A homepage subtitle here And an awesome description here!

Rabu, 28 September 2011

IDOLA CILIK RCTI IFY MATAMU (TITI DJ)_2.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - IDOLA CILIK RCTI IFY MATAMU (TITI DJ)_2.mp3

IDOLA CILIK RCTI IFY MATAMU (TITI DJ)_2.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - <a href="http://www.4shared.com/audio/xE7Cz59m/IDOLA_CILIK_RCTI_IFY_MATAMU__T.html" target="_blank">IDOLA CILIK RCTI IFY MATAMU (TITI DJ)_2.mp3</a>

Zahra Damariva_Skyscraper- Who Says- Born This Way- Firework .mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - Zahra Damariva_Skyscraper- Who Says- Born This Way- Firework .mp3

Zahra Damariva_Skyscraper- Who Says- Born This Way- Firework .mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - <a href="http://www.4shared.com/audio/y6nA5f1s/Zahra_Damariva_Skyscraper-__Wh.html" target="_blank">Zahra Damariva_Skyscraper- Who Says- Born This Way- Firework .mp3</a>

Selasa, 27 September 2011


Senin, 26 September 2011

-- Hanya Jadi Sahabatmu -- short story

-- Hanya Jadi Sahabatmu --
....

kau katakan rindukan aku, sesungguhnya juga aku..
namun masih sadar dan tak pernah tahu..
apa yang kau inginkan dengan semua ini..

-----

Aku berjalan setengah berlari sambil menyeret sebuah koper besar berwarna coklat lembut. Tergesa-gesa memang, karena rasa rindu yang ada didalam dadaku pada gadis itu kian membuncah. Tak sabar rasanya untuk bisa kembali memandangi wajah cantiknya, melihat senyum manisnya. Dan tentu saja sepasang magnet pengikat paling kuat, yang selalu mampu menahan hembusan nafasku. Membuat degup jantungku kian tak menentu saat menatap mata itu.

Yah, setelah 4 tahun menetap di negeri orang, dan melanjutkan masa SMP dan setahun pendidikan SMA ku disana, akhirnya aku bisa kembali menginjakkan kaki ditanah kelahiranku.

"Rio!"

Aku mengangkat wajahku. Dengan senyum bahagia yang terkembang dengan sumringah, aku berlari-lari kecil menghampirinya.

"Rio.." rengeknya manja, saat kami mulai berhadapan "i miss you so much, boy." sambungnya. Detik berikutnya ia mulai memelukku tanpa ragu, perlahan-lahan aku melepaskan peganganku pada koper yang ku bawa. Dan mulai memberanikan diri membalas pelukan hangatnya.

"Aku juga. Kangen banget-banget malah." ucapku jujur.

Tiba-tiba kedua manik mataku tertumpu pada satu titik. Seorang pemudah bermata sipit, dengan type wajah oriental yang tengah tersenyum bersahabat. Merasa ada sesuatu yang sepertinya perlu dijelaskan, aku melepaskan pelukan penyambutan yang ia berikan padaku.

"Ow iya apa kabar, Fy?" tanyaku berbasa-basi. Aku kembali meraih koperku, dan perlahan-lahan menyeretnya seiring langkahku.

Ify tersenyum, ia mengiringiku setelah sebelumnya meraih lengan lelaki oriental tersebut. Kemudian menggandengnya, dan berjalan beriringan disamping kananku.

"Aku baik, Yo. Kamu?"

"Seperti yang kamu lihat." aku tersenyum sekilas. Ah ya, aku belum menanyakan identitas pria oriental tadi "dia siapa?" tanyaku.

Ify menatap Alvin yang sedang balas menatapnya dengan sebuah senyuman.

"Kenalin, Vin," suruhnya pada pria tersebut "Yo, ini Alvin." ucapnya padaku.

Pria bernama Alvin tersebut mengulurkan tangan kanannya. Dengan segera aku menyambutnya.

"Rio." ucapku singkat, namun tetap diakhiri dengan senyum bersahabat "emm..pacarnya..Ify, ya?" tanyaku agak ragu.

Pasalnya pria ini terlihat mesra dengan Ify. Apalagi Ify tanpa canggung menggandeng lengan pria tersebut. Seingatku, satu-satunya pria 'asing' yang mau Ify gandeng dan ia izinkan untuk menggandeng lengannya hanya satu, aku.
Jadi, wajar saja kan jika aku bertanya seperti itu.

"Ehhee, iya. Gue pacarnya Ify."

Cukup dengan mendengar sebuah kalimat berisi 3 kata tersebut, aku sudah merasakan -seolah- sebuah batu besar menghantam dadaku. Tepat mengenai ulu hatiku.

"Yo, Yo?" aku tersadar saat telapak tangan Ify melambai-lambai dihadapanku "are you okay?"

Aku mengangguk kikuk "ohh iya. Aku baik-baik aja kok, Fy." jawabku menenangkan "mungkin sedikit capek." tambahku.

"Ya udah, kalau gitu biar lo langsung gue anter aja deh." Alvin yang tadinya diam membuka suara "kamu belakangan aja gak papa kan, Fy?" sambungnya bertanya sambil menatap Ify.

"Iya, gak papa kok. Lagian kasian Rio kalau dianter belakangan, aku gak mau dia sakit." celoteh Ify dengan ceria.

Nada bicara itu. Nada bicara yang selama 3 tahun ini aku rindukan. Nada bicaranya yang manja, ceria namun penuh perhatian.

Sreet..Ify meraih koper milikku. Kemudian menyuguhkan manik bening miliknya tepat pada kedua bola mataku. Membuatku kembali terhanyut, dan jatuh...jatuh pada tempat yang salah.

"Biar aku bawain yah?" ujarnya setengah meminta. Sebagai pria sejati tentu saja aku menolaknya.

"Eh jangan, Fy! Gak usah. Biar aku aja yah," ujarku membujuk. Seperti yang ku bilang, Ify adalah gadis manja. Semua yang ia katakan harus dijawab iya (tentu saja hal itu hanya berlaku padaku, yang memang sejak kecil telah bersamanya).

"Aku aja, Rio..." rengeknya memaksa.

Kami pun berhenti melangkah, dan mulai melakukan aksi tarik-menarik. Sekilas, melalui ekor mataku, aku mendapati Alvin tengah menahan tawa dengan salah satu tangannya. Namun tak berselang lama, ia menjadi penengah diantara kami.

"Yang adil, biar aku aja ya, Fy." ucapnya, dengan menatap lembut pada Ify "nggak papa kan, Yo? Kalau gue yang bawain?" sambungnya menatapku.

Entah atas dasar apa aku mengangguk. Lalu kami melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti, menuju parkiran bandara. Lebih tepatnya menuju mobil Alvin, yang akan mengantarkan ku kembali ke rumah.

-----
kau bilang ku cintamu, aku juga sayangmu
namun yang aku tahu masih saja ada dirinya
-----


Aku sedang menghabiskan waktu istirahatku dengan membaca buku diperpustakaan sekolah. Sudah 1 bulan lamanya aku menjadi salah satu penghuni Tunas Bangsa, tempat dimana Ify menuntut ilmu. Ify. Sebenarnya gadis itu sempat menawarkan ku untuk menghabiskan waktu istirahat bersamanya. Namun dengan sengaja aku menolak. Aku tak ingin menjadi nyamuk ditengah-tengah sejoli yang tengah merajut kasih. Hal itu hanya akan semakin menambah luka dihatiku saja. Bagaimanapun juga, semakin lama...aku semakin harus mengakui bahwa aku mencintainya. Ify, sahabatku sedari kecil.

"Yo?"

Aku tersadar dari lamunanku akan Ify, saat sebuah suara halus menyapa indera pendengaranku. Acha, salah satu gadis cantik yang menjadi teman sekelasku tengah duduk manis disebelahku, dengan sebuah buku ensiklopedia dihadapannya.

"Eh, Acha.." sahutku seadanya. Gadis itu tersenyum lucu.

"Baca apa, Yo?"

Aku mengangkat buku tebal ditanganku.

"Se-ja-rah," ejanya "ada ulangan ya?" tanya nya kemudian.

Aku menggeleng kecil "nggak, ngisi waktu luang aja."

Acha mengangguk. Menit selanjutnya, aku dan Acha justru mengobrol asyik, mengacuhkan buku yang kami pilih tadi.
Aku sedikit terkikik ketika melihat Acha menggelembungkan kedua pipinya, saat ia merasa kesal karena aku terus menggodanya yang sedang dalam masa PDKT dengan seorang pria ternarsis dikelas kami, Ozy.
Merasa semakin gemas, aku malah nekat mencubit pipi chubbynya, membuat ia meringis kecil.

Pluk..sesuatu terjatuh tidak jauh dari posisiku saat ini. Ternyata sebuah kantung plastik hitam yang isinya kini sudah tercecer dilantai perpustakaan.

"Ify.." ucapku kaget. Terlebih saat melihat raut tidak suka dan tatapan nanar yang menghujam manik mataku.

Tanpa mengindahkan perkataanku, Ify berlari keluar perpustakaan. Meninggalkan kantung plastik -yang terdiam pasrah di lantai perpustakaan- yang ia bawa sebelumnya.

