafasnya berat. Ia merogoh saku belakangnya, mengambil dompet yang tersimpan disana, dan mengeluarkan selembar foto yang ada didalam dompetnya. Foto seorang gadis cantik berambut pendek.
Ify menerimanya dengan perasaan yang sulit digambarkan. Kesal, cemburu, bingung. Intinya, apa maksud Alvin memperlihatkan foto gadis cantik itu? Membandingkannya dengan Ify? Atau memberitahukan pada Ify bahwa ia telah memiliki kekasih?
"Namanya Sivia. Dia almarhumah cewek gue." Suara Alvin membuyarkan fantasi Ify. "Maksudnya hampir jadi cewek gue." Ralat Alvin.
"Perhatiin mukanya." Perintah Alvin, Ify menurut. "Dia mirip banget sama lo. Bedanya, dia punya mata sipit, lo nggak. Dagu lo tirus, dia nggak." Alvin tersenyum kecil diakhir kalimatnya, dengan pandangan menerawang. Pemandangan yang jarang sekali Ify lihat.
Ify sendiri membenarkan penilaian Alvin yang menyebutkan kemiripannya dengam alm. Sivia. Tapi ia masih belum paham.
"Gue satu sekolah di SMA gue yang dulu sama dia. Dia anaknya ceria, emm..lo banget deh. Bahkan.." Alvin terdiam. "..bahkan, dia sama gilanya kayak lo. Dia bener-bener tergila-gila sama gue, ngelakuin banyak hal buat gue sampe akhirnya gue bener-bener risih dan capek. Kemudian gue nyuruh dia ngelakuin hal paling nekat."
Alvin mengambil nafas. Ify masih setia mendengarkannya.
"Gue nyuruh dia naik ke atap gedung, dan teriak 'I love you Alvin' darisana, waktu dia nyegat gue jam pulang sekolah. Hhhh..begitu dia menyelesaikan tantangan gue--sebenernya saat itu gue bener-bener spechless, terpesona dan mungkin ngerasa luluh sama dia, tapi gue justru kabur ninggalin sekolah, dan.."
Alvin menundukkan kepalanya, membuat Ify menerka-nerka apa yang selanjutnya ingin dikatakan Alvin.
"..dan dia ikut lari nyusul gue. Gue yang nggak sadar udah lari nyebrang jalan, di belakang gue Sivia masih ngejar gue, nggak perduli kalau saat itu jalan bener-bener rame, sampai akhirnya ada sebuah truk dan.."
Ify bersumpah, ia kini tengah mendengarkan isakan kecil dari seorang Alvin, pria dingin yang berulang kali berlaku kasar padanya.
Ify mulai paham dengan semuanya. Semua maksud sikap Alvin pada dirinya. Tanpa canggung, Ify mengusap punggung tangan Alvin.
"Maaf, Vin.."
Alvin mengangkat wajahnya dengan tiba-tiba, membuat Ify takut kalau-kalau pria itu marah akan sikap lancang Ify yang menyentuh tangannya.
"Sekarang lo ngerti kan, Fy? Kenapa gue bersikap kasar sama lo. Itu karena lo terlalu mirip dengan Sivia. Dan gue nggak mau lo bernasib sama kayak Sivia." Jelas Alvin melembut.
Ify mengangguk. "Iya, Vin. Maafin gue.."
"Semua salah gue, Fy."
Keadaan berbalik. Kini justru tangan Alvin lah yang menggenggam kedua tangan Ify.
"Lo mau maafin gue kan, Fy?" Pinta Alvin penuh harap. Ify mengangguk kaku. "Sekarang kita teman?" Ify kembali mengangguk.
Alvin tersenyum tulus, kemudian mengacungkan sebelah kelingkingnya ke hadapan Ify. Dengan senyuman manis, Ify menautkan kelingkingnya pada kelingking Alvin.
"Teman!"
***
Pricilla mendekap boneka milik Ify dengan erat. Mulutnya masih ternganga takjub setelah mendengar cerita Ify.
"Demi apa lo nggak ngarang?"
Ify melayangkan sendal tidurnya ke arah Pricilla. "Gue jujur! Gue juga nggak nyangka sih tapi..ya gitu deh kenyataannya."
"Hemm..kasian juga Alvin. Terus?"
"Terus apa?"
"Lo sama Alvin udah baikan dong? Berarti--"
"--nggak, nggak.. Gue nggak akan ngejar-ngejar dia lagi kok."
Kening Pricilla mengerut. "Lho kok?"
Ify mengedikkan bahunya. "Gue juga nggak ngerti kenapa, tapi..kayaknya dengan temenan ama dia aja, gue udah seneng banget. Gue nggak mau ngerusak hubungan gue sama dia yang baru aja dimulai dengan status temen."
"Perjuangan lo sia-sia dong?"
Ify menggeleng. "Nggak ada yang sia-sia, Prissy... Senggaknya, sekarang gue udah bisa temenan sama Alvin, dan nggak bakal dicuekin lagi sama dia. Ya kan?"
Pricilla tersenyum. "Pokoknya, apapun itu, gue selalu dukung lo kok."
Ify mencibir. "Hu..kemaren aja, mencak-mencak gara-gara gue ngejar-ngejar Alvin. Sekarang.."
Pricilla memukulkan boneka ditangannya ke wajah Ify. "Ihhh sekarang kan gue tau, lo nggak mungkin ngelakuin hal bodoh itu lagi." Pricilla menjulurkan lidahnya, yang dibalas Ify dengan memutar kedua bola matanya.
• • • FIN • • •
Tau, tau, ini endingnya ga banget, alurnya juga ga jelas-_-
Dari awal juga gue ragu pengen ngepost tapi ada yg maksa jadi ya...
Anyway, ini gue tulis waktu lagi dengerin lagu on rainy days nya B2ST dan ga tau kenapa, sekelebat khayalan2 tentang adegan RiFy itu lewat diotak gue. Dan dengan sendirinya tangan gue malah nulis cerita kayak diatas-_-v
Tadinya, gue juga pengen nyatuin RiFy tapi mendadak buyar semuanya-___- padahal nanggung bgt yah, itu Rio udah nunjukin perasaannya tapi Ify nya ga peka *kesel sama diri sendiri jadinya-..-*
Ya udahlah, maaf aja buat yg ga sengaja baca trus malah jadi sweet drop begitu liat ending dan alurnya yg rada kacau-_-
Pokoknya, mau koment apa aja gue ga larang.... Silahkan tulis aja pendapat kalian di kolom komentar.
Dan...HAVE FUN yahhhh buat yg lagi having fun together di b'day nya Ify! Huhuuuu envy deh (˘̩̩̩.˘̩ƪ)
Semoga one day, gue bisa ketemu Ify deh yaaaa...aminnnn
Visit : http://niastevania.blogspot.com
Cheers!
@Kania08_ (uname baru untuk menyongsong tahun baru. Yeay!)