Aku terpaku. Menatap sebungkus keripik kentang dan sekotak susu coklat yang masih berembun, yang sepertinya berasal dari kantung plastik hitam milik Ify. Kemudian lanjut menatap punggung Ify yang mulai menghilang dibalik pintu perpustakaan.

"Kejar, Yo! Ify salah paham." suruh Acha.

Aku tersentak, kemudian menatap gadis itu dengan alis terangkat.

"Aduhhh! Ify cemburu dan dia salah paham." Acha mencibir gemas, sambil mendorong pelan tubuhku "jelasin sana!" perintahnya lagi.

Aku masih terdiam. Apa iya, Ify cemburu padaku? Atas dasar apa? Bukankah ia memiliki Alvin?
Setelah sebelumnya menyempatkan diri meraih apa yang sebelumnya Ify bawa, aku segera berlari keluar perpustakaan guna mencari Ify.
.....

"Ify.."

Aku menyentuh pundaknya, lembut. Kemudian ikut memposisikan diri, dengan duduk manis disampingnya.
Ahh, setelah aku berlari kesana kemari, akhirnya aku menemukan Ify duduk termenung di salah satu bangku semen yang menghiasi taman sekolahku.

"Kamu marah?" tanyaku to the point.

Ify menggeleng tanpa menatapku. Bahunya bergerak naik turun, seiring isak tangisnya.

Aku mendesah lirih "terus kenapa? Kok gak jawab aku?" tanyaku lagi.

Kali ini, Ify mulai menatap mataku. Ah, magnet itu. Magnet yang selalu sukses mengunci tatapanku, dan tak ingin membuatku berpaling barang sedetikpun. Kini magnet itu telah berair. Mengunciku dengan tatapan sendu, penuh kesedihan.

"Aku sayang kamu." ucapnya di tengah isak tangisnya.

Tubuhku membeku. Tentu saja aku terkejut. Bagaimana bisa? Ify menyatakan bahwa ia menyayangiku, sementar dipihak lain ada Alvin, kekasihnya. Mungkin..mungkinkah sayang yang Ify maksud sayang pertanda sahabat? Atau sayang pertanda saudara?

"Aku juga sayang kamu, kamu tau itu kan?" tanyaku berusaha tenang.

Ify menggeleng lemah. Tanpa aba-aba ia mulai menubruk tubuhku. Memeluk dengan erat dan masih terisak.

"Aku menyayangi kamu sebagaimana hawa menyayangi adam, Yo."

Aku kembali terpaku. Lalu, Alvin?

"Nggak, Fy! Kamu udah punya Alvin, dan kita sahabat." ucapku seraya melepaskan pelukannya. Jauh didasar hatiku, aku merutuki kalimat yang terlontar beberapa detik lalu itu. Secara tidak langsung, aku mulai munafik.

"Aku nggak tau, Yo. Aku nggak tau!" racaunya frustasi. Ia menenggelamkan parasnya pada kedua telapak tangan yang mulai basah akibat air mata bercampur keringatnya.

"Kamu sayang sama aku karena kita sahabat, Fy. Karena kita telah seperti saudara." ucapku memberi pengertian. Belum waktunya Ify mengetahui kenyataan hatiku yang sesungguhnya.
Perlahan, air mata Ify mulai mengering. Meski masih sedikit terisak.
Aku tersenyum melihat 'gadisku' yang telah berhenti menangis. Seperti biasa, aku menghapus air mata yang membasahi wajah cantiknya. Kemudian membelai lembut, rambut hitam panjang miliknya.

"Udah yah, jangan nangis lagi! Jelek loh kalau nangis kayak tadi." ejekku guna menghiburnya. Ify merengut kesal. Kemudian mengacak-acak rambut bergaya spike milikku.

Biarlah. Biarlah semua berjalan seperti ini, setidaknya untuk saat ini. Karena belum waktunya Ify mengetahui isi hatiku. Karena ia telah memilih orang lain, dan orang lain telah memilikinya.

-----
ku selalu cemburu dan tak bisa tuk selalu begini
aku tak pernah mau hanya jadi sahabatmu

-----

Weekend kali ini dengan amat sangat terpaksa harus ku habiskan bersama Ify dan..Alvin. Tak perlu ku jelaskan apa yang membuatku terpaksa, kan? Karena semua pasti sudah tahu.
Kalau bukan karena Ify yang terus membujuk, mungkin saat ini aku tengah duduk manis sambil menggenjreng gitar akustik kesayanganku. Melantunkan senandung isi hati yang masih tertahan dihati. Hanya untuk Ify.

"Aduhh, gak apa-apa nih, Fy kalau gue ada disini?" tanyaku -pura-pura- tidak enak.

"Udah nggak papa. Iyakan, Vin?" tanya Ify meminta persetujuan.

Alvin mengangguk mantap "iya, Yo. Lagian kalau cuman gue berdua doang sama Ify dirumah ini, bisa curiga nyokapnya Ify. Kan kalau ada lo enak, nyokapnya Ify juga percaya bangetkan, sama lo?"

Aku mengangguk malas. Yah, saking dekatnya aku dan Ify, kedua orang tua Ify tak pernah sungkan memberikan kepercayaan mereka padaku untuk menjaga Ify.
Dengan alasan itulah, akhirnya aku kembali menghempaskan tubuhku disofa bagian sebelah kiri. Mencoba ikut berbaur dan menikmati tontonan yang tengah disaksikan Ify dan Alvin.

"Aaa.." Ify histeris saat melihat sesosok hantu yang tiba-tiba saja muncul. Dan satu yang menyesakkanku, saat 'gadisku' memeluk lelaki lain yang memang mempunyai hak lebih atas dirinya, dibandingkan aku. Ia ketakutan dan aku tahu itu. Tapi ia justru nekat memilih "Bunsinshaba" sebagai tontonan akhir minggu kami.

Tanganku mengepal kuat saat melihat tangan kanan Alvin yang melingkar dibahu Ify. Membuat tubuh 'gadisku' itu kian mendekat kepadanya. Nyaris tak berjarak. Aku membuang muka, tak ingin menyaksikan adegan itu lebih lama.

"Ekhem..ekhem.."

Aku berdehem refleks saat melihat Alvin merangkul Ify semakin kuat. Sontak saja kedua sejoli itu menatapiku dengan alis tertaut.

Aku menyeringai kecil sambil menggaruk-garuk tengkuk ku yang sama sekali tidak gatal.

"Sorry, gue haus," ucapku asal "aku ke dapur boleh kan, Fy?" tanyaku meminta izin.

Ify mengangguk kecil "aduh, Yo..kamu kayak dirumah siapa aja deh. Silahkan!"
.....

Ahhh..menyebalkan! Apa-apaan ini? Belum ada satu tahun aku menetap di Indonesia, aku harus kembali ke Australia menyusul ayah dan ibuku. Mereka bilang, dengan berat hati aku harus kembali pindah ke sana. Nenekku sakit keras, dan sangat menginginku aku berada disampingnya.

Tapi..tapi bagaimana dengan Ify? Apa ia akan menerima kepergianku? Aku ingat! Dulu, dia menangis tanpa henti melepaskan kepergianku yang untuk pertama kalinya. Masih dengan seragam putih merah, lengkap dengan medali penghargaan sebagai juara umum selepas perpisahan SD, ia mengantarkan keberangkatanku.
»»

"Kamu jahat! Kenapa mesti ke luar negri sih, Yo?!"

Aku terdiam tak mampu menjawab. Aku memang tak tahu harus berkata apa, hingga akhirnya mama mendekat ke arahku dan Ify.


"Sayang, tante, om, sama Rio terpaksa pindah karena ada pekerjaan disana." Mama mencoba memberi pengertian pada Ify, sambil mengusap lembut rambutnya.


"Tapi..tapi hiks..yang kerjakan om sama tante..hiks..ken..kenapa Rio harus ikut juga?"


"Ify sayang, cantik..dengerin tante yah. Kalau Rio tinggal, dia mau tidur dimana? Lagipula, apa kamu gak kasian kalau Rio kangen sama om, sama tante?"


Ify tak menjawab. Aku masih melihat kalau ia terus menangis, sambil menggenggam kuat pita merah putih yang sebelumnya menghiasi kunciran rambutnya.


"Tapi..tapi..Ify nanti gak ada temennya, tante.." Ify kembali merengek. Aku pun akhirnya maju selangkah, dan memeluknya erat.


"Aku janji, aku gak akan lama. Aku pasti balik, Fy!" janjiku sungguh-sungguk "iyakan, mah?" tanyaku meminta persetujuan. Mama mengangguk dengan seulas senyum manis dibibirnya.


Aku pun melepaskan pelukanku "tuh, Fy. Kata mamah iya." ucapku bersemangat. Ify kembali tersenyum, ku bantu ia mengusap air matanya hingga benar-benar terhapus.


"Jadi Ify izinin Rio pergi, kan?" tanya mama. Ify hanya mengangguk lesu.


"Aku pasti kangen kamu, Fy." ucapku jujur.


"Aku juga, aku akan nungguin kamu."


"Aku pasti balik."


Aku kembali memeluk Ify sekilas. Kemudian mulai berjalan gontai, mengiringi langkah kaki mama.


"Riooooo! Cepat pulang! Cepat kembali! Dan jangan pergi lagi!" teriaknya yang mulai terdengar samar-samar ditelingaku.

««

"Arghhhh.."

Aku mengacak-acak rambutku dengan kesal. Ku tatap koper coklat lembutku, dan foto Ify secara bergantian. Bagaimana ini? Bagaimana bisa aku meninggalkannya?

-----
dan aku makin bingung
saat ku kan pergi kau menahanku

-----

Buk..bukk
Ify memukuli dadaku dengan -mungkin- marah. Dibelakangnya Alvin berusaha menenangkan Ify, dan mencoba meraih tangan gadis tersebut.

"Udah, Fy. Udah!" ucap Alvin memerintah, namun bernada lembut.

"Kamu bohong, Yo. Kamu bohong! Kamu bilang gak bakalan pergi lagi, tapi sekarang?!"

"Bukan mauku, Fy." aku berujar lirih dengan kepala menunduk.

Alvin menyentuh pundakku, dan pundak Ify secara bersamaan.

"Kalian perlu ngomong berdua, aku tinggal gak papa kan, Fy?" izinnya.

Aku segera menahan langkah Alvin "elo mau kemana? Gue mau pergi. Masa Ify mau ditinggal sendiri?!" tanyaku agak kesal. Kenapa ia tega sekali meninggalkan 'gadisku' sendiri. Sementara aku, aku tinggal menghitung menit harus segera meninggalkan negara ini.

Alvin menepuk pundakku dengan tenang "jangan khawatir, Yo! Gue cuma kesebelah sana," ia menunjuk ke arah deretan kursi tunggu di arah barat "lo berdua perlu ngomong, gue tinggal yah." pamitnya meninggalkanku dan Ify. Berdua.

Tak ada yang mulai berbicara selepas kepergian Alvin. Hanya derai air mata Ify yang terus mengalir tiada henti.

"Maaf.." ucapku teramat lirih. Aku tak mampu menatap manik matanya yang bisa dengan mudahnya mengancurkan pertahananku.

"Kenapa kamu harus balik, kalau cuma untuk pergi lagi? Kenapa kamu bikin janji, kalau cuma buat kamu ingkari?!"

"Maaf.." tak ada yang bisa aku ucapkan selain kata maaf.

"Dengan senang hati aku nungguin kamu selama 3 tahun. Sekarang, kamu mau bikin aku menunggu lagi? Iya?!"

"Maaf.."

"Aku gak mau kamu pergi, Yo.."

"Maaf. Tapi harus, Fy.."

"Aku sayang kamu,"

"Aku juga.."

"Bukan sebagai sahabat!" selanya dengan tegas.

"Aku menyayangi kamu sebagaimana adam menyayangi hawa, Fy.." ungkapku akhirnya.

Aku menangkap raut keterkejutan pada paras cantiknya. Entahlah, mungkin ia tak menyangka bahwa aku akan berkata demikian.
Bertepatan dengan itu, suara seorang wanita dewasa mulai menggelegar. Memberi peringatan bahwa pesawatku akan segera berangkat.

Dengan sedikit keberanian, aku memeluk Ify sebentar.

"Aku sayang kamu.." bisikku seraya melepaskan pelukan kami.

Ia tak menjawab. Hanya diam menunduk. Aku menghembuskan nafas sejenak, kemudian mulai bersiap menarik koperku dan meninggalkan Ify pada kebisuannya.

"Jangan pergi! Jangan tinggalin aku!" pintanya dengan nada memohon. Jika dulu aku bisa langsung berkata 'iya' tapi maaf..kini tak bisa.

"Maaf, Fy! Tapi aku gak bisa."

"Kamu jahat! Kamu jahat!"

"Maaf, Fy..aku sayang kamu.."

Aku berjalan gontai meninggalkan Ify yang tetap menangisi kepergianku. Maaf..karena tak ada yang bisa ku lakukan selain menuruti keinginan orang tuaku, bathinku.

=====

Huhhh..alhamdulillah yah, akhirnya dalam hitungan jam bisa nyelesein ni cerpen. Eumm sekitar 3 jam lah ya..dari jam 10 sampe jam 12. Gimana? Gimana? Jelek yah? Aneh?
Hehehe..maklumin, gue nya galau. Ini tertulis gitu aja, seiring kegalauan hati.
Okayguysss..kalau mau koment, kritik atau ngasih saran, silahkannnnn!
Diterima dengan senang hati kok.
Thanksoyaaa buat likers, readers dan semuanya deh pokoknya..
Loveyaaaa...


_with love Nia 'nistev' Stevania_

Jumat, 23 September 2011

-- Sang Waktu --

-- Sang Waktu --

Aku belajar untuk tidak
Mendapatkannya sekarang
Karena aku mau menunggu
+++

Terkadang aku merasa aneh ketika anak-anak seusiaku menyatakan tengah jatuh cinta. Bagaimana bisa? Seorang anak berumur 12 tahun malah ada yang masih berusia 11 tahun mengatakan bahwa mereka mencintai lawan jenisnya.
Namun, seiring berjalannya waktu. Tepat ketika tahun kedua aku menjadi murid disalah satu SMP swasta ternama di Jakarta, aku mulai merasakan apa yang merasakan. Tidak..tidak, ralat. Ini berbeda. Jika mereka berharap balasan akan perasaan mereka, aku tidak sama sekali. Cukup melihat senyumnya, mendengar tawa renyahnya itu semua sudah mampu membahagiakanku. Meskipun amarah dan cemburu menggelayuti hatiku, saat melihat ia tengah bersenda gurau dengan teman perempuannya.

"Masih nggak percaya sama ucapan gue?"

Aku buru-buru mengalihkan perhatianku, saat mendengar sebuah suara yang tak asing lagi ditelingaku.

Setengah mendengus, aku menjawab "iya, gue percaya Tian." ucapku gemas.

Septian atau kerap disapa Tian, menempatkan dirinya disebelahku. Dia adalah orang terdekatku -selain keluargaku-.
Kami telah bersama-sama sejak pertama kali menginjakkan kaki di Sekolah Dasar, dulu. Dan kini, saat kami sudah resmi 2 tahun menggunakan putih biru, kami kembali bersama-sama. Disatukan dalam kelas yang sama pula, sejak awal sekolah.

"Terus, apa yang mau lo lakuin sekarang?" tanya nya, ia menekuk kedua lututnya dan mengurungnya dengan kedua tangannya.

Aku menatap Tian dengan alis terangkat "maksudnya?"

"Diakan udah jadian sama kapten cheers itu," disaat Tian menggantungkan kalimatnya, aku melengos. Ternyata apa yang kuperkirakan benar adanya "dan elo, terlalu lambat menangkap sinyal cinta dia, waktu dulu buat lo."

Yah, Tian benar. Andai saja dulu aku mau sedikit memberikan ruang untuknya di hatiku -meski hanya sebagai sahabat mungkin-, mungkin detik ini aku masih memiliki peluang untuk menjadi pemegang tahta tertinggi dikerajaan hatinya.

"Elo bener, Yan."

Puk..puk..tepukan sebagai penambah semangat Tian berikan padaku. Ah, dia memang sahabat terbaikku.

"Yang perlu lo lakuin sekarang cuman," aku menatapnya dengan pandangan bertanya, dan dia membalasnya dengan senyuman "belajar untuk nggak memiliki dia sekarang dengan memaksakan keadaan, dan menunggu sampe apa yang mau lo raih itu, berhasil lo raih."

Aku mengangkat kedua bahuku. Merasa tak yakin dengan ucapannya itu.

"Come on, girl. Ini semua cuman masalah waktu. Lo gak inget sama apa yang pernah lo bilang ke gue tentang Zahra?"

Aku terdiam, sedikit memutar memori ku pada beberapa potongan-potongan kisah dimasa lalu tentang aku, dia dan Zahra. Ah ya, aku ingat.

Aku mengangguk pelan "kalau Zahra emang jodoh lo, meskipun dia sekarang sama orang lain tapi pasti ujung-ujungnya dia bakalan jadi milik lo." ucapku mengulang apa yang pernah aku ucapkan, saat membesarkan hati Tian.

"Ingatan lo bagus." pujinya.

Aku melengos "ucapan itu gue ucapkan setahun yang lalu, bagaimana gue bisa lupa."

Tian hanya tersenyum mendengarnya. Detik berikutnya aku jadi berpikir, apa itu yang menyebabkan Tian tidak memilki kekasih saat ini. Ya, meskipun secara umur kami memang masih muda -kelas 2 SMP, mudakan?-. Tapi bila dibandingkan dengan anak-anak sebaya kami di zaman ini, rasanya cukup aneh.

"Dan lo masih berpegang sama kata-kata gue yang itu?" tanyaku cepat, dia mengangguk "berarti elo masih ngarepin...Zahra?" tanyaku -lagi- agak ragu.

Tian mengendikan kedua bahunya "entahlah. Dibilang ngarepin, ya nggak gitu juga. Soalnya gue cuman belum nemu yang bener-bener bisa bikin gue fall in love kayak Zahra dulu. Tapi ya..dibilang nggak ngarepin..fiuhh," Tian mendesah panjang, membuatku semakin penasaran menantikan kelanjutan kalimatnya "gue emang masih, eumm ya kepikiran kalau-kalau suatu saat nanti gue bisa jadian sama dia."

Aku menatap haru pada Tian. Dia benar-benar hebat, sepertinya apa yang ia ucapkan benar. Semua hanya masalah waktu. Yang penting sekarang, aku harus belajar bersabar sampai apa yang aku inginkan, berhasil ku raih.

"Thanks, Yan."

"Buat?"

"Elo emang, the best. Gue emang harus belajar untuk nggak ngedapetin dia sekarang, karena gue mau menunggu."

Dan akhirnya, kami saling melempar senyum. Senyum yang selalu mampu mengobati rasa nyilu hati, saat kepahitan melanda jiwa. Senyum seorang sahabat.

+++
Sampai apa
yang ku ingini itu
Benar-benar menjadi
yang terbaik untukku
+++

"Mencari yang terbaik diantara yang baik itu nggak gampang. Butuh proses dan perjuangan panjang."

Aku menatap Tian dengan bosan. Entah apa yang ia ucapkan, aku sendiri bingung.
Okay, satu hal yang perlu kalian ketahui. Dia baik. Sangat baik malah. Selalu berusaha membesarkan hatiku saat aku merasa kalah pada keadaan. Menenangkanku saat aku berada dalam kegalauan. Menghiburkan saat berada dalam kerapuhan. Dan satu lagi, menguatkan ku saat aku benar-benar berada dalam keterpurukan. Dia adalah kiriman teristimewa yang Tuhan berikan untukku.
Well, kembali ke pembicaraan Tian. Dia sedari tadi sibuk mengeluarkan argumennya tentang pria itu. Ya, siapa lagi kalau bukan si 'kapten basket' yang masih berstatuskan sebagai kekasih dari 'kapten cheers' disekolah kami.
Ini adalah tahun ketiga aku dan Tian menjadi penghuni SMP ini. Dan selama itu pula, aku memendam perasaanku dalam-dalam. Dan membiarkannya tersamar dengan senyum kepalsuan yang terus aku tujukan pada pria itu, saat secara tak sengaja kedua bola mata kami beradu pandang.
Tian? Dia juga sama. Masih sendiri. Tapi bedanya, tanda-tanda tentang 'jodoh' nya dia dan Zahra mulai terlihat. Zahra yang beberapa bulan lalu putus dengan kekasihnya, mulai memiliki kedekatan yang tak biasa -menurutku- dengan Tian.

"Dan apa lo yakin, dia yang terbaik buat lo?"

Aku terlonjak saat Tian menampakkan wajahnya persis didepan muka ku. Belum lagi saat ia melontarkan pertanyaan itu, nadanya terdengar sangat mengejutkan ditelingaku.

"Apa-apaan sih lo?!" sungutku, tak terima dengan perlakuan mengejutkannya barusan.

Tian menepuk jidatnya. Kemudian berdiri menantang dengan tangan dipinggang. Persis majikan yang sedang memarahi pembantunya.

"Elo aneh deh. Gue ngomong panjang lebar, elo malah ngelamun. Mikirin apaan sih?"

Aku mendengus "gak ada, lagi suntuk aja."

"Lo pikir kita baru sahabatan kemaren sore? Jawab pertanyaan gue!" perintahnya, ketus.

Aku menggaruk-garuk keningku "gue cuman mikir, kayaknya elo ama Zahra beneran jodoh. Tanda-tandanya udah keliatan banget soalnya." jawabku malas.

Tian tersipu malu, wajahnya malah menjadi lucu saat seperti ini.

"Apaan sih, ada-ada aja deh." sahutnya, dengan tangan mengusap tengkuknya.

Aku bergidik, geli "Muka lo jijay banget deh, Yan."

Tuing..sebuah toyoran melayang ke kepalaku "sembarangan lo, lanjutin obrolan kita yang tadi."

"Yang mana?" tanyaku polos.

Tian meringis, gemas "dia. Apa dia benar-benar yang terbaik buat lo, atau nggak?"

Aku menggeleng lemah "i hope so, he's the best for me."

"Cuman berharap? Pastiin dong."

Aku mencibir pelan. Bagaimana bisa aku memastikan dia yang terbaik untukku atau bukan, kami kan tidak memiliki hubungan khusus. Berteman pun seperti tak berteman.

"Caranya?" tanyaku malas.

"use your heart and mind, then you will find the answer."

Aku melemparkan sebuah karet penghapus ditanganku "nggak segampang itu bro, lagian buat apa sih? Gue kan belum jadi pacarnya dia."

Tian meringis sambil mengusap-usap kepalanya "belum tapi berkemungkinan akan, kan?" refleks aku mengangguk "senggaknya, lo cukup tau kalau dia pantes untuk lo tunggu, karena dia memang yang terbaik buat lo."

Harus ku akui. Apa yang dikatakan Tian benar. Untuk apa aku setia menunggunya, kalau ternyata dia tak pantas untukku. Mungkin memang akan lebih baik kalau aku yakin, dia memang pantas untuk ku tunggu karena dia yang terbaik untukku.

"We'll se." jawabku misterius.

Dengan santainya, Tian mengacak-acak poni andalanku "gue harap lo ngelakuin yang terbaik buat lo."

"Amin."

+++
Karena aku yakin
semua akan indah
pada waktu-Nya
+++

Semilir angin berhembus menyapa mesra permukaan kulit wajahku. Mengibarkan helai demi helai rambut panjangku, yang tergerai bebas. Disini, ditempat ini, aku bisa sedikit menenangkan perasaanku. Lapangan kecil dibelakang sekolah.

Kubiarkan kekalutanku berkurang seiring desah nafas yang silih berganti mengisi rongga dadaku. Aku tak tahu, apa ini suatu masalah? Atau hanya suatu hal yang ku anggap dan ku buat menjadi suatu masalah? Yang jelas, saat ini aku merasa sedang berada diambang keputus asa-an. Penantian panjangku seakan tak berujung. Dan selamanya hanya menjadi impian semu. Tapi entah mengapa, sebagian dari hati kecilku terus bersikukuh untuk bertahan. Mengharap pada suatu keadaan yang masih samar-samar bagaimana akhirnya. Happy ending kah? Atau justru sebaliknya.

Plukk..aku merasakan sebuah benda agak keras menabrak kepalaku.
Benar saja. Saat ku putar kepalaku kesamping kanan, aku mendapati Tian tengah menyeringai lebar sambil memainkan alisnya.
Hiuhh..pasti itu ulahnya. Dengan malas aku hanya memutar kedua bola mataku sebagai tanda tak terima atas perlakuannya. Kemudian ku kembalikan posisi kepalaku seperti semula, menatap sendu rerumputan liar dihadapanku.

"Kenapa sih? Ada masalah?" tanya nya "elo bolos lagi, ya?" sambungnya.

Aku mengendikan bahuku malas "ya menurut lo?"

"Kok bolos?" tanya nya lagi, tanpa menjawab pertanyaanku.

Sepintas aku melirik Tian yang masih dengan seragam olahraganya. Sepertinya, dia juga sedang membolos.

"Elo sendiri? Bolos juga, kan?" cibirku.

Tian terkekeh. Ia mulai membaringkan tubuh dan menyilangkan kedua tangannya, guna menopang beban kepalanya.

"Males. Olahraganya ngebosenin. Masa' kasti?" jawabnya setengah mengeluh.

Aku hanya menatapnya sekilas. Kemudian kembali diam. Hahhh..ini adalah tahun kedua dimana aku dan Tian sama-sama mengenakan seragam putih abu-abu. Tapi, berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Jika dari SD sampai SMP kami selalu tergabung dikelas yang sama, di SMA ini kami justru terpisah. Kesal memang. Teman sejawat yang paling mengerti aku harus berada dikelas lain, yang tak sama denganku.

"Jiah malah ngelamun gak asik deh."

Aku terkekeh kecil. Pelan-pelan, aku ikut membaringkan tubuhku disamping Tian, dan menyilangkan kedua tanganku sebagai alas kepala -seperti Tian-.

Ahh, silau juga ternyata. Dengan malas ku angkat tangan kiriku, dan menjadikannya pelindung wajah dari sengatan matahari.

"Lo masih make tu gelang?" tanya Tian, sambil menunjuk ke arah gelang perak yang melingkar ditangan kiriku.

Gelang tersebut nampak berkilau akibat pantulan sinar matahari yang jatuh tepat diatasnya. Aku menatap gelang perakku, gelang yang mulai ku gunakan kira-kira satu setengah tahun yang lalu. Hadiah pemberian darinya, si kapten basket di SMP ku, dulu.
»»

"Fy! Fy!"

Aku mendengar seruan itu. Seruan yang memanggil namaku, yang tanpa ku lihat pun aku sudah tahu siapa pemiliknya. Buru-buru aku menyelesaikan ikatan terakhir pada sepatuku, kemudian mengangkat wajahku dan menatap penuh tanya ke arahnya.

Drap..drap..dia berlari-lari kecil. Sepertinya ingin menghampiriku. Sedikit penasaran, aku melirik ke pinggir kanan lapangan basket. Dimana sekelompok anak cheers sedang berkumpul, menanti waktu tampil mereka.
Ah ya! Hari ini, sekolahku akan mengikuti pertandingan basket putri antar SMP se-Jakarta. Dan aku yang kebetulan salah satu peserta ekskul bakset putri, dipilih menjadi salah satu pemain dipertandingan kali ini.

Kilatan penuh amarah tertangkap jelas oleh kedua indera penglihatku saat kedua mata gadis itu mengarahkan bola matanya padaku. Oh bukan, lebih tepatnya ke arah aku dan pria itu. Si kapten basket yang resmi menjadi mantan kekasihnya sejak seminggu yang lalu. Entah apa penyebabnya, yang jelas mereka...PUTUS!

"Fy?"

Aku terkesiap, dan buru-buru membenarkan tampangku yang ku yakini terlihat sangat konyol sebelumnya.

"Ah ya? Ada apa, Yo?" tanyaku to the point. Tak ada waktu untuk berbasa-basi karena pertandingan akan segera dimulai kurang dari 12 menit lagi.

Dia menggaruk-garuk tengkuknya. Entah karena apa. Dengan alis terangkat, aku terus diam menanti jawabannya.

"Eum itu..good luck yah, semoga menang!" ucapnya penuh semangat. Aku mendengus pelan. Hanya itu? Astaga, apa yang ku pikirkan. Memang hal apa lagi yang harus ia katakan?
Aku menggeleng kecil kemudian mencoba tersenyum ke arahnya.

"Oh okay. Thanks ya." ucapku setulus mungkin.

Merasa tak ada lagi yang perlu dibicarakan, aku segera pamit padanya. Namun belum sepenuhnya aku berbalik, dia menahan pergelangan tanganku. Membuat nafasku tercekat seketika, dadaku berdesir. Oh Tuhan!

"Eumm, ada apa lagi, Yo?" tanyaku setenang mungkin. Sebisa mungkin ku jaga suaraku agar tak terdengar gugup atau malah salah tingkah didepannya.

"Bentar," suruhnya. Aku tak menjawab. Hanya membiarkan ia dengan aktifitasnya yang sedang merogoh saku celananya. Untuk apa?

"Buat lo." dia menunjukkan sebuah gelang rantai berbahan perak. Sangat bagus karena rantainya kecil. Selain itu ditengahnya terdapat hiasan berbentuk persegi dengan taburan permata diatasnya. Sedangkan disisi kanan dan kiri hiasan tersebut, terdapat hiasan -lagi- berbentuk bunga dengan 5 kelopak. Barulah ketiga hiasan tersebut disatukan dengan rantai kecil berbahan perak.

Ragu-ragu aku menatapnya "buat gue?" tanyaku dengan telunjuk mengarah padaku. Dia mengangguk cepat.

"Gue pakein yah?" izinnya yang tanpa persetujuan langsung menarik pergelangan tangan kiriku. Kemudian memasangkan gelang cantik tersebut disana "nah kan. Bagus dan cocok buat lo." ucapnya setelah selesai memasang gelang tersebut.

Aku tersipu. Entahlah pipiku memerah atau tidak, karena aku sendiri tak dapat melihatnya. Yang jelas, aku tak mampu menahan senyum kebahagianku saat menerima gelang tersebut.

"Disimpen yah, jaga semampu lo." ucapnya yang lebih terdengar seperti sebuah permintaan. Aku yang tadinya asyik menatap gelang tersebut berbalik menatapnya.

"Maksudnya?" entah mengapa kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutku. Aku merasa permintaannya itu terdengar..janggal.

"Ya, gimana yah. Eum intinya, semampu lo sebisa lo, lo jaga apa yang gue kasih itu karena gue..gue juga akan menjaga apa yang lo kasih ke gue, semampu gue sebisa gue."

Keningku berkerut, kedua alisku kian menyatu. Apa yang telah ku berikan padanya?

"Eumm, gue gak ngerti." ucapku jujur.

Dia tersenyum, kemudian menepuk-nepuk pundakku. Dan untuk kesekian kalinya, detak jantungku berdetak tak normal. Berkali-kali lipat lebih cepat dari yang semestinya.

"Elo emang mungkin gak sadar kalau elo udah ngasih gue sesuatu. Sesuatu yang gue janji bakalan gue jaga," dia masih menepuk pundakku "nanti juga lo ngerti. Udah. Kesana gih, pertandingannya bentar lagi, kan?" suruhnya kemudian.

Dengan menyimpan sejuta pertanyaan yang terbingkai oleh rasa penasaran, aku mengikuti perintahnya. Segera bergabung dengan tim basketku yang sedang melakukan pemanasan ringan.

"Good luck ya! Harus menang!" serunya lagi. Aku membalasnya dengan sebuah senyuman dan acungan jempol.

'Gue pasti menang. Buat lo, Yo.'
««

Tuk..tuk..
Tian memainkan dua buah batu kecil dengan cara melemparkannya ke atas secara bergantian, sehingga menghasilkan bunyi 'tuk' yang sangat mengganggu konsentrasiku saat ini.
Setengah mendengus, aku langsung menangkap salah satu batu yang sedang melambung tinggi.
Happ..aku berhasil meraihnya. Dengan kesal Tian merebut batu tersebut dari tanganku.

"Ganggu aja lo." sungutnya.

Dengan gemas, aku mendorong pelan punggung Tian "ada juga elo yang ganggu gue. Udah dateng gak dijemput kayak jelangkung eh guenya lagi konsen malah diganggu dengan suara 'tuk tuk' gak jelas lo itu." balasku.

"Ya habis, elo nyebelin. Ngelamun gak ngajak-ngajak," ia meletakkan kedua batu ditangannya diatas rerumputan yang kami duduki "ngelamunin apa sih?" tanya nya.

"Nggak tau, kadang gue ngerasa gak sanggup untuk terus bertahan dalam penantian semu ini. Sampai-sampai, gue malah berpikir untuk mundur," aku menghela nafas sejenak "tapi..gue juga nggak tau, kenapa sebagian hati kecil gue justru menolak untuk melakukan itu."

Tian menatapku, kemudian ku rasakan salah satu tangannya sudah merangkulku erat.

"Kenapa lo tiba-tiba pengen mundur? Padahal lo udah berjuang sejauh ini. 3 tahun bukan waktu yang singkat loh, Fy."

Aku mengamini perkataan Tian. 3 tahun memang bukanlah waktu yang sebentar untuk penantianku selama ini. Menahan tangis dalam tawa, menyembunyikan duka dalam suka.

"Semua..semua terlalu menyiksa gue, Yan. Dan..lo tau kan? Selepas pertandingan basket waktu itu, dia ngilang gitu aja. Tanpa jejak, tanpa kabar." ucapku lirih. Tian mengeratkan rangkulannya, sambil sesekali mengusap-usap pundakku.

"Dan gue ngerasa seperti manusia bodoh, yang terus berharap sama sesuatu yang udah nggak ada."

Tian memutar tubuhku menghadapnya, diusapnya lelehan air mata yang mengaliri pipi tirusku.

"Udah, jangan nangis dong. Kan ada gue disini."

Dan..ucapan Tian memang selalu berhasil menenangkan perasaanku. Masih sesenggukan, aku mencoba tersenyum penuh terima kasih padanya.

"Lo tau, Fy?" aku menggeleng pelan "semua akan indah pada waktunya."

"Tapi kapan, Yan? Lo sendiri yang bilang, 3 tahun itu bukan waktu yang singkat," aku diam sebentar, sekedar menghirup oksigen baru "lagipula, dia udah nggak ada, Yan." sambungku.

Ya, dia memang sudah tidak ada. Bukan meninggal, tapi..dia menghilang. Tepatnya sehari setelah pertandingan basket yang ku ikuti usai. Dan dia pergi tanpa meninggalkan pesan. Membiarkan diriku dibelenggu rasa penasaran, akan segala pernyataannya kala itu.

"Waktu itu pasti dateng Fy. Cuman kita gak tau kapan dia akan datang, karena Tuhan sudah mengaturnya."

Tian kembali merangkulku erat. Sebelah tangannya bergerak nakal mengacak-acak rambut panjangku.

"Senyum dong," pintanya "lo jelek tau kalau cemberut."

Aku mendengus kesal, tapi tetap berusaha mengukir seulas senyum untuk Tian, sahabatku.
Septian kembali merebahkan tubuhnya diatas hamparan rumput hijau yang kini mengalasi duduk kami. Membiarkan keharuan yang sempat terjadi berganti dengan kesunyian.

"Yan.." panggilku ditengah keheningan yang tercipta diantara kami.

Dengan mata setengah terbuka, Tian beralih menatapku.

"Ya?"

"Hari ini tanggal 24," ucapku lirih, kerutan dikening Tian semakin bertambah. Oh iya, Tian kan tidak mengetahui makna tanggal 24 bulan ini untukku "bulan oktober." sambungku, berharap Tian segera mengerti kalau ini hari yang bermakna untukku.

Tian terdiam. Kemudian melalui ekor mataku, kulihat Tian mengangguk cepat. Apa dia sudah paham?

"Emang kan? Hari ini tanggal 24 di bulan oktober." ucapnya, aku memutar kedua bola mataku dengan kesal. Ku pikir dia mengerti..huhh

"Ahh malesin lo." sungutku sambil beranjak dari posisiku yang sebelumnya berbaring.

Tian memicingkan matanya "mau kemana lo?"

"Kantin, udah jam istirahat nih."

Tian segera bangkit dan merangkulku -atau lebih tepatnya menyeretku, dengan tangan kanan melingkar erat dileherku-.

"Bareng!" serunya.

Dan kami pun segera pergi mengakhiri acara bolos hari ini. Setidaknya kini perasaanku jauh lebih nyaman.
.....

Aku meletakkan sebuah mini tart dengan sebatang lilin diatasnya, disebelah tempatku duduk saat ini. Lapangan basket, tempat dimana aku pernah mengikuti turnament basket saat SMP. Tempat dimana dia, memberikan gelang perak nan cantik padaku sebelum kepergiannya.

Pandanganku menyisir kesekililngku. Gelap dan sunyi. Yah, waktu sudah menunjukkan pukul 23.55 saat ini. Wajar saja kalau keadaan disini saat ini terbilang sepi.
Aku berniat mengambil sekotak korek api yang tersimpan didalam tasku. Namun niat itu tertahan, karena gelang perak yang melingkar dipergelangan tanganku tersangkut pada restleting tas.
Uhh..ini benar-benar menyebalkan. Dengan hati-hati aku mencoba membebaskan gelang tersebut, namun terlalu sulit. Hingga tanpa sadar aku merasakan cairan bening menyusuri pipi tirusku.

Semua terjadi tiba-tiba. Entah akibat kesal, karena gelangku tak bisa lepas atau karena tiba-tiba aku kembali teringat padanya.
Oh Tuhan! Apa memang hanya sebatas ini penantian panjangku? Apa hanya akan berakhir dengan tangisan seperti malam ini?

"Aku udah ngelulusin permintaan kamu, Yo. Semampuku aku ngejaga pemberian kamu ini." aku menatap nanar pada gelang perak yang masih tersangkut pada resleting tasku.

Hiks..sesekali aku terisak. Aku merasa semakin merindukannya.

"Meskipun aku masih belum ngerti kenapa kamu minta aku buat ngejaga ini," ku sentuh gelang itu dengan lembut "apa..apa kamu juga bisa ngelulusin satu permintaanku, Yo? Hiks."

Pertanyaanku terbawa angin yang berhembus, ku harap angin akan menyampaikan padanya. Semua rindu terpendam, rasa tersimpan, dan pengharapan tertahan akan dirinya, dariku. Dengan sebelah tangan yang masih bebas -karena sebelah tanganku (lebih tepatnya gelang perakku) yang masih tersangkut pada resleting tas-, aku berusaha menyalakan api pada lilin ulang tahun. Sebelumnya aku sempat mengeluarkan sekotak korek api yang tersimpan didalam tasku dengan susah payah.

"Aku cuma minta kamu balik kesini lagi Yo."

Ku pejamkan kedua mataku yang mulai menghentikan produksi airmatanya. Berusaha menikmati hembusan angin yang semakin malam kian menusuk kulitku. Bertepat dengan itu, alarm pada ponselku berbunyi. Menandakan jam telah menunjukkan pukul 12 malam.
Setelah menghirup udara sedikit, membuang kegundahan hati yang ada agar nafasku semakin ringan. Aku mencoba menarik ujung-ujung bibirku, dan membentuknya menjadi seulas senyum. Ku angkat mini tart yang tergeletak disampingku, kemudian memejamkan mata sekali lagi, make a wish as Rio. Mungkin terdengar aneh, tapi aku telah melakukannya..eumm ini untuk yang kedua kalinya.

"Happy birthday, Yo. Aku cuman pengen satu," aku menghela nafas sejenak "kamu ada disini, malam ini."

Fiuhh..ku tiup lilin angka 17 tersebut dengan keras.

"Cuman itu?"

Aku tersentak. Suara itu..
Ini mimpi? Halusinasi? Atau...masih dalam keadaan mata terpejam, aku menggeleng sekali. Berusaha mengusir igauan akan suara lembutnya yang sudah 3 tahun ini tak menyapaku.

"Cuman itu? Apa cuman itu permintaan kamu malam ini?"

Ya Tuhan! Apa aku benar-benar sedang bermimpi? Mengapa aku mendengar suara itu hingga 2 kali? Mengapa suara itu terasa begitu nyata?
Mengapa..aku refleks membuka mataku, menghentikan pertanyaan hati yang terus terlontar dalam kebimbangan diri saat sebuah sentuhan halus menyapa permukaan kulitku.

"Ri..Rio.." ucapku tertahan.

Bolehkan aku meminta kepastian? Tentang sesosok makhluk adam yang tengah duduk bersimpuh didepanku saat ini. Ia yang sedang dengan sabarnya berusaha melepaskan gelang perak yang tersangkut pada restleting tasku.
Apakah dia benar-benar orang yang kutunggu-tunggu?
Apakah dia benar-benar...Rio?

"Selesai." ucapnya, sekaligus menyadarkanku.

Ia berdiri, dan tersenyum manis padaku. Sedangkan aku, aku masih terpaku, tak percaya pada sosok nyata didepanku.

"Ini jawaban dari permintaan kamu tadi." sambungnya masih tersenyum.

Aku kembali menangis, tak sedikitpun membalas semua perkataannya. Karena yang aku rasakan saat ini memang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Terlalu..ini terlalu mengejutkan untukku.

Brukk..dia menghempaskan tubuhnya disebelahku. Dengan kasar dihembuskannya nafas melalu rongga pernafasannya. Sedangkan aku, aku tetap setia menatap tak percaya pada sosoknya yang entah bagaimana caranya telah berada disampingku saat ini.

"Aku seneng, kamu bisa ngejaga itu sampai aku kembali." ucapnya disertai seulas senyum.

Aku bergeming. Membiarkannya berceloteh panjang lebar tentang hal-hal yang sebelumnya pernah menjadi pertanyaan hatiku. Mengapa ia tiba-tiba menghilang, dimana selama ini ia berada, dan banyak hal yang ia ceritakan tanpa sedikitpun mendapatkan respon dariku.
Hingga...

Slerrr..semilir angin berhembus tiba-tiba. Menerbangkan setiap anak rambut, beserta poni ku yang mulai memanjang. Aku masih menatapnya, saat kedua matanya mulai beralih menyapaku setelah sebelumnya puas menatapi lapangan kosong ini.

"Aku masih menjaga sesuatu yang pernah kamu kasih ke aku, Fy." ucapnya. Tatapan teduhnya menusuk tepat dikedua manik mataku. Dengan senyuman manis yang selalu berhasil mendebarkan hatiku.

"Apa kamu masih belum ngerti, sesuatu itu apa?" tanyanya kemudian.

Aku menggeleng lemah.

"Cinta." ucapnya singkat.

Entah bagaimana awalnya, aku mulai bisa menghirup aroma maskulin tubuhnya yang tetap sama, tak berubah. Dan merasakan betapa hangatnya dekapan sang pujaan hatiku selama ini. Untuk pertama kalinya.
Tanpa balas mendekap, aku membiarkan kedua telapak tangannya silih berganti mengusap punggungku. Dan yang ku lakukan hanya satu. Membiarkan tangis kebahagianku menyusuri pipi tirusku. Bermuara pada bahu tegapnya yang memang tepat berada didepan mataku.

Dan inilah waktunya. Waktu terindah yang pernah Tian ucapkan. Waktu terindah yang pernah Tuhan janjikan.

....

Singggg...hening..
Ini krik krik yah..
Gak tau lah, kalau gue pribadi sih ngerasanya masih lumayan ngefeel sampe pertengahan (just my opinion._.v)
Tapi agak kebawah...i don't know. Ini nyelesin endingnya disaat yang gak tepat sih. Disaat gue masih benar-benar galau. Dan masih berada dalam dilema, doi bohong atau jujur?
Biarkan waktu yang menjawab.

Satu hal yang pasti bakalan membuat gue bener-bener kecewa. Saat gue tahu kalau ternyata apa yang selama ini gue duga, itu bener. Dia bohong.
Just it. Soal kepada siapa di melabuhkan hatinya, itu terserah (dengan berat hati).
Dan gue rasa lo semua tau siapa yang gue maksud.
Okay cukup yaaa..
Gue beneran seneng banget, karena ditengah kekalutan hati karena doi ini..gue tetep bisa nyelesein cerpen ini dengan couple ending yang gak mengalami perubahan ehehee..

Bytheway..seperti biasaaaaa.. Big thanks banget yaaa buat semua yang udah nyempetin baca, baik itu cuman judulnya doang, sebaris kalimat doang. Ya intinya sempet kebaca ama kalian. Terus likenya juga, komentnya apa lagi. Gak pernah bosen menantikan komentar-komentar, kritik dan saran yang gue harap bisa membangun dan membuat gue menjadi lebih baik lagi ☺


_with love Nia 'nistev' Stevania_

Selasa, 20 September 2011

0 Vidi aldiano - Hanya jadi sahabatmu (CD Rip).mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - 0 Vidi aldiano - Hanya jadi sahabatmu (CD Rip).mp3

0 Vidi aldiano - Hanya jadi sahabatmu (CD Rip).mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - <a href="http://www.4shared.com/audio/gCIBCkCC/0____Vidi_aldiano_-_Hanya_jadi.html" target="_blank">0 Vidi aldiano - Hanya jadi sahabatmu (CD Rip).mp3</a>

Senin, 19 September 2011

-- Masih Tentangmu (bbman with By) --


Sesuatu banget yaaa...rasanya plong gitu habis sharing ama temen, dan ngeluarin semua unek-unek yang ada. Lumayanlah, sedikit banyaknya beban pikiran berkurang. Dan..ya rasanya gue bisa merasa jauh lebih baik setelah itu.
Well, singkatnya semenjak kegalau yang tak bertepi (?) karena si doi udah (gosipnya) punya pacar, gue bisa sedikit bernafas lega karena ada orang lain yang dengan senang hati bersedia menjadi 'tong sampah' buat gue.
Sebenernya yang galau bukan cuman gue, dia juga sih..ahahahaa
Sesuatu banget deh..doi melakukan klarifikasi bersamaan sama si doski. But, gak tau kenapa feeling gue berkata kalau doi bohong. Keliatan dari tweetsnya kok. Seolah-olah, gosip itu cuman sekedar lelucon buat dia. Eh, gue ngomong bukan tanpa alasan dong. Dia klarifikasi dengan gaya bahasa yang kalau diucapin terkesan bercanda. Dan gak biasanya nih, doi klarifikasi dengan gaya tulisan sesantai itu plus emotion nyengir lagi, sesuatu-_-

Gini deh, kalau cuman sekedar gosip, buat apa si doski ngetweets eh ngemention deng, ngements 'i love u' gitu. Terus buat apa orang terdekat dia say congrats bahkan sampe minta PJ gitu. Sesuatu-_-

Okay, gue kebanyakan ngomong 'sesuatu' kayaknya. Alhamdulillah yah...

Back to the topic, semalem gue ввм an panjang lebar ama Deby. Seorang RiSe yang stay di Jogja. Tapi gak tau kenapa gue sama dia tuh berasa ada chemistry gitu. Yah, nyambung aja kalau sharing ama tu anak. Dan kita sehati...

..........
Minggu 18 September 2011
---

Nia_Masniyah® yesterday 00:44
® Hee..kamu udah gak sensitif lagi yah kalau ngebahas dia
® ._.v

DebyAulia yesterday 00:47
® Harus semangat dongg !! Hahahaha sensitif gmn kak? Biasa aja deh kak

Nia_Masniyah®  yesterday 00:51
® Ahahahaa kak Nia juga. Kayaknya rasa buat dia perlahan2 luntur (?)
® Byy! Si sarap habis nelpon Mastev yaaa

DebyAulia yesterday 00:52
® Iyaa sama dong._.sbnrnya rio gak pacaran kan kak? Tp itu lho emot di stts twitternya dia ada ": D"
® Gak ngrti gue kak.-.gue kan pny nopenya kak sarap

Nia_Masniyah® yesterday 00:55
® Gak tau kenapa kak Nia gak percaya apalagi cara ngebantahnya manis banget, kan sebelumnya dia kalau digosipin agak marah gitu, bisa ajakan klarifikasi yg dia buat samaan Tasya itu didiskusiin dulu. Biar anak rise gak marah, galau atau sampe benci sama Tasya, just my opinion sih
® Itu tadi dia ments ke Maste "kok suaranya putus2" kayaknya nelp kan yahh

DebyAulia yesterday 00:59
® Aku sih juga berfikiran kyk gtu kak! Gak tau kenapa itu yg di tulis di sttsnya rio itu bohong banget--"lagian klo mrka pacaran gpp juga sih, mrka kann bukan anak kecil lagi mrka udah dewasa skrg, tapi gue takutnya ntr perhatian rio ke rise tu kurang dan gue lebih takutnya dia mengutamakan pacarnya bukan mengutamakan belajarnya._.dia kan bntr lagiUN, tnya aja nohh sama kak sarap kak

Nia_Masniyah® yesterday 01:09
® IYA BYYY! Gue juga gitu, takutnya dia malah jadi keasyikan ama pacarnya gitu. Inget Iyel deh dia semenjak pacaran ama Saras jadi jarang (malah sampe sekarang) ngebales ments anak2 Gabfc. Gue takut Mastev juga gitu. Terus juga, gue pasti jadi canggung kalau mau nyapa dia, soalnya status dia kan cowoknya orang. Gak tau kenapa dari dulu gue selalu canggung dan gak enak hati kalau mau ngubungin temen cowok gue yang udah punya cewek, apalagi kalau sampe gak ditanggepin kan nyesek By-_-
Lo liat deh, sekarang Mastev kalau ngomong aku jadi aq padahal dulu gak gitu, pake nama malah "Rio" itu termasuk perubahan yg biasa aja sih tapi jadi buah bibir (?) dikalangan anak2 RiSe
® Iyaaaa By, gue liat tweetsnya dia. Lucky banget sih tu sarap, udah ments tadi pagi dibales, eh bisa nelp :( sesuatu...

DebyAulia yesterday 01:17
® Iyaa gue takut bangett klo konsen belajarnya dia ke ganggu krna pacaran itu! Lebih takutnya klo nem dia jeblok :'( gak tau kenapa rioo sekarang agak berubah juga wajahnya, rambutnya, liat deh di fotonya dia yg skrg agak gmn gtuX_X GUE PENGEN RIO YANG DULU BALIK DI DIRI RIO YANG SEKARANG!!!!!!!  (-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩). Iyaa gue tadi pagi smpt liat kok klo mentionnya kak sarap di bales, gue gak mau enpy enpy soal mention lah soal follback lah-_-toh dia gak bakalan tau klo gue enpy._.

Nia_Masniyah® yesterday 01:23
® SETUJUUUUU! Dia juga gak tau siapa kita By, kita marah atau ngambek gak ngaruh apa2 buat dia. Istilahnya siapa gue siapa elo. Mending kalau kita pernah ketemu (tapi kamu bentar lagi ketemu deng--) dia mungkin ada perasaan gak enak kalau kita ngambek tapi berhubung dia gak kenal paling acuh doang. Hilang 1 fans kayak kita juga gak berasa
® Kadang gue mikir, mungkin dia ngebalesin mention cuman sekedar formalitas yaa sekedar salah satu cara buat nambah nilai plus dia mungkin sihh

DebyAulia yeterday  01:25
® Iyaaaa kak! Ngomong langsung aja kagak pernah! Iyaa kita wajarlah marah sama die.-.krna sifat die srkg berubah banget--"die juga kyknya gak peduli gtu klo ada slh satu dr kite semua keluar-__-iyaa die kyknya terlalu jaga image die(??) #eh

Nia_Masniyah® yesterday 01:36
® Kenapa mesti berubah ya By. Kak Nia suka dia yg dulu, dia yg masih polos, seperti yg belum kak Nia kenal dulu-_-

DebyAulia yesterday 01:39
® Iyaaa dia yg dluu yanggg wajahnya masih imut imut gtu (?) *eh, gak tau kenapa dia sekarang agak gimana gtu sama rise, stts dia yg nyapa rise itu lho tumben bgt pke emot ": )"kyknya tu org lagi snng deh--"

Nia_Masniyah® yesterday 01:40
® Ahhh, gitu deh efek jatuh cinta kayaknya. Kan orang jatuh cinta bawaannya berseri2 mulu. 11:12 lah sama orang sedih, bawaanya ngegalau mulu-_-
® Tau gak By, kak Nia sering ngblog tentang Mastev kak Nia kasih label Mastev gitu, berharap suatu saat nanti dia ngunjungin blog kak Nia terus ngebaca semua unek2 kak Nia

DebyAulia yesterday 01:42
® Mak jleb banget--_-tp wajar aja lah kak brrti dia kan masih normal masih bisa jatuh cinta sama lawan jenisnya-_-tapii ituu lho yg bkin anak rise jadi galau!!aminnnn! Gue bantu lewat doa kak

Nia_Masniyah yesterday 01:52
® Ahahaa emang, seandainya dia tau gimana perasaan kita ya By-_-
® Makasihhhhhhh

DebyAulia yesterday 01:53
® Iyaa kak tp kyknya dia gak bakalan tau -____- iyaaa ya :3

Nia_Masniyah® yesterday 03:13
® Emang. Siapa kita sih--! Eh By itu PM lo apa maksudnyaa

DebyAulia yesterday 03:14
® Iyaa kita siapa juga ya kak-_-ahh enggak kok :")

Nia_Masniyah yesterda 03:15
® Yaa yang jelas kalau gue sih manusia, By. Gak tau deh kalau lo-,-'
Jujur Byyyyyy! Gitu yaa ama gue, pake rahasia2an gitu--'

DebyAulia yesterday 03:16
® Gue setan kak-_-" "̮hϱ•♡hϱ•♡hϱ"̮ emang ada yg salah sama PM gue ya?--"

Nia_Masniyah® yesterday 03:17
® Owww bukan gue yg ngomong lohhh :O
Yaa kayaknya gitu ada something yg sifatnya pribadi tapi masih universal (?)

DebyAulia yesterday 03:19
® IyAaa kan gue yg ngmng kak-_-formal amat bahasa lo kak-_-lagian gak ptng kok :"")

Nia_Masniyah® yesterday 05:00
® Ahahah...
Tau lagi pengen kali (?) Ahh seriusan dong, By. Tell me what pleaseee

DebyAulia yesterday 05:03
® Ckckck ada ada aja lo kak-_-ini jugaa udahh seriuss kkak-_-emng menurut kkak PM gue gmn? Keren kan kak #eh

Nia_Masniyah® yesterday 05:05
® Ohhh kirain ada band (?)
Kayak ada sesuatu ‎​Ɣªήğ lo sembunyiin dan gak tau kenapa kak Nia rasa itu tentang Mastev-_-
Keren? Bikin penasaran iya neng

DebyAulia yesterday 05:11
® Kagak nymbung lo kak! Haa? Sesuatu yg di sembunyiin ? Kagak kak-_-enggak kok kak :""), iya kan keren smpe bikin penasaran gtu X_X

Nia_Masniyah® yesterday 05:13
® Nohh *nunjukpojokan* ada kabel, sambungin sono..
Iyadehhh, yg main rahasia2an tapi feeling kak Nia tuh kuat dan biasanya gak pernah meleset deh neng

DebyAulia yesterday 05:17
® Lo aja yg nyambungin kak, gue gak bisa ¬_¬, cieehhh pinter nihh ye klo masalah feeling feeling bgtu-_--

Nia_Masniyah yesterday 05:28
® Iyaalahhh..tau nggak, orang cancer rata2 bisa ngebaca isi hati lawan bicaranya, gerak geriknya, bahasa tubuhnya. Intinya feelingnya kuat. Nah itu pm lo yg baru, buat gue mesti-_-

DebyAulia yesterday 05:32
® Emng cancer bulan apaan sh kak-_-? Nyehhh hari gni masih percya sama bgtu wkwkwkwk (‾⌣‾)♉‎​​ iyaa deh percya ¬_¬ , kagakkkkkkkkkkkkkkk kkakkkk--"

Nia_Masniyah yesterday 05:40
® 20juni-21juli kalau gak salah. Please deh, bukan masalah percaya gak percaya tapi emang dari dulu gue gini. Setiap ada yg ngeganjel terus gue ada feeling mesti bener. Jujur deh, gakda gunanya lo bohong. Gue tau kok itu tentang Mastev, elo takut gue nangis lagi kayaknya makanya lo ngerahasian ini-_-"

DebyAulia yesterday 05:50
® Bukannya gue gak percaya kak! Gue itu percaya percaya aja--"iya itu tentang rio! Maaf kak gue gak bisa cerita :'( gue udah janji sama seseorang buat gak cerita :'( sebenernya gue pengen bgt cerita sama lo krna gue gak kuat nyimpen itu, tp gue paksain gue harus kuat nyimpen ini :"")

..........

Nah itu adalah sekelumit (?) chatingan gue ama Deby. Yah..sampe sekarang By gak mau cerita apaan. Dan gue masih bahkan makin penasaran. Okelah, kalau emang yang terbaik menurut By gue gak usah tau, gue terima. Mungkin ini wujud kasih sayang dia ke gue..ahahahaa
Yaa..gue tau lah, dia sayang, dia care ama gue *okeiningarang* *tapisemogabener*
Gue hargain keputusan dia.

Buat Mastev...gue cuma mau bilang, lebih baik lo jujur meskipun mungkin bakal bikin anak2 RiSe galau..atau bahkan marah sama lo, kecewa juga mungkin. Tapi itu lebih baik, daripada kita tau belakangan dan itu bukan dari lo tapi dari orang lain, itu lebih bakalan menyakitkan buat kita.
Jujur, kalaupun ada yang bikin gue sangat sakit, kecewa dan kesal bukan karena elo udah punya pacar. Tapi karena 'kebohongan' lo (meskipun ini masih analisa gue). Kebohongan lo itu seolah bukti kalau, elo gak nganggep RiSe. Lo tertutup ama RiSe, lo gak mau belajar terbuka ama RiSe. Dan itu sangat mengecewakan...

Okay..wassalam~


_with heart Nia 'nistev' Stevania_

Minggu, 18 September 2011


-- Masih Tentangmu --


Dear pepss....

Dan untuk kali ini, semua itu benar-benar terjadi. Doi beneran pacaran tapi, pilihan hati doi nggak jatuh kepada Ify, Gritte, Cessa ataupun gadis-gadis lainnya yang sempet digosipin pacaran sama dia. Gosip ini (sepertinya) udah fixed 100 %. Terlihat dari twittsnya Bunda Maya dan beberapa fakta lainnya. Sumpah! Nggak tau kenapa gue jadi ngerasa sakit, gak rela, sedih dan galau. Yea, berita ini bener-bener make me so galau!
Pantes, dia pernah masang dp dengan inisial R/T yang setelah gue simpulin itu berarti Rio-Tasya. Apalagi denger-denger, si Tasya itu pernah pasang dp T/R.
Awalnya, gue emang sempet berpikir kalau R/T itu...sesuatu.
Tapi..gue jadi mikir lagi, bisa aja itu cuman sekedar tulisan biasa. Gambaran yang nggak bermakna apa-apa. Secara doi emang suka pasang dp yang aneh-aneh. Laut lepas lah, dermaga, anime one piece, jepretan komik (yang kayaknya dia ambil sendiri) dan gambar-gambar lainnya yang sifatnya apa yah..entahlah

Huhhh..denger kabar kalau si 'cewek' kelas 1 SMA. Phew..liat tuh RFH, dulu kalian ngatain Ify ketuaanlah buat Rio, dan gak setuju Ify sama Rio karena kesannya Rio sama tante-tante. Lets see! Dia sekarang beneran pacaran sama 'tante-tante'..upss--v
Gue nggak tau deh, rasanya nggak pengen on twitt lagi. Karena cuman di twitt gue berpeluang besar ketemu sama doi. Ya secara difb dia jarang online. Tapi..gue udah mulai keranjingan ama twitt..gimana dong-_-

Huhhh..gue juga jadi mulai ngerasa canggung tiap mau ngebbm dia. Bukan karena perasaan gak rela atau gak suka itu. Cuma...ya gue mikir, udah semestinya ada batasan kan kalau mau berkomunikasi sama orang yang udah 'punya'. Simple, kayak gue sama first love gue dulu. Gue sengaja nggak mau ngubungin dia duluan kecuali dia yang berinisiatif ngubungin gue. Bukannya apa, daripada ntar sakit hati karena gak dibales atau dikacangin? Ya kan? Apalagi kalau orang udah punya pacar, mesti yang jadi prioritasnya itu ya pacar. Nggak mungkin gue dong? Haalllooo..?! Siapa gue? Kenal cuman sekilas, nggak pernah ketemu. Yang jelas nggak ada arti apa-apalah buat dia.

Kemaren-kemaren, gue semangat banget loh nungguin ultahnya doi. Sekarang....hilang. Semangatnya lenyap. Gue mungkin terlalu fanatik. But, you know guys..gue sendiri juga nggak mau fanatik. Karena gue tau, fanatik cuman bikin sakit hati. Ya kayak gini nih, doi punya pacar galau lah, nangis lah, sakit lah, malah kayaknya ada yang berpikir buat get out from his comunity. Tapi gue...GUE NGGAK terpikir buat out kok. Lagipula..gue bukan member comunity resmi.

Gosip ini bikin gue unmood, tadinya mau nerusin WL ehhh malah nggak jadi. Malah sempat terbersit untuk nggangti couple-_-

Hiuhh..udahlah, protes gue dan yang lainnya juga nggak bakal ngerubah pilihan hatinya kok. So, semoga doi berbahagia sama sang pujaan hatinya, gue ikut bahagia kalau doi bahagia. (dan ini bener-bener kata-kata munafik)
Gue nggak mau mempermasalahkan status doi yang pacaran ama tu 'cewek' tapi bukan berarti gue bakalan ngedukung hubungan mereka. Sorry--v lagipula, gue ngedukung atau nggak gak penting kok buat dia. Nggak ngaruh apa-apa, ya kan guys




- mencoba tersenyum meski sulit -
- mencoba ikhlas walau berat -
- mencoba tegar walau rapuh -
- mencoba terima walau tak mampu -


_With Love Nia 'nistev' Stevania